7. Dia dan dia

50 6 0
                                    


Pukul 21.15
.
.

Aku mencoba menutup mataku beberapa kali namun tetap saja belum bisa tertidur. Sampai kupasangkan headsead di telingaku lalu memutarkan lagu slow yang kupikir dapat membuatku tertidur dan terbawa ke alam mimpi, namun tetap saja hasilnya nihil.

Kulirik jaket berwarna abu-abu itu yang masih kusimpan karena aku lupa mengembalikannya saat pulang tadi. Pikiranku melayang. Lebih tepatnya pada kejadian tadi sore. Senyuman itu masih terbayang jelas di pikiranku dan sekarang membuatku tersenyum tidak jelas walaupun mataku sudah tertutup. Kejadian itu membuatku menyukai senyumannya.

Drrrrttt..

Suara satu pesan masuk terdengar di telingaku. Aku langsung handphoneku.

Kak Rafa : Malam Risha:) lo udh tidur?

Aku terkejut dan menarik senyum lebar di wajahku saat melihat pesan yang masuk itu berasal dari Kak Rafa.

Risha : Malam juga Kak Rafa:) blom tdur nih. emng ada apa kak?

Kak Rafa : Nggak papah cuma nanya. Btw bsk mlem lo sibuk nggak?

Risha : Mmm.. kyaknya enggk tuh.

Kak Rafa : Oh bagus deh. Gue mau ngajak lo jlan aja sih.

Risha : Hah, kak Rafa serius?

Kak Rafa : Iya serius.

Kak Rafa : Bsk mlem gue jmput ya.

Risha : Oke deh klo gitu.

Kak Rafa : Siip. Sampai ktemu bsok;)

Read.

Mataku sempat terbelalak ketika membaca balasan dari Kak Rafa yang ingin membawaku jalan malam besok, tepatnya malam minggu. Sontak saja membuatku senang bukan kepayang. Terlebih lagi jalannya berdua saja dengan Kak Rafa.

Pikiranku yang awalnya memikirkan Farhan, kini berganti memikirkan Kak Rafa. Entah mengapa Kak Rafa selalu bisa mengalihkan pikiranku dengan mudah dan memenuhi pikiranku dengan cepat. Pernyataan Kak Rafa membuatku semangat untuk cepat tidur agar waktu berganti dan waktu yang ditunggu-tunggu cepat datang.

**

15 menit lagi waktu istirahat akan tiba. Kami masih saja bercanda dan tertawa terbahak-bahak, tingkah konyol yang selalu kami lakukan disaat jam kosong. Kadang kami bertiga suka bikin usik orang lain yang sedang tidur, atau stand-up comedy tidak jelas di depan kelas, atau menghayal yang konyol-konyol seperti orang gila, dan lebih seringnya kami suka menghias wajah Raudah dengan hiasan aneh-aneh.

"Jahat lo pada ngebully gue mulu," sahut Raudah dengan wajah sedih yang dibuat-buatnya.

"Lo diem aja. Ini namanya bukan ngebully, cuma buat hiburan doang," aku terkekeh sambil memasangkan kerudung yang ku hias di wajahnya dan kutambahkan bunga di telinga kanan dan kirinya. Hiasan kerudungnya sudah jadi dan sekarang Raudah mirip sekali dengan ibu jual gorengan di kantin sekolah kami.

"Gila, lo mirip banget sama ibunya malin kundang," suara Rista membuat aku dan yang lainnya tertawa pecah di ruang kelas.

"Gue rela kok dibully asal kalian seneng," kata-kata itu selalu dikeluarkan oleh Raudah kerap kali aku dan Rista membully nya. Namun sebenarnya kami tidak membully nya, karena kami melakukan itu juga disetujui oleh Raudah sehingga kami merasa biasa-biasa saja. Karena itu memang termasuk candaan sehari-hari kami bertiga. Jadi jangan heran kalau kami sering bikin ribut sendiri.

Step By StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang