6. Perasaan sesaat

56 7 0
                                    


Kadang aku bingung,
Keadaan membuatku tuk bertahan
Namun hati tak sejalan.
Mungkin arah takdir yang akan menunjukkan.

-RishaInaraFebiyana-


**


"Gue bisa sendiri!" aku sambil mengamati lututku yang luka sementara obat merah juga kain kasa masih digenggam oleh Farhan.

"Gue aja biar cepet, ntar lo lebay lagi ngobatinnya." sahut Farhan dengan wajah antusiasnya namun seperti merendahkanku dalam mengobati lukaku sendiri.

Aku hanya mendengus kesal walaupun kedengarannya membuatku geram. Aku tak ingin ambil pusing, aku mengalah dan membiarkannya mengobati lukaku.

Sesekali terdengar suara rintihanku karena kesakitan saat tangannya menyentuh lukaku. Setelah selang beberapa menit akhirnya kakiku yang luka sudah selesai diperban olehnya.

"Ehh lo mau kemana?"

"Mau umroh! Ya iyalah gue mau pulang, pake nanya lgi!" jawabku dengan ketus dan langsung melanjutkan langkahku dengan pelan ke arah pintu di UKS itu.

"Sebagai tanda minta maaf gue ke elo, biar gue aja yg anterin lo pulang," pernyataannya membuat kakiku berhenti melangkah ketika sudah sampai tepat di samping pintu keluar. Dan aku membalikkan tubuhku yang awalnya membelakangi laki-laki itu lalu menjawab,

"Nggak usah!" dengan suara penuh penekanan membuat sosok laki-laki itu terdiam. Aku langsung melangkahkan kakiku keluar dari ruang UKS itu dan meninggalkannya.

'Mampus' batinku. Aku baru ingat bahwa aku ditunggu Kak Riko sejak tadi. Pasti dia sudah sangat lama menungguku diluar.

Dengan kaki kiri yang terasa berat tapi kucoba untuk secepat mungkin mengayunkan kakiku agar dapat sampai di depan gerbang sekolah.

"Kak Riko mana sih?!" celetukku beberapa kali saat menunggu kak Riko yang sedari tadi tidak terlihat keberadaannya. Aku merogoh tasku lalu mengambil handphoneku yang awalnya sengaja ku matikan. Aku menekan tombol power untuk menghidupkannya kembali.

Drrrtt.

Drrrtt.

Kak Riko : Lo dimana sih Sha!? Bisa2 gue lumutan nungguin lo.

Kak Rika : Gila lo ya, gue udah ditelpon sama temen gue dari tadi, gue punya janji. Lo pulang ikut teman lo aja atau naik angkot.

'Sialan' aku menceletuk kesal didalam hati. Lalu membalas mengetikkan pesan.

Risha : Tega lo bang ninggalin gue. Yaudah cuktau!

Aku celingak celinguk untuk menunggu angkutan umum lewat. Namun tak satupun yang lewat. Aku menggeram kesal dan mengutuki laki-laki biang dari kekesalanku ini yang membuat kakiku terluka dan juga ditinggal oleh kak Riko.

Cuaca saat ini terlihat mendung dan hitam seperti ingin mengeluarkan buliran air dari atas, namun tampaknya awan menahannya agar air itu tidak terjatuh.

Sekarang aku hanya berdiri sambil menatap lurus ke arah jalanan sampai pandanganku teralihkan pada suara motor berbody besar berwarna merah berhenti tepat di depanku yang hanya berjarak sekitar satu meter dari tempatku berdiri. Sebelah alisku terangkat saat melihat sosok laki-laki mengenakan jaket warna abu-abu itu melepaskan helm dari kepalanya.

"Cepetan naik," suara berat dari laki-laki itu mengagetkanku sambil mengodekan kepalanya menyuruhku untuk naik ke atas belakang motornya.

"Lo mau nyulik gue?" tanyaku asalan padanya.

"Nggak. Gue mau ngajak lo umroh! Ya iyalah mau nganter lo pulang, pake nanya lagi," terlihat wajah laki-laki itu menyengir dan tertawa setelahnya.

Aku memutar kedua bola mataku karena merasa muak dengannya.

"OH! Gue nggak mau!" jawabku lagi dengan melipat kedua tanganku di dada sambil membuang pandanganku darinya. 'Kalo perlu lo nya aja yang di buang dari pandangan gue.' batinku.

"Nggak mau nolak maksudnya? Yaudah nggak usah gengsi kali," Farhan langsung menarik tanganku menuju ke belakang tempat duduk motornya dan langsung menyalakan mesin motornya. Aku membuang napas kasar dengan malas aku naik ke atas motornya. Andaikan saja situasiku tidak genting seperti ini pasti aku tak akan mau naik ke atas motornya dan diantarkan pulang olehnya.

Motor Laki-laki itu melaju menelusuri jalanan raya dengan kecepatan sedang. Sore hari yang terlihat gelap, awan yang hitam, dan angin yang berhembus kencang hingga mampu masuk ke tubuhku, membuat diriku merasa dingin. Tidak ada interaksi antara kami berdua selama di jalan, hanya saja ia bertanya alamat rumahku dan setelah kuberitahu ia langsung mengangguk mengerti.

Grrrrr.

Suara petir yang nyaring sontak mengagetkanku yang sedari tadi hanya diam memandangi jalanan raya yang begitu cepat seakan berjalan di depan mataku. Saking kagetnya aku tak sadar bahwa tanganku telah memeluk tubuh kurus laki-laki itu dari belakang punggungnya.

'Shit! Sejak kapan tangan gue melayang meluk Farhan?!' Batinku.

Tersadar akan tanganku yang memeluk tubuhnya, aku langsung melepaskannya dan langsung kualihkan tanganku memegang erat tali tas ranselku.

"Maaf," lirihku dengan suara pelan namun masih tetap terdengar ditelinga laki-laki itu. Aku menggigit bawah bibirku cemas dan gugup juga menahan malu, bagaimana bisa tanganku tiba-tiba melayang memeluk tubuh Farhan.

"Harinya udah gerimis kyaknya bakalan hujan lebat. Lo mau terus aja atau cari tempat singgah dulu?" tanya Farhan padaku sambil melirik kaca spionnya.

"Ter-" ucapanku terhenti karena hujan terasa menghantam lebih banyak di tubuhku, hujan mulai turun dengan lebat, "Eh cepetan cari tempat teduh aja," sambungku lagi dengan cepat. Dan kami melaju dengan kecepatan tinggi untuk mencari tempat teduh.

Tidak perlu waktu lama untuk mencari tempat teduh akhirnya kami berdua berhenti di sebuah warung yang kebetulan sedang tutup dan bisa sebagai tempat persinggahan sementara.

"Luka lo nggak papah kan?" Farhan sambil mengajakku berjalan ke arah kursi panjang agar kami bisa duduk.

"Nggak papah, tadi gue tutupin pake tangan," sambil kedua tanganku memeluk badanku karena kedinginan dan sesekali menatap luka di kakiku.

Sadar dengan tubuhku yang sepertinya kedinginan, Farhan langsung melepaskan jaket dari tubuhnya dan langsung menyodorkan jaket itu ke tubuhku. Sontak aku terkejut dan menatapnya dengan rasa canggung.

"Hm. Makasih," jawabku singkat lalu tersenyum tipis padanya. Ia membalas senyumanku dengan senyuman tulus di bibirnya.

Deg.

Senyum itu terlihat manis di mata siapapun yang melihatnya. Entah mengapa jantungku berdetak lebih kencang. Baru kali ini Farhan tersenyum tulus padaku. Aku hanya menunduk dan kucoba untuk menetralkan jantungku agar aku tak salah tingkah di depannya.

Aku langsung menepis pikiranku. Kupikir ini hanya perasaan yang hanya numpang lewat. Dia jauh dari perasaanku. Sangat jauh.

'Perasaan ini hanya sesaat, karna ada seseorang yang telah membuat perasaanku lebih menetap.'

Step By StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang