11. Rasa ketidaksukaan

61 6 0
                                    

Suasana koridor saat ini sangat sepi karena bell telah berbunyi sejak 10 menit yang lalu setelah selesai upacara bendera. Aku dan Rista berjalan melewati koridor sambil membawa tumpukan buku Sejarah untuk dibagikan ke murid-murid di kelas.

Kami berdua berjalan dan sesekali bercanda dan melontarkan ledekan satu sama lain. Tanpa kami sadari suara tawa yang terlalu menggema di koridor membuat beberapa kelas yang kami lewati menjadi melirik ke arah luar kelasnya untuk mengetahui dari siapa sumber tawa tersebut. Kami berdua langsung menutup mulut seraya menundukkan kepala karena ada salah satu guru yang sedang mengajar mempelototi kami berdua karena suara yang terlalu nyaring dan mengganggu kelas lain yang sedang belajar. Aku membuang napas lega setelah melewati kelas tersebut.

"Lo sih bikin gue ketawa mulu!" kataku menyalahkan Rista.

"Oi, gue? Yg ada elo kali yang bikin gue ketawa dari tadi. Pake sok mau ngikutin gaya artis bollywood segala," sahut Rista kembali menyalahkanku.

"Elehh! lo juga nyanyi lagunya segala. Suara lo aja keluar dari liriknya," jawabku sambil terkekeh.

"Iya deh. Malas gue debat sama lo nggak ad-" suara Rista tiba-tiba terhenti dan ia juga memperlambat langkahnya.

"Eh Sha, coba deh lo liat sana," kata Rista sambil mengangkat wajahnya seolah menunjuk ke arah seberang sana, tepatnya di pinggir lapangan basket.

Aku memicingkan mataku berusaha melihat objek yang Rista maksud.

"Loh. Itu 'kan kak Rafa sama-" belum selesai aku bicara, Rista telah melanjutkan ucapanku.

"Selina Canesa, si cewek murahan," sambung Rista dengan mata yang tajam menatap perempuan itu dari jauh. Jelas saja Rista tidak menyukai Selin. Karena perempuan itu pernah merusak hubungan Rista dan Rayen yang akhirnya membuat hubungan mereka menjadi putus beberapa bulan yang lalu.

"Mereka ngapain ya berdua diluar gini padahal udah jam pelajaran, apa yang mereka bicarakan?" kataku yang penasaran tentang apa yang sedang mereka perbincangkan di seberang sana.

Kepalaku mulai bertanya-tanya yang membuat pikiranku penuh. Sejak kapan Selin saling kenal dengan Kak Rafa? Jujur saja aku tidak suka Kak Rafa dekat-dekat dengan Selin. Terlebih lagi aku mengetahui sifat buruk Selin. Menurutku ia bukan perempuan yang baik-baik.

"Yuk ah mending kita cepet2 masuk ke kelas, pegel nih tangan gue bawa bukunya. Lagian gue muak liat muka tuh cewek." sahut Rista lalu aku mengangguk dan kami berjalan dengan sedikit berlari agar cepat sampai ke kelas.

-

Author p.o.v

"Maaf gue ngajak kak Rafa ket-" belum selesai perempuan itu bicara, Rafa sudah memotongnya.

"Langsung intinya aja deh. Lo ngapain ngajak gue ke sini?" tanya Rafa sambil mengangkat kedua tangannya di depan dada tanpa menatap Selin.

"Sebenarnya gue cuman mau nanya. Kak Rafa udah jalanin yg gue pinta kemarin 'kan?" tanya selin sambil mengangkat alisnya seperti ingin cepat-cepat meminta jawaban dari Rafa.

"Udah." jawab Rafa singkat.

Terlihat sudut bibir perempuan itu terangkat sempurna menunjukkan senyum sukses atas rencananya.

"Bagus deh kalo gitu." kata Selin.

"Itu aja yg mau lo tanya? Ck, gue kira penting bnget. Buang2 waktu!" Rafa menatap Selin dengan tatapan sinis. Lalu langsung melangkah pergi melewati Selin.

Perempuan itu langsung membalikkan tubuhnya tepat menghadap punggung laki-laki yang mulai berjalan menjauhinya itu.

"Kak, ingat. Itu baru permulaan!" suara Selin yang terdengar sedikit keras dan jelas di telinga Rafa, membuat laki-laki itu berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya kembali.

"Gue habis pikir sama jalan pikiran lo.
Apa selama ini lo sebego itu? Jangan lo pikir kita keluarga, lo seenaknya nyuruh gue!" tanya kak Rafa pada perempuan yang tak terlalu jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

"Kak. Lo ingat 'kan waktu itu gue juga pernah bantuin lo. Jadi, kita sekarang gantian. Gue bisa aja bilang yang se-"

"Oke, cukup! Gue muak sama ancaman lo." Rafa langsung berbalik dan melangkahkan kakinya lebih cepat menjauhi Selin.

Perempuan itu menyengir sambil menatap kepergian Rafa yang semakin menjauh darinya. Ia merasa mempunyai sebuah lampu untuk menerangi jalan dari rencananya.

**

Bell istirahat telah berbunyi. Kami bertiga langsung saja keluar dari kelas setelah guru itu keluar dari dalam kelas. Kami sangat semangat berjalan menuju ke kantin. Mungkin karena tak sabar bertemu Pak Yahya penjual makanan di kantin. Eh- ralat. Maksud aku makanannya, bukan Pak Yahya nya.

Langkah kamipun berubah menjadi pelan seketika mata kami bertemu dua orang laki-laki yang sekarang berjalan berlawanan arah dengan kami. Mereka berdua sekarang tepat di depan kami bertiga. Antar matapun saling menyorot satu sama lain. Berbeda dengan aku dan Raudah yang menatap dua laki-laki itu, Rista sebaliknya hanya menunduk tanpa menatap laki-laki yang tepat berada di depannya. Tak heran jika Rista tidak ingin menatapnya, karena dihadapannya sekarang adalah Rayen.

Farhan menatapku dengan wajah datar tanpa ekspresi. Kami bertiga melangkah ke sebelah kiri. Ternyata dua laki-laki itu pun sama-sama melangkah ke kiri. Merasa masih terhalangi kemudian sontak kami langsung melangkah ke sebelah kanan secara bersamaan. Sialnya lagi-lagi kami memilih langkah yang sama.

Akupun menatap mereka dengan tatapan sinis, terutama pada Farhan yang tepat di depanku. Farhan hanya mengernyit bingung dengan langkahnya yang serba salah. Rayen juga sedari tadi tampak bingung sambil menatap Rista yang hanya menunduk. Berbeda dengan Raudah yang menatap kami secara bergantian. Ia menjadi bingung melihat tingkahku dan Rista yang aneh. Yang satu seperti menyimpan kekesalannya. Dan yang satu lagi seperti menyimpan penyesalannya.

"Ya ampun.. Berasa sempit bnget sih, nih jalan!?" Raudah membuka suaranya dan ia mendengus kesal.

Ketika itu Rista langsung melangkah pergi dan berlari menjauh meninggalkan kami yang heran menatap kepergiannya, termasuk Rayen.

"Loh, Rista?! Lo kok main pergi aja?" teriak Raudah tak membuahkan hasil, Rista tetap saja berlari tanpa menoleh sedikitpun pada kami. Melihat Rista yang pergi begitu saja, entah mengapa Rayen juga berlari ke arah yang sama dan sepertinya ia mengejar Rista.

Aku hanya bisa menganga melihat Rista yang pergi tanpa sepatah katapun dan juga Rayen yang entah mengapa pergi menyusul Rista.

Tiba-tiba Farhan menangkap pergelangan tanganku. Sontak membuatku terkejut dan bingung dengan apa yang akan ia lakukan.

"Lo ikut gue," Farhan langsung menarik tanganku dan melangkah membawaku pergi tanpa meminta persetujuan dariku.

"Woy apa'an nih? lepasin! Lo mau bawa gue kemana?!" tanyaku sambil mencoba melepaskan tanganku darinya. Namun percuma, tenagaku tidak begitu kuat untuk melepaskannya.

"Eh- eh! kampret, lo ngapain bawa temen gue?!" teriak Raudah.

"Gue pinjem temen lo bentar," jawab Farhan tak kalah nyaring lalu wajahnya menyengir. Mataku langsung melototinya. Namun ia tidak bereaksi apa-apa. Ia masih menangkap tanganku dengan kuat dan entah kemana ia akan membawaku.

"Lah. Terus gue gimana?" tanya Raudah bingung.

"Rau, lo duluan aja ke kantin ntar gue nyusul," teriak ku dari jauh pada Raudah. Dan aku akhirnya semakin menjauh dan entah kemana laki-laki yang menangkap tanganku dengan erat ini akan membawaku.

Step By StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang