#part.4

38 4 0
                                    

Langit sore telah menampakan keindahan nya, senja yang entah keberapa kali nya yang Kanzza lihat di kota kecil ini, entah mengapa saat suasana seperti ini lah Kanzza lebih menyukainya, bahkan ia rela duduk di depan teras hanya untuk melihat keatas langit, aneh tapi kenyataannya memang seperti itu, ia tak perduli pandangan yang di tujukan oleh orang-orang yang berlalu lalang di depan tempat ia bekerja, baginya keindahan sore hari adalah kebahagiaan untuk Kanzza, dan ia tak akan rela kebahagiaan nya terlewatkan.

Drrtt.. Drrrtt.. Drrtt..!!!

Saat sedang asik melihat senja di langit, Kanzza merasa ponselnya bergetar, ia langsung membuka nya dan melihat nomor tanpa nama berkelip di layar ponselnya, ingin rasanya Kanzza tak menjawab panggilan telepon itu, akan tetapi ia berpikir ulang, bagaimana jika itu dari customer nya,? Tanpa pikir panjang Kanzza pun memencet tombol telpon warna hijau itu.

"Halo, iya,? Siapa ya,? " tanya Kanzza ramah.

"Ini saya dek, Army. Ini nomor ku, jangan lupa di save ya,! " jelas pemuda di balik telpon itu.

Kanzza yang mengetahui yang menelpon adalah Army tak sadar menyunggingkan bibirnya membentuk senyum yang Indah, pipinya merah dadanya berdetah kencang, entah kenapa ia merasa senang. Tak mau menunggu jawaban lama Kanzza pun melanjutkan perbincangan dengan Army pemuda dengan sejuta karisma itu.

"Ohh kak Army, iya kak nanti di save kok, hehe... " tawa Kanzza renyah.

"Iya deh, oh iya kamu lagi apa,? Aku ganggu dek,? " Tanya Army basa basi.

"Hehe ndak, lagi duduk saja di depan teras, lagi lihatin senja kak Bagus banget,." jawab Kanzza jujur.

"Ohh begitu, suka senja,? Mau lihat senja?  Tapi sayang tidak ada pantai disini. " lanjut nya sekena nya .

" kalau engga ada nggak usah di tawarin kak, nanti kesan nya jadi php wkwk. "

"Iya juga ya, wkwk ohya dek, maaf ya baru sempat ngabari soalnya tadi di kompi banyak pekerjaan yang harus segera di selesaikan, ini saja ada yang kurang, emm kamu tutup jam berapa,? "

" oh iya gak masalah kak, hee jam 9 malam kak, kenapa jadi,? " tanya Kanzza sambil masih asyik melihat langit.

"Oh kalau gitu aku ke tempat mu lagi ya, soa--" belum sempat Army menyelesaikan kalimat nya Lian sudah mengode untuk menyudahi percakapan karena waktu maghrib sudah tiba waktunya menunaikan sholat serta menutup sementara tokonya.

"Emm kak, maaf ya udah mau maghrib, aku tutup dulu soalnya mau sholat. Ini juga sekalian mau tutup kios sebentar nanti buka lagi habis sholat maghrib, gapapa kan ya,? " tanya Kanzza pelan.

"Oh iya dek, tidak apa, nanti kalau waktu ku sampai aku ke tempat mu, ada yang mau di gandakan tapi kalau ndak bisa sudah besok saja, yaudah kalau gitu sampai ketemu lagi ya dek, seneng bisa ngobrol sama kamu, "

"Oh iya kak, sama-sama, yaudah Kanzza tutup ya kak, Assalamualaikum.. " pamit Kanzza.

"Wa'alaikumussalam dek. " jawab Army sambil memencet tombol merah di ponselnya.

Akirnya percakapan itu berhenti sampai di situ. Kanzza sibuk dengan aktivitas menutup tokonya sedangkan Army, pemuda itu ternyata sedari tadi memperhatikan Kanzza dari kejauhan. Ia sebenarnya tidak sedang di kompi, dia sedang ada di luar untuk bertemu dengan sang komandan karena sudah ada janji, bahkan sedari tadi pun Army bebas memperhatikan tingkah laku Kanzza yang sedang melihat awan, bagi Army itu sangat unik mungkin itu yang menjadi salah satu alasan mengapa Army lelaki berumur 26 tahun itu tertarik pada Kannza gadis yang sebentar lagi menginjak usia 18 tahun itu.

Setelah di rasa cukup memandangi sang gadis gembul itu, Army langsung menuju tempat sang komandan guna menyelesaikan urusannya, ia mengendarai sepeda motor kesayangannya sambil bersenandung gembira.

Selain itu ditempat yang lain namun masih dalam kota yang sama, ialah Kanzza sedang terpergok Lian sang patner kerja sedang senyum-senyum tanpa sebab agaknya Kanzza sudah mulai merasakan debar debar Asmara.

"Hemm, mulaikan penyakit gila nya?!  Ati-ati nduk, kamu ini masih muda loh ya, jangan suka senyam-senyum sendirian sholat sana biar sadar! " goda Lian pada Kanzza.

"Iihh apaan sih mbak Lian mah, wong temenya lagi seneng koo malahan doane jelek gitu, mbok doa ki sing buagus ngono loh, " protes Kanzza dengan wajah kesal tapi lucu, yang membuat Lian tertawa dan mendorong Kanzza

"Udahh sana sholat dulu,! " perintah Lian.

"Iya ini lagi mau sholat sih. " jawab Kanzza sambil masih senyum mengingat percakapan nya dengan Army tadi di telepon.

Setelah selesai mengerjakan sholat Magrib, Kanzza dan Lian pun sedang asik duduk santai di lantai sambil menunggu waktu untuk buka kiosnya kebetulan jam masih menunjukan pukul 18.10 WIT. Itu artinya, mereka masih punya waktu beberapa menit untuk bercerita dan mengistirahatkan badanya.
Mereka asik bercerita dan membahas apapun yang ingin mereka bahas.

"Hehe mbak Lian,... " suara manis Kanzza mengawali percakapan.

"Hmm, apa,? " cuek sambil sibuk dengan layar ponselnya.

"Ish, lihat dulu... " rengek Kanzza seperti anak kecil.

"Ish,,, malas. Paling juga tentang Army. Iya to,?? " timpal Lian sambil melihat Kanzza malas.

"Hehe...  Tau aja mba Lian mah, emm salah engga sih mbak,?  Tapi rasanya terlalu cepat, " Kanzza bercerita.

"Nggak ada yang salah sih, namanya juga perasaan, kita nggak ada kuasa buat ke sana Za, ya ati ati aja, semoga dia emang tidak ada niatan untuk menyakitimu. " jelas Lian serius.

"Aminn semoga saja mbak, dia chat aku mbak, ngajak jalan tapi aku takut izin sama Mbah ku ..." Kanzza khawatir.

"Coba suruh dia, buat izin sendiri sama Kakek mu berani tidak,?  Kalau emang dia beneran serius dengan perasaannya ya pasti dia berani. " tantang Lian pada Kanzza.

"Emm, iya ya coba deh mbak.. Bentar... " katanya sambil membalas pesan dari Army. Belum ada lima menit pesan itu terkirim nama pemuda itu sudah berkelip di layar ponsel milik Kanzza.
"Dia telpon mbak.. " adu Kanzza agak gugup sambil melihat Lian yang berbisik 'ang-kat' ucapnya tanpa suara.

"Assalamualaikum, iya kak gimana,? " tanya Kanzaa.

"Kenapa dek, tidak mau jalan sama saya,? " tanya Army dibalik telpon.

"Emmh, bukan gitu tapi mbah ku.. Anu. Em.. " kata Kanzza ragu.

"Ohh masalah itu, nanti biar saya yang minya izin di kakek mu, bila perlu saya jemput kamu. " kata Army tegas. Seketika Kanzza tersenyum tenang.

"Gimana dek, boleh?  Dekk..  Dek Kanzza!!  Dek!  Haloo masih di sana kah dek,?! " tanya Army khawatir karena tidak ada jawaban dari sang lawan bicara.

"Ehh, iya kak, aduh!  Maaf,  iii-iya kak, " jawab Kanzza grogi

"Iya apa,?  Yaudah besok saya jemput sms-in saja alamat mu ya dek.! "

"Iya kak, kakak yakin?  " tanya Kanzza sekali lagi.

"Ohh jadi kamu meragukan tentara ya?  Hmm awas ya!  Kalau ketemu kaktak cubit! " ancam Army manis.

"Ehhh bukan begitu, ahh ya sudah lah. Oke nanti Kanzza sms-in alamatnya deh hehe" kata Kanzza tak kalah manis.

***

Akhirnya perbincangan mereka berakhir karena Kanzza dan Lian harus melanjutkan pekerjaannya membuka rolling door dan melakukan aktivitas pekerjaan seperti biasanya.

Metafora Gadis DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang