"Cepet!" Rava berdecak. Dia menatap sahabatnya sebal. Tidak bisa diandalkan sekali. "Raranya keburu dateng. Lelet banget sih!"
"Gak tau diri lo, emang! Udah dibantuin tetep aja ngomel kayak emak-emak!" Irfan mendengus kesal. Dirinya buru-buru berlari mencari korek untuk menyalakan lilinnya.
Rava membagikan papan berbentuk segiempat bertuliskan satu persatu huruf dari kata 'happy birthday' kepada tiga belas orang di kantin yang sudah dia sogok -akan ditraktir sepuasnya.
"Kalian harus kompak ya! Gue gak mau tau pokoknya harus berhasil!"
Mereka hanya mengangguk. Melakukan pekerjaan mudah, dengan imbalan traktiran sepuasnya -yang bahkan bisa dibungkus untuk di rumah- tentu hal yang paling anak sekolah cari.
Tidak sedikit yang memiliki uang saku pas-pasan. Jadi untuk melakukan hal ini, kenapa tidak? Toh, kebanyakan dari mereka juga menyukai sosok Rara.
Tentunya tidak merugikan.
Rava menunjuk sepuluh orang yang membawa bunga untuk segera bersiap-siap sesuai posisi. Dia itu heboh sekali. Seperti mempersiapkan presiden datang ke rumahnya.
Yang membawa bunga mengangguk. Pergi ke tempat-tempat yang telah disiapkan. Irfan sudah menyalakan lilin diatas blackforest dua tingkat yang sudah Rava bayar sejak dua minggu yang lalu. Pembuat blackforest yang sudah diwanti-wanti kemarin, agar hasilnya bisa memuaskan. Rava ingin memberikan yang terbaik.
Tadi pagi, Irfan memberi solusi. Karena Rava bingung harus menyiapkan kejutan seperti apa dan dimana, Irfan tiba-tiba mencetus ide yang Brilian.
Irfan membuatkan kopi yang sudah dicampur dengan obat sakit perut pada pak Andi -Guru yang seharusnya mengajar ketika pelajaran kedua-. Agar beliau tidak masuk dan teman kelasnya bisa menyiapkan kejutan di jam pelajaran sebelum istirahat.
Dan benar saja, pak Andi bolak-balik kamar mandi dan akhirnya tidak masuk kelas. Mengetahui hal itu, Rava langsung menyuruh teman sekelasnya untuk membantunya membuat kejutan. Tak apalah membuat dosa sesekali, tidak terus menerus mencetak prestasi.
Semuanya karena Rara. Walaupun dia sendiri tahu cara ini bukanlah cara yang baik.
Tunggu.
Itu.. Brilian, heh?
Rava sempat tertawa mengingat kejahilannya. Dia tidak menyangka akan berbuat hal se'kejam' itu pada gurunya.
Semua telah disiapkan. Tinggal beberapa menit lagi sampai bel istirahat berbunyi. Jantungnya berdegup kencang, semoga saja ini akan berhasil.
🌟🌟🌟
Rara berjalan di sepanjang koridor bersama Dara. Mereka ingin ke kantin. Memakan bakso untuk menyelamatkan perutnya yang lapar. Seperti orang Indonesia kebanyakan, bakso adalah makanan yang mereka favoritkan.
Rara mengerutkan dahi bingung ketika salah satu siswi memberinya bunga sambil memgucapkan selamat ulang tahun. Sepuluh langkah kemudian, datang siswa lain yang melakukan hal sama. Semua terjadi berulang sampai dia berada di sepuluh langkah terakhir sebelum kantin.
Dara ikut bingung, dia mengambil salah satu bunga di tangan sahabatnya. "Wangi banget lagi, Ra. Ada yang aneh, gak, sih?"
Rara menerima sepuluh bunga mawar putih di tangannya dengan perasaan campur aduk. Apakah benar, seluruh siswa di sini merayakan hari jadinya?
Aneh sekali.
Beberapa detik kemudian, Rara semakin bingung ketika ada belasan siswa yang memegang papan bertuliskan happy birthday. Disusul lima orang dengan Rava di tengah-tengahnya yang membawa blackforest.
Rava tersenyum manis, dia menghampiri Rara yang masih bingung. Menyanyikan lagu ulang tahun dengan suara lembutnya.
Dara sudah mesem-mesem sendiri. Malah dia yang salah tingkah, sedangkan Rara masih diam tidak mengerti.
Happy birthday to you.. Happy birthday to you.. Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you..
Rara menutup mulut takjub. Matanya berkaca-kaca. Tidak menyangka semua rentetan hal aneh yang ia alami barusan adalah rencana mantannya.
"Make a wish, Ra." Rava menyodorkan blackforestnya. Mengulas senyuman semanis gula. "Happy birthday, Ra. Aku gak pernah berenti do'ain kamu. Semoga segalanya... Yang terbaik buat kamu, ya, Ra."
Masih speechless, Rara hanya mengangguk singkat. Dara di sampingnya menepuk kedua pipinya yang merona. Kenapa... Malah Dara yang baper?!
Ini tidak bisa dibiarkan. Jika Rava semanis ini, tidak menutup kemungkinan Rara akan kembali jatuh cinta pada cowok itu. Sekarang saja, hatinya sudah tak karuan. Dag dig dug teu puguh.
Mengerjap, Rara menggiling baju bagian lengannya sedikit. Menerima kue yang disodorkan Rava, lalu beranjak ke salah satu meja. Meminjam pisau ke salah satu pedagang camilan, lalu kembali ke meja.
Rara melambaikan tangannya mengajak Dara dan Rava yang masih di tempat. Memotong beberapa bagian, kemudian dia asongkan pada sahabatnya, Rava, dan hampir pada seluruh siswa yang berada di sana.
Rara tersenyum.
Bahkan ini lebih manis dibanding sweet seventeen-nya.
Sebenarnya, dia tidak pernah berharap ulang tahunnya akan dirayakan. Karena sedikit banyak Rara tahu apa hukumnya di dalam Islam.
Dia tidak pernah menyangka ulang tahunnya kali ini akan menjadi tahun paling berkesan.
Walau tanpa orang tua.
"Rav.." Rara menatap Rava lembut. Berkedip dua kali, lalu tersenyum simpul. "Makasih, udah inget ulang tahun gue dan repot-repot bikin kejutan kayak gini. Gue seneng. Seneng banget."
Rara meletakkan garpu beserta kuenya ke atas meja.
"Gue gak pernah nyangka bakal dikasih kejutan semanis ini. Kalo lo emang niat bikin surprise buat gue, lo berhasil. Buktinya gue seneng banget."
Rara mengerjap beberapa kali, menghindari tetesan dari matanya yang hampir keluar. Menangkupkan tangannya di depan dada lalu meneruskan, "Gue ngerasa spesial. Apalagi kejutan lo melibatkan banyak orang."
Rara menatap satu persatu siswa yang ikut andil dengan sorot haru. "Makasih kalian juga udah mau repot-repot gini."
Yang lain ikut berkaca-kaca.
"Ra.." Rara menggenggam tangan sahabatnya yang ada di meja. "Gue belum sempet ngucapin makasih atas kejutan semalem. Padahal, lo ngasih kejutan atau engga, lo tetep sahabat gue. Ngasih kado atau engga, lo tetep temen terbaik gue. Ngucapin happy birthday atau engga, lo tetep keluarga gue. Makasih, udah nemenin gue kurang lebih tiga tahun ke belakang. Maaf, kalo gue belum bisa jadi sahabat yang baik buat lo. Jatah hidup gue berkurang, maka dari itu, gue minta maaf atas segala salah yang pernah gue lakuin." Rara kembali menatap seluruh sudut kantin. "Gue minta maaf juga sama kalian semua."
Beberapa ada yang menangis. Walaupun mereka bisa dibilang tidak akrab dengan Rara, tapi mereka bisa merasakan bahwa Rara memang orang yang tulus.
Dara mengusap airmatanya. Dia terisak pelan sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. sebal pada sahabatnya karena seharusnya moment ini diisi dengan tawa, bukan dengan tangis.
Salah satu siswi maju membawa tissue dengan terburu. Rara... Mimisan lagi.
Sedetik setelah siswi itu sampai di samping Rara, gadis itu langsung ambruk.
Rara pingsan lagi.
🌟🌟🌟
Lama banget ya, ga posting cerita. Haduh, maaf. Aku lagi stuck banget nih.
Enjoy, dear😊
24082018Salam
Erika_G
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang kamu (√)
General Fictioningatkah satu hal? bahwa aku hanyalah perempuan biasa yang tak selamanya kuat. aku hanyalah perempuan biasa yang tak selamanya tangguh. aku hanya perempuan biasa, bahkan sangat biasa. ada satu waktu dimana aku akan merasakan rapuh. jatuh sejatuh j...