BAB 15

815 78 0
                                    

BESOKNYA sekolah diliburkan. Pihak sekolah benar-benar menggali tempat yang ditunjukkan oleh Silva. Tempat dimana ia berasal.

Ketika Pak Akbar mengabarkan hal ini secara langsung kepada keluarganya Silva, Ibunya Silva langsung menangis keras. Doanya membuahkan hasil. Jasad anaknya mungkin akan segera ditemukan dan akhirnya anaknya akan dikebumikan secara manusiawi.

Murid-murid yang tidak tahu-menahu apa alasan dibalik diliburkannya sekolah mereka secara mendadak tidak banyak membantah. Yang penting libur, walau sehari. Bahkan mungkin bakal ada yang menambah jadwal liburnya sesuka-suka hati.

Anzana turut hadir kesekolah. Cewek itu memang keras sekali otaknya untuk dilarang. Menyaksikan Silva secara langsung wajib baginya karna entah bagaimana, jiwanya dengan Silva sudah terasa dekat.

"Ya, meskipun dia pernah ngatain gue jelek," kata Anzana di koridor menuju tangga barat. Disebelahnya ada Dzul yang juga tidak libur karna penasaran dengan suasana penggalian.

Sebenarnya pihak sekolah melarang, tapi apa boleh buat, Anzana dan Dzul secara tidak langsung sudah ikut turun tangan dalam kasus ini. Dan, melarang mereka pun tidak ada gunanya karna otak keduanya sudah sama-sama bebal.

"Penggalian udah dimulai. Pihak keluarganya udah ngumpul semua," lapor Dzul sambil melihat ke arah jam tangan.

"Dzul, gimana ya, kalo misalnya hantu yang ngaku jadi Silva itu bukan Silva?" Anzana bertanya tiba-tiba.

"Maksudnya?"

"Kalo misalnya hantu yang ngaku jadi Silva kemarin itu palsu gimana? Gimana kalo dia cuma ngerjain kita? Gimana kalo dia—

"Ssstt." Dzul meletakkan jari telunjuknya didepan bibir Anzana. Mengisyaratkan cewek itu untuk diam.

"IH JIJIK IJOL KAMPRET!" maki Anzana tidak tanggung-tanggung. Dzul sudah berlari menyelamatkan diri agar tidak diserang balik oleh Anzana.

"Hei! Kalian berdua!"

Suara hardikan membuat Dzul berhenti berlari dan Anzana berhenti mengejar. Kedua pasang mata mereka menghadap Pak Akbar yang datang dari arah tangga barat.

"Kalian gak mau lihat jasad Silva?" tawar Pak Akbar.

Tanpa menunggu waktu lagi, Anzana dan Dzul langsung mengiyakan dan mengikuti langkah Pak Akbar ke arah tangga barat.

Suara tangis yang menyayat hati terdengar dari sana. Sosok wanita paruh baya yang diyakini Anzana sebagai Ibu Silva terduduk dilantai dekat lubang penggalian.

Dengan kedua tangan menggestur seperti sedang memeluk. Entah memeluk apa, baik Anzana dan Dzul tak tahu.

Langkah mereka semakin mendekat kearah penggalian. Suara tangis semakin ramai terdengar. Bukan hanya Ibu Silva, tapi seorang pria pun turut menitikkan air mata sambil menenangkan wanita disebelahnya. Pria itu Ayahnya Silva yang juga sama sedihnya dengan Sang Ibu.

Begitu melihat apa yang dipeluk oleh Ibu Silva, Anzana dan Dzul juga tak dapat menahan tangisnya.

Ibu Silva itu terus saja berucap, "anakku, anakku Silva..." dengan air mata yang terus jatuh. Sementara yang dipeluk Sang Ibu itu bukan lagi jasad seorang Silva, melainkan tulang-belulangnya.

------------------------------------------------

:(

Double sad.

First, Silva finally met her Mom.

And, this story is going to over.

-litaratur


show METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang