6. Apakah Ini Mimpi, Pak?

101K 8.3K 671
                                    


Saya orangnya mudah menerima kenyataan, Pak. Tapi kalau kenyataannya itu Bapak, saya pikir-pikir lagi deh. – Audi

***

"Arlinooo!" Audi berteriak. "Kok lo ogeb banget sih jadi manusia? Huhu."

Arlino yang menerima perlakuan KDRT dari Audi hanya bisa pasrah rambutnya dijambak dengan brutal. Milla, yang berdiri di depan manusia yang suka bertengkar itu, hanya diam sambil bersedekap. Ia tidak mau capek-capek melerai dua orang yang tidak bisa berhenti bertengkar itu.

Untung saja saat itu masih sangat pagi, jadi tidak ada orang lain yang menegur kelakuan mereka. Jam setengah tujuh. Mereka bertiga sudah rajin duduk di depan ruang administrasi jurusan. Padahal pegawai cleaning service saja masih sibuk mengepel lantai ruang jurusan itu. Bahkan saking rajinnya, Audi juga sudah marah-marah pada Arlino.

"Kalau Si Bapak tahu gimana coba? Lo mau tanggung jawab gantiin posisi gue?" desis Audi frustasi.

"Maaf, Di. Gue gak tahan soalnya," cicit Arlino. Mencuri pandangan takut ke arah Audi.

"Udah, Di. Kayanya Si Bapak juga gak tahu, kok. Lo tenang aja," akhirnya Milla buka suara setelah selama ini bungkam.

Audi menghembuskan napas kasar.

Jadi, pagi ini Arlino sudah membuat ulah. Foto yang pernah Audi bagikan untuk kedua sahabatnya -foto Pak Rezvan yang sedang kencan dengan seorang wanita, disebarkan di grup gosip Arlino.

Grup gosip milik Arlino ini isinya unfaedah semua. Anggota-anggotanya juga tidak ada yang jelas, semua adalah makhluk tak kasat mata yang suka menyebarkan gosip terpanas di jurusan bahkan sampai tingkat universitas. Nah, kalau Arlino ini rajanya gosip, maka ada satu pasangannya. Si Ratu gosip ini punya relasi yang luas. Ia juga yang turut menyebarkan foto itu di grup angkatan kelas.

"Maaf ya, Di?" bujuk Arlino, mengeluarkan jurus senyuman mautnya yang membuat Audi semakin ilfeel.

"Iya. Iya. Gue maafin. Sekarang stop senyum-senyum kaya om-om girang gitu," sembur Audi.

Arlino dan Milla tertawa melihat sahabatnya ini.

"Aduh, lo kelamaan gaul sama mas sado omongannya jadi sebelas dua belas gitu, ya?" Milla memanas-manasi Audi.

Audi menatap galak Milla. "Sembarangan. Dikira gue bahagia apa sama sumbu kompor itu."

"Hahaha. Ati-ati, bisa-bisa lo kepincut sama sumbu kompor beneran," kata Arlino.

"Eh, Si Bapak ganteng datang tuh," Milla menunjuk ke arah yang dibelakangi oleh Arlino dan Audi.

Benar saja. Sebuah mobil Nissan March putih baru saja parkir di parkiran khusus dosen teknik kimia. Beberapa saat kemudian, Rezvan turun dari mobil. Pagi ini dia memakai kemeja biru langit dan celana bahan hitam. Tak lupa sepatu hitamnya yang mengkilat. Meski dilihat dari jarak yang lumayan jauh, aura Rezvan tetap terasa. Audi jadi malu kalau mengingat ia pernah satu mobil dengan Rezvan.

"Subhanallah, ganteng banget calon imam," ujar Milla yang sepertinya terhipnotis oleh kehadiran Rezvan.

Audi yang kesal dengan ucapan Milla, segera memukul lengan Milla agar sahabatnya itu sadar dari jeratan setan. Tapi jauh dalam hatinya, Audi juga mengamini kalau pagi ini Rezvan kelihatan lebih bercahaya dari sebelumnya.

Rezvan mengunci mobilnya setelah selesai mengambil ransel miliknya. Ia berjalan dengan santai menuju arah ketiga orang yang pandangannya tidak bisa lepas dari sosok Rezvan.

"Selamat pagi, Pak," sapa Arlino dan Milla berbarengan ketika Rezvan lewat di hadapan mereka.

"Pagi," balas Rezvan. "Kalian berdua ngapain pagi-pagi sudah di sini?" tanya Rezvan heran.

Dosen PembimbingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang