Sona Pov(8) Ending

402 13 1
                                    

Di tengah kerinduan yang mulai mendalam, sebuah bingkisan indah menghampiriku. Sudah tiga hari aku tidak masuk sekolah karena demamku ini. Dulu aku malas sekali pergi ke sekolah, tapi akhir-akhir ini tidak lagi. Aku mulai semangat ke sekolah karena ada Vio!

Saat ini, orang yang aku rindukan itu sedang berada dihadapanku. Ia menatapku dalam-dalam. Sungguh, aku merasakan gugup yang luar biasa.

"Gue mau bicara." ucap Vio yang masih menatapku.

"Ah-apa?" balasku gugup.

Vio menunduk sejenak lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Nafasku sesak, tanganku mendingin. Aku menelan ludahkh susah payah, lalu menarik nafasku dalam-dalam.

"Lo mau ngomong apa sih? Lelet banget." ucapku berlagak santai.

"Hm." Vio menghela nafasnya.

Setelah itu kami larut dalam keheningan. Namun mata itu masih saja menatapku lekat-lekat. Bahuku dicengkramnya cukup kuat. Aku meringis kesakitan.

"Lo tau nggak?" tanyanya.

"Hah?" balasku sekenanya.

"Gue suka sama lo!"

DEG!

"Apa?" aku pura-pura terkejut. Padahal aku sudah tahu semuanya dari Feno.

"Iya. Lo suka sama gue 'kan?" tanyanya lagi. Aku tidak menjawab, namun hatiku mengiyakannya.

"Jawab gue dong..." pinta Vio.

"Sona suka sama lo kok!" seru Maga tiba-tiba. Entah sejak kapan ia disitu.

"Maga!" aku mendengus kesal.

Ternyata mereka memata-matai kami dari tadi. Stevio langsung memasang senyum evil-nya.

"Beneran lo suka gue juga?"

Aku terpojokkan, tak dapat mengelak lagi. Ini semua ulah Maga!

"I-iya." ucapku gugup.

Stevio tertawa lalu melepaskan cengkraman tangannya itu. Aku membuang nafasku, rasanya sangat lega. Lega karena akhirnya aku bisa melupakan Rey dan menyatakan perasaanku pada Vio.

Tiba-tiba Vio memelukku!

"Gue sayang banget sama lo Na."

"Gue juga."

"Gue percaya, lo adalag alasan terindah dari Tuhan kenapa gue ada di kota ini." ucap Vio lembut. Kedengarannya manis. Sangat manis. Rasanya aku ingin mendengarnya berulang-ulang.

"Ah bacot lo. Udah lepas, meluk anak orang nomor satu lo!" sewot Feno menjahili. Sementara Maga hanya cekikikan melihat tingkah menyebalkan pacarnya itu.

"Sirik aja lo ketombe kuda!" balas Vio tak mau kalah yang membuat kami semua tertawa.

Kami larut dalam kesenangan kami. Akhirnya kami tersadar kalau Arfie sedang memandangi kami.

"Arfie..." ucapku pelan. Aku melepaskan pelukan Vio

"Udah, nggak apa-apa Na. Gue baik-baik aja kok."

"Kan, denger tuh, Arfie nggak kenapa-napa kok." sahut Vio lalu merangkulku.

"Gue senang kalau lo senang." ucap Arfie lalu menepuk punggungku.

"Dan lo, awas aja lo kalau sempat nyelingkuhin sahabat gue ini! Gue bogem lo!" kata Arfie sambil menonjok pelan perut Vio.

Melihat tingkah Arfie barusan kami sontak tertawa. Sungguh melegakan akhirnya persahabatan ini kembali membaik. Dan hal yang paling aku syukuri, aku sangat beruntung mendapatkan Stevio yang menyayangiku dengan tulus.

Aku berharap cinta kami abadi, walaupun kami memulainya saat kami belum benar-benar tahu apa itu cinta.

The End

Te Amo Vio (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang