Sona PoV

880 29 6
                                    

Lagi dan lagi, aku malas sekali berangkat ke sekolah. Kuangkat badanku dengan penuh kemalasan. Ahk! Malas sekali rasanya. Bibir manyun, muka kusut, matapun masih mengantuk. Setelah membereskan diri dengan berat hati, aku akhirnya sampai di sekolah.

Brugkh! Aku menghempaskan tasku diatas meja.

"Udah jelek, sok cemberut lagi!" Ledek Magatha.

"Iya, masih pagi kok udah kusut?" Timpal Arfie.

"Gak apa-apa, cuma gak mood aja." Jawabku.

Tak lama kemudian bel masukpun berbunyi. Guru-gurupun mulai mengajar murid-muridnya. Tapi ada yang aneh kenapa Pak Arifin belum sampai juga ke kelas kami? Padahal Pak Arifin selalu on time.

"Tumben bapak lo telat masuk?" Tanyaku pada Maga.

"Maksud lo?" Balas Maga dengan cemberut.

"Hush! Jangan berisik!" Ujar Feno.

"Eleh, gak usah ikut campur deh!" Protesku.

Tiba-tiba Pak Arifin datang. Ia tak sendirian, ada seorang murid cowok dibelakangnya.

"Ih ada murid baru..." Kata Arfie.
Aku tak menggubris kata-kata Arfie. Kupandangi wajah cowok itu, nampaknya dia itu adalah anak yang kalem. Pak Arifinpun menyuruh anak baru itu untuk memperkenalkan diri.

"Pagi semuanya..." Sapa cowok itu. Namun malang, tidak ada satupun orang yang menjawab.
"Ehm, perkenalkan nama saya Stevio Immanuel. Saya pindahan dari kota Batam." Masih tidak ada reaksi dari seisi kelas.
"Saya harap teman-teman mau berteman dengan saya. Terimakasih." Setelah itu ia langsung duduk diseberang kananku.

"Aku Arfie, cewek paling manis disini." kata Arfie sambil menjulurkan tangannya kearah Stevio.

"Ooh, aku Vio."

"Aih, gaya lo pake kata 'aku' bikin gue geli! Hahaha"

"Lo kenapa Na? Iri ye? Wek." balas Arfie.

Stevio hanya tersenyum melihat tingkah kami. Setelah dipandang secara dekat ternyata Stevio itu orangnya manis juga.

"Eh, kenalin nama gue Sona Annie." kataku sambil tersenyum padanya. Ia hanya mengangguk dan tersenyum. Setelah itu suasana kelas berubah hening. Maklum, pelajaran yang paling wow ini sanggup mengatupkan bibir semua murid. Ya! Apalagi kalau bukan pelajaran Matematika.

❤❤❤

Lima jam belajar di sekolah membuatku merasa sangat bosan. Akhirnya, jam pelajaran usai dan murid-murid dipulangkan. Berjalan menyusuri koridor sekolah, aku bertemu dengan Reyhan, pacarku. Reyhan langsung menggandengku menuju parkiran.

"Lo gak pulang bareng Maga?" tanya Feno di parkiran.

"Cie-cie... Nanyain Maga niye... Maga pulang sendiri, katanya dia mau nenangin diri."

"Emangnya dia kenapa?"

"Mau tau ya? Tanya aja sendiri!" ledekku. Feno hanya mendengus kesal. Menurutku Maga itu beruntung karena ia bisa mencuri perhatian si cowok keren ini.

"Na, kita pulang sekarang?" Tanya Reyhan.

"Ya iyalah Han, masa besok sih?" Rungutku

"Haha, gak usah cemberut gitu juga kali..." kata Reyhan sambil mencubit pipi kananku.

"Auw." ringisku. Aku terkekeh melihat tingkah Reyhan itu. Rasanya semakin hari dia semakin romantis kepadaku. Motor Sona bary melaju sekitar dua meter dan tiba-tiba berhenti karena suara seseorang.

"Dagh Sona, hati-hati ya!" teriak Stevio.

"Eh Vio, iya-iya!" jawabku sambil memasang senyum kecut. Setelah itu Reyhan kembali melajukan motornya. Tiba-tiba Reyhan menghentikan motornya dan merogoh saku celananya. Ia mengambil ponselnya yang sedang berdering. Ternyata ada panggilan yang masuk.

"Siapa Han?"

"Ehm, ini nih mama aku, mamaku minta dijemput. Jadi gimana dong? Kamu pulang sendiri aja ya?"

Yah nyebelin banget sih si Reyhan ini! Masa aku diturunin ditengah jalan? Sial!
"Ya udah deh, gak apa-apa." ujarku dengan sangat kesal. Aku kira Reyhan akan merayuku agar tidak cemberut, tapi ternyata ia langsung nyelonong pergi. Aku mendengus kesal. Reyhan memang makin romantis, tapi dia juga sudah jarang berduaan denganku. Aku mengomel dan menendang batu disepanjang jalan. Entah apa yang ada dipikiranku saat ini hingga...
CEKHIT... Sebuah motor berhenti disebelahku.
"Vio?"
Ia hanya tersenyum lalu turun dari motornya.
"Ada apa?" tanyaku.

"Ehm, kok kamu disini" ia malah bertanya balik.

"Aku diturunin ditengah jalan."

"Kasihannya..." dia bilang kasihan tapi tampangnya sedikitpun tidak menyiratkan rasa kasihan.

"Butuh tumpangan?" tanyanya.

"Butuh." dengan spontan kata itu keluar tanpa kusadari.

"Oke, yuk!"

Aku hanya menggaruk kepalaku yang tidak gatal lalu segera naik ke motornya.
Huft, Sona... Sona...!

❤❤❤

Semoga ada yang baca ya Tuhan... Ini karangan jaman SMK yang bersemi kembali. Typo sana-sini mohon dimaafkan😂

Te Amo Vio (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang