chapt ini, pake POV nya Dara ya.
Aku tersenyum simpul di depan cermin. menatap rambut baruku yang berubah lurus. "Gue cantik kan, Ra?" kutanya sahabatku dengan senyuman yang kata orang sih, manis.
Kelewat manis, deh.
Rara mengangguk. "Lo selalu cantik, Ra!" gombal, atau apa?
Rara ini, selalu saja membuatku -setidaknya memiliki satu alasan untuk tetap percaya diri.
Aku tersenyum simpul mendengar jawaban itu. "Iyalah, gue tau! Hehe" kujawab pujiannya dengan percaya diri sambil mengangkat daguku angkuh.
Rara terkekeh.
"Yee dasar!" ledeknya.
Aku lapar. Rasanya, aku ingin sekali memakan sea food. Sudah lama aku tak memakan beraneka jenis ikan.
Atau hanya perasaanku, saja, ya?
"Makan, yuk?"
Kulihat dia seperti orang yang sedang berpikir. Lalu kemudian mengimbuhkan, "Mau makan apa? Gue belum sempet masak, Ra!" jawab Rara sedikit tak enak. Karena memang hari ini jadwalnya Rara yang memasak.
Tinggal di satu atap yang sama tanpa orang tua yang menemani, memaksa aku dan Rara untuk hidup mandiri. Kami usahakan melakukan semuanya sendiri. Kami usahakan untuk tidak merepotkan orang lain.
Termasuk memasak.
Kami menerapkan jadwal untuk memasak. Satu hari aku satu hari dia. Dan kebetulan, hari ini jadwalnya sahabatku itu.
Aku mengumam sebentar. "Makan di luar, deh, yuk?" ajakku akhirnya yang tak betah melihat wajah bersalahnya.
Lagian, aku sudah berniat pergi ke restoran sea food, kok.
Diam sebentar, lalu menjawab semangat. "Boleh! Bentar ya pake kaos kaki dulu." ujar Rara sambil beranjak.
Sahabatku ini, riweuh sekali. Tapi, jujur, aku sangat bersyukur dipertemukan dengan sahabat macam dia. Asal kalian tahu, ya, Rara itu galaknya minta ampun!
Wajahnya yang terlihat judes semakin didukung oleh mata belo nan setajam elangnya. Ketika dia marah, jago, orang yang sedang menghadapinya tidak merasa terintimidasi.
Tatapan matanya itu, loh, mengerikan!
"Yuk!" tanpa mendengar suara langkah kaki sebelumnya, sahabat yang menurutku kecantikannya dua kali lipat dariku itu tiba-tiba saja berada di depanku.
Aku mengangguk singkat.
❄❄❄
"Aww!" aku meringis ketika ada seseorang yang jelas berbadan lebih besar dariku, menabrakku. Aku terjengkang ke belakang sampai telapak tanganku bertubrukan dengan tanah.
Masih menunduk, aku mengusapi telapak tanganku yang sedikit kotor. Lecet, ya?
Tak mendengar permintaan maaf si penabrak, aku mendongak. tertegun sejenak kemudian tersenyum lebar. "Fajar? Hei, lama gak ketemu kamu!" ujarku riang seakan masalah hatiku yang terus disakiti tidak pernah terjadi.
Aku berusaha untuk tetap tenang. Tidak terpancing emosi ketika kelebatan bayangan dimana ia menyakitiku kembali membuat amarahku memuncak.
"Ngh.." lelaki itu menggumam. "Iya, kamu apa kabar?" ia bertanya canggung. Kenapa, ya? Padahal, aku sudah berusaha mati-matian untuk menahan segala gejolak amarah yang sudah mendidih di ubun-ubun ini.
Masih tersenyum lebar, aku mengangguk. "Baik. Kalo kamu?"
Tenang, Dara.
Aku ingin menunjukkan bahwa, walau tanpanya, gadis cantik sepertiku akan tetap baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang kamu (√)
General Fictioningatkah satu hal? bahwa aku hanyalah perempuan biasa yang tak selamanya kuat. aku hanyalah perempuan biasa yang tak selamanya tangguh. aku hanya perempuan biasa, bahkan sangat biasa. ada satu waktu dimana aku akan merasakan rapuh. jatuh sejatuh j...