BAB 8

840 80 0
                                    

BEBERAPA guru yang mengikuti Pak Yahya tercengang dengan balutan rasa horor yang kuat. Begitu pula dengan Anzana, Rika dan Bella.

Hantu yang merasuki Anzana dan Tiara itu sama, jadi ketika Pak Yahya membawa 'Silva' bersama Tiara, maka otomatis Anzana tersadar.

Meskipun baru tersadar, rasa lelahnya cewek itu tidak lebih besar dari rasa penasarannya. Ia tidak bisa ditahan siapapun kalau begini. Alhasil, Rika dan Bella dengan berat hati menemani Anzana mengikuti Pak Yahya.

Kedua temannya Anzana dan Tiara itu masih terlalu sadar, kalau Anzana masih serentan bayi baru lahir dikeadaan sekrusial ini.

"Kamu."

Pak Yahya menyorot Anzana dengan tatapan tegasnya.

"Ya, Pak?"

"Kemari." Anzana menurut, begitu pula dengan Bella dan Rika. Namun, kedua cewek itu masih terlalu takut berhadapan dengan Tiara yang sedang terkulai lemas.

"Tolong kamu jadi penghubung ya. Silva sepertinya ingin ngomong sesuatu," pinta Pak Yahya. Mendeteksi kebingungan Anzana terkait 'Silva', Pak Yahya menambahkan: "Silva itu nama hantunya."

Mulut Anzana membola. "Oh, boleh."

Pak Yahya lalu menarik tangan Anzana, mengarahkannya secara sembarang, kemudian berakhir diarah timur. "Silva, bicaralah."

Sesuatu yang hangat menelusup batin Anzana. Rasanya sungguh hangat, tidak menyakitkan dan mengendalikan kesadarannya. Kemudian, Anzana mendengar sesuatu berbicara.

"Namaku Silva."

Anzana mengulangi kata tersebut. "Namanya Silva."

"Saat aku mati, umurku 18 tahun. Aku cantik, rambutku panjang. Dan aku terkenal dikalangan cowok-cowok."

Anzana mendengarkan, kemudian mengulanginya lagi, persis seperti apa yang diucapkan Silva.

"Aku punya pacar. Dia tampan, tinggi dan juga terkenal dikalangan cewek-cewek. Dulu, kami pasangan paling romantis yang ada disini."

Beberapa tersenyum mendengarnya. Masa SMA memang masa yang paling indah untuk berseminya tiap cinta.

"Lalu, suatu hari, aku diajak pacarku pergi. Karna pacarku tidak jelas bilang mau pergi kemana, akhirnya kutolak. Saat itu, aku merasa kalau dia sangat aneh."

"Kemudian, begitu pulang sekolah, pacarku bilang dia ingin makan bakso dipersimpangan dekat sekolah. Aku setuju, dan kami berdua makan dengan lahap. Sampai aku rasa, mataku berat dan aku jatuh tertidur."

Anzana terlihat marah dalam melontarkan kalimatnya.

"Lalu, aku tak tahu apa-apa lagi. Ketika aku tersadar, aku sudah dalam keadaan tak berbaju dan mati."

Amarah Anzana tenggelam. Tangisnya tercipta. "Dia diperkosa lalu dibunuh sama pacarnya," kata Anzana diantara derai air matanya.

Cewek itu menangis. Membayangkan nasib tragis Silva benar-benar menggores luka dihatinya sebagai sesama perempuan.

"Silva, kamu masih ingat nama pacarmu siapa?" Pak Akbar bertanya.

"Dia bilang apa?" tanya Pak Akbar lagi.

"Gak ada. Saya rasa dia udah pergi, Pak."

-------------------------------------------------------------------

Petik sendiri ya pelajarannya. :)

Salam,

Litaratur.

show METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang