18. Karena Kamu Audiar

76.8K 6.7K 154
                                    


Saya tidak perlu orang lain. Cukup kamu saja.

***

Audi memang belum pernah merasakan yang namanya sidang pendadaran sebelumnya. Tapi, ia yakin rasanya tidak semenegangkan disidang langsung oleh Dewa Dosen seperti ini.

Audi dan Rezvan dipanggil langsung oleh Dewa Dosen untuk menjelaskan segala kekacauan yang tiba-tiba saja datang. Baru pertama kali dalam sejarah mengajarnya, ada kejadian aneh seperti ini. Hubungan lebih antara dosen pembimbing dengan mahasiswi yang dibimbingnya. Dewa Dosen percaya kalau Rezvan maupun Audi tidak mungkin bertindak yang tidak wajar. Tetapi rumor di jurusannya sudah tidak bisa dibuktikan lagi keabsahannya.

"Kamu tahu kenapa saya panggil ke sini, Saudari Audiar?" tanya Dewa Dosen dengan suara berat dan dalam.

Audi yang sudah susah menelan air liurnya sendiri, langsung berkeringat dingin ketika mendengar Kaprodinya tersebut mulai angkat bicara. Padahal suhu ruangan sudah di bawah 20 derajat celcius.

"Tahu, Pak," jawab Audi sambil mengangguk.

Rezvan yang duduk di sampingnya diam-diam menggenggam tangan Audi erat. Menyalurkan perasaan hangat dan ungkapan kau-baik-baik-saja kepada Audi. Audi melirik sekilas ke arah genggaman tangan Rezvan dan tersenyum kecil.

"Bagaimana menurut Saudari kalau begitu?" tanya Dewa Dosen.

Tatapan Dewa Dosen bisa Audi rasakan walau dia terus menunduk. Rezvan mengelus tangannya yang digenggam dengan ibu jari. Berusaha menenangkan Audi.

"Saya rasa tanpa perlu dijelaskan, semuanya sudah jelas, Pak Harun," ujar Rezvan santai, tak ada ketakutan dalam dirinya. "Semuanya sudah saya katakan kepada Bapak. Kenapa Bapak tidak percaya?"

Kali ini ganti Dewa Dosen yang merasa gugup diberi pertanyaan seperti itu oleh Rezvan. Hatinya sebenarnya kesal diperlakukan tidak sopan oleh rekan kerjanya yang terbilang masih junior itu. Tapi mau bagaimana lagi, Rezvan memang jauh lebih hebat daripada dosen lain di jurusannya itu.

"Tapi Audiar belum mengatakannya pada saya secara langsung, Pak Rezvan," ujar Dewa Dosen mencoba membela diri.

Audi yang merasa dijadikan alasan oleh Dewa Dosen, langsung panik. Ia tahu jika ia salah bicara maka pilihannya ada dua. Sidangnya terancam atau karir Rezvan selesai.

"Bapak mau keterangan apa lagi?" tanya Rezvan dingin.

Dewa Dosen menatap Rezvan lekat-lekat. "Apa penyelesaian kamu untuk masalah ini?"

Rezvan terdiam.

Audi juga diam.

Mereka berdua sama-sama tidak tahu harus berbuat apa. Bagi Rezvan, prioritasnya saat ini adalah menjaga Audi. Tidak mengizinkan hal sekecil apapun mengganggu studi kekasihnya itu. Sedangkan bagi Audi, ia hanya ingin masalah ini cepat selesai dan kehidupan Rezvan kembali seperti semula.

"Tidak bisa jawab, kan?" kata Dewa Dosen dengan nada mencela. "Kamu pikir ini masalah kecil, Rezvan? Tidak. Kamu salah besar!"

Audi nyaris jatuh dari kursi saking kagetnya ketika Dewa Dosen tiba-tiba beranjak dari singgasananya dan berjalan ke arah Rezvan. Audi reflek melepaskan genggaman tangan Rezvan. Rezvan sendiri tidak sempat menahan Audi, ia mengalihkan fokusnya ke arah Dewa Dosen yang sudah berdiri di hadapannya.

"Rumor tidak sedap berhembus di jurusan. Semua orang menggosipkanmu. Seorang dosen terpelajar memperdayai mahasiswi bimbingannya. Seorang mahasiswi menggoda dosennya," Dewa Dosen berkata tanpa mengambil napas. "Kalian pikir dari mana semua berita itu berasal?"

Dosen PembimbingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang