BAB 5

1K 89 3
                                    

SITUASI tidak semakin melegakan, justru dengan berpindahnya setan tersebut ke tubuh Anzana, anggota kelas makin kewalahan.

Sekedar info, Anzana itu atlet voli yang kapasitas tenaganya tidak perlu diragukan lagi badaknya.

Sekujur tubuh Andin keringatan. Setan ini benar-benar merepotkan.

Posisi Anzana yang semula menangani Tiara bersama Andin, diganti dengan Bella untuk menangani Anzana.

"Zana ini udah diingetin, jangan pegang-pegang. Udah tau dia ada yang ngikutin juga," Bella malah menggerutu. Tapi, tak urung bibirnya ikut melantunkan beragam ayat suci ke dekat telinga Anzana.

Andin sudah hendak pasrah, lalu bertukar posisi dengan yang lain, ketika Pak Akbar dengan langkah cepat masuk ke dalam kelas XI MIPA 1.

"Bawa dia ke UKS dengan tandu. Cepat."

Perintah Pak Akbar disambut tolakan keras Dzul. "Kalau dia jatuh ditengah jalan gimana, Pak?"

"Kalian sebagai teman, gak kasian liat temen kalian lama-lama disiksa begini? Di UKS sudah datang Ustadz, dia harus ikut turun juga. Ayo, cepat."

Dzul nelangsa. Sebagai seorang dokter remaja, sejujurnya dia tidak terlalu percaya pada hal diluar medis seperti ini. Tapi, Tuhan menunjukkan sesuatu padanya. Yang tidak kasat mata itu benar ada nyatanya.

"Dihitungan ketiga angkat ya," Dzul menginstruksi. "Satu, dua, tiga!" Hap! Anzana yang masih meronta-ronta itu sudah dinaikkan ke atas tandu. Dua orang yang mengangkat adalah Dzul dan Diaz. Sementara yang memegangi Anzana di kiri dan kanannya itu Andin, Maura dan Sulis.

"Sul, lo gak takut?" Maura memastikan sebelum Anzana benar-benar digotong keluar.

"Gak, Sulis kuat. Sekarang Sulis mau marah sama setannya," balas Sulis dengan muka serius.

Maura berniat tertawa, tapi tawa itu tertelan ketika melihat Anzana berteriak-teriak kesakitan.

"SAKIIITT! TOLOONG!"

Segera saja, tandu itu dibawa dengan langkah seirama menuju UKS agar tidak timpang dan Anzana tidak jatuh.

Tiara ikut dibawa turun, dengan cara dipapah oleh Rika dan Bella.

Semuanya tidak bisa tidak khawatir. Bahkan Dzul pun yang terkenal bersifat tenang kala menangani pasien, bibirnya terlihat berkomat-kamit penuh doa.

"Kiri! Kiri!" Dzul yang berada di belakang mengomando Diaz agar berbelok ke kiri. Tapi, dasar panik, Diaz malah berbelok ke kanan. Menuju toilet perempuan.

"Diaz! Ke kiri bego! Tangga!" hardik Dzul bukan main kesalnya.

"Oh! Iya! Maaf!"

Dzul bersuara lagi ketika tangga menuju lantai dasar sudah tersaji di hadapan. "Pegang Anzana hati-hati," katanya. Kepalanya menoleh ke belakang, "Tiara juga," sambungnya.

Perlahan namun pasti, kerja sama Dzul dan Diaz membuahkan hasil, begitu pula dengan usaha Rika dan Bella yang harus setengah mati hati-hati agar Tiara tidak terlepas lalu menggelinding bebas di anak tangga.

UKS sudah dalam beberapa langkah lagi, dengan pintu terkuak lebar, ruangan berdiameter 10x10 meter itu seperti sedang menyambut mereka.

Terlebih, ketika tandu itu sudah dibawa masuk dan diturunkan.

Bukan satu atau dua, tapi ada 10 orang lagi yang berteriak, menangis dan tertawa seperti Anzana, menambah kesan 'menyambut' yang memperburuk keadaan.

Kaki Andin berangsur melemas. Sebuah suara membisikinya, "Kami belum puas."

---------------------------------------------------------

Also me.

Litaratur.

show METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang