2. Yang Selalu Ku Inginkan

415 45 4
                                    

.
.
.
.
___________________________________

"Jika aku mencintaimu, hatiku lah yang berurusan. Dan kalau kamu nggak suka, itu menjadi urusanmu untuk tidak melibatkan hatimu."
___________________________________
.
.
.
.


**
.

"Gimana sayang? Paketnya udah sampai?"

Aku memindahkan ponsel dari telinga kanan ke telinga kiriku, menyimpan tas selempangku dan meletakkannya di samping saat aku mulai menduduki salah satu kursi kayu di luar halaman Masjid yang berseberangan dengan kawasan parkir.

"Udah Ma, paket kiriman Mama udah sampai tadi pagi."

"Udah Tata bongkar belum?"

"Udah dong, semua makanannya udah Tata masukin kulkas, selimut sama bed cover juga udah Tata masukin lemari."

Aku mendengar suara helaan napas Mama dari seberang sana, dan aku sudah bisa menebak apa yang akan Mama katakan selanjutnya.

"Maafin Mama ya, Ta. Mama nggak sempet jengukin Tata di sana. Padahal jaraknya nggak jauh, tapi Mama sama Papa selalu nggak sempet jengukin Tata."

Tepat seperti dugaanku.
Mama pasti berkata begitu.

Aku memindahkan kembali ponsel dari telinga kanan ke telinga kiriku saat dari sudut mataku aku melihat seseorang yang datang memasuki gerbang Masjid.

"Nggak apa-apa Ma, Tata udah gede, bisa jaga diri. Mama sama Papa nggak usah khawatir, lagian bulan kemarin 'kan Mama sama Papa udah ke sini jengukin Tata."

Sambil mendengarkan suara helaan napas Mama, kedua mataku mengikuti sosok yang baru datang itu dan memperhatikan saat ia duduk di salah satu anak tangga dan melepas sepatu serta kaus kakinya di sana.

"Terus kapan Tata ada waktu buat pulang ke Bandung?"

Sosok itu bangkit berdiri dan menarik celana jeans nya ke atas setelah menyimpan sepatunya di pinggir teras batas suci, ia kemudian mulai melangkah memasuki bagian dalam Masjid dan menghilang dari pandanganku.

Aku menghela napas sambil menatap jam tanganku.

"Kayaknya minggu-minggu ini belum bisa, Ma. Tata lagi banyak tugas praktek sama tugas kelompok. Mungkin bulan depan kalau nggak ada halangan Tata pulang."

Aku menyelipkan sebagian rambutku yang berantakan tertiup angin ke belakang telinga.
Setiap kali membahas hal ini, aku selalu dilanda perasaan rindu dan bersalah.

Aku tahu, Mama dan Papa selalu menunggu kepulanganku, dan akupun mengharapkan hal yang sama. Tapi kegiatan belajarku di sini membuatku tidak bisa seenaknya pulang pergi ke sana. Aku memiliki banyak tugas dan aktivitas yang sudah menjadi kewajibanku di sini. Dan aku sangat bersyukur karena kedua orang tuaku memberikan kepercayaan penuh kepadaku.

"Ya udah kalau gitu, Mama doain semoga semua tugas Tata lancar dan semoga Tata sehat-sehat aja di sana."

"Iya Ma, makasih. Mama sama Papa juga sehat-sehat ya di sana. Titip salam buat Papa, bilang ke Papa jangan suka galak-galak ke muridnya, mereka jadi suka ngadu ke Tata."

"Hahaha.. iya iya, nanti Mama bilangin. Sekarang Mama tutup dulu ya teleponnya."

"Iya, Ma."

"Assalamu'alaikum."

ATHAR [Destiny Series 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang