Stevio PoV(3)

217 10 4
                                    

Aku sengaja memberi pelukanku agar Arfie merasa sedikit terhibur. Hanya itu niatku. Aku tidak menaruh perasaan sedikitpun pada Arfie. Tapi aku melihat ada hal yang berbeda pada Sona waktu itu. Ia terlihat seperti orang yang sedang cemburu. Apakah aku salah sangka? Jangan-jangan Sona juga suka padaku? Tapi kenapa akhir-akhir ini ia menghindar dariku? Aku harus mencari info dari sahabatnya! Ya benar!

"Hai, boleh gabung?" tanyaku pada Maga dan Feno.

"Ah elo ganggu aja!" protes Feno.

"Hahaha." tawa Maga.

"Maga, gue mau tanya sesuatu..."

"Apa?" sahut Feno

PLETAK!

"Gue mau nanya ke Maga, bukan lo!" ucapku seusai menjitak kepala Feno.

"Emangnya lo mau nanya apa?"

"Hm. Sona benci ya sama gue? Kok dia ngejauh dari gue ya?"

"Benci? Hahaha, nggak mungkinlah, 'kan dia suka sama lo!"

"HAH?!!" aku dan Feno tersentak kaget.

"Ops!" Maga menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Lo serius Ma?"

"He-em." Maga menganggukkan kepalanya.

Aku sungguh tak menyangka. Sekarang aku mengerti, Sona menghindariku karena ia cemburu melihat aku berpelukan dengan Arfie. Aku harus menjelaskan semuanya pada Sona! Aku tidak mau kehilangan Sona!

"Oke, makasih buat infonya! Dah!" aku pamit dari Feno dan Maga.

Aku berlari mencari-cari Sona. Sona, kamu dimana?

❤❤❤

Sudah tiga hari Sona tidak masuj sekolah. Tak ada kabar darinya. Aku kuatir akan keadaanya, aku takut ia kenapa-kenapa. Aku mengajak Feno, Maga, dan Arfie untuk menjenguk Sona.

Sesampainya di rumah Sona aku menekan bel rumahnya.

TING NONG

Baru sekali aku menekan belnya, pintu rumah Sona langsung terbuka.

"Sona..." ujarku.

Sona tersenyum lalu mempersilakan kami masuk. Wajahnya pucat, bibirnya juga pucat.

"Lo sakit Na?" tanya Maga seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Sona.

Sona hanya menganggukkan kepalanya. Dan ada hal lain yang jadi menyulitkanku, lagi-lagi Sona menyuguhkan jus mangga. Apes deh!

Setelah sekitar sepuluh menit berbasa-basi, Feno menyenggol bahuku lalu mengedipkan sebelah matanya.

"Ehm." aku berdeham.

"Sona, kita bisa bicara berdua nggak?" tanyaku.

"Emangnya mau ngomong apa?"

"Hm. Ikut gue deh!" aku memberanikan diri untuk menarik tangannya.

"Cieee..." ucap Arfie. Tapi aku tahu, dibalik ucapannya itu terdapat sebuah kecemburuan. Aku bawa Sona keluar rumahnya, tepatnya ke halaman rumah.

Sumpah demi apa, jantungku berdebar kencang tak karuan.

Aku menghentikan langkahku, aku berdiri tepat di hadapannya. Aku menangkup kedua pipinya lalu menatap matanya lekat-lekat.

Aku gugup! Aku tak tahu harus mulai dari mana.

Oh God, help me!

❤❤❤

Akhirnya update karena ternyata ada yang nungguin:')

Loveyouu yah buat yang sayang sama cerita Sona dan Stevio.

Next or no???

Jangan lupa vote dan coment🙌

Te Amo Vio (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang