BAB 26 - An Answer

382K 27.6K 3.4K
                                    

Halohaaaa update lagi yaaa.. mohon maaf belum sempat balesin komentar. Nanti pasti aku bales hehe

Jangan lupa follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘

🍬🍬🍬

"Kenapa ngajak gue?" tanya Caramel kesal karena dengan paksa Bara menyeretnya ke rumah besar ini. Untung setelah jam istirahat hanya ada pelajaran seni budaya dan jam kosong. Kalau ada pelajaran guru killer bisa habis dia.

"Biar lo liat, gue bukan pengecut," kata Bara sambil menarik tangan Caramel masuk ke dalam rumah yang sudah tidak asing lagi untuk mereka.

Para pekerja di rumah ini menghentikan aktivitas masing-masing melihat tuan muda rumah ini datang dengan suka rela tanpa paksaan. Tumben banget. Pemandangan langka, apalagi sambil menyeret perempuan. Semua sudah berpikir kalau tuannya ini sudah menghamili anak orang sampai akhirnya pulang dan minta tolong pada tuan besar rumah ini.

"Dimana Daddy?" tanya Bara pada salah satu pekerja rumah ini.

"Selamat siang Tuan muda, Tuan Gavyn sedang ada di ruangannya," kata salah satu pekerja dengan rambut pendek dan wajah sedikit salah tingkah.

Bara langsung menyeret Caramel pergi ke ruangan kerja daddy. Tidak peduli sejak tadi cewek ini terus aja mengeluh. Dia tidak suka diremehkan. Apalagi dianggap pengecut.

Caramel mengeluh dalam hati. Dia jadi merasa seperti hewan peliharaan. Diseret kemana-mana. Kalau tidak sayang pada cowok ini, mungkin sudah dia tendang Bara sejak tadi. "Woy! lepas kali tangan gue, digandeng mulu kaya mau nyeberang jalan."

"Berisik," jawab Bara singkat.

Tuh kan, cowok ini memang sangat menyebalkan. Sudah berapa kali dia kena damprat dalam waktu kurang dari satu jam terakhir. Harusnya kan dia yang marah pada Bara. Kalau ingat kejadian tadi rasanya dia benar-benar gemas mau menghajar Bara sampai wajah sok coolnya itu bonyok. Atau setidaknya sedikit memar, karena sepertinya Bara bukan lawan yang mudah untuk dikalahkan. Kalau nekat malah dia sendiri yang babak belur.

Bara membuka pintu berwarna cokelat tua itu. Tempat dimana orang-orang tidak berani masuk tanpa izin langsung dari si empunya ruangan. Mereka disambut wajah daddy yang bertopang dagu di meja kerjanya. Tidak ada kaget-kagetnya. Pasti orang luar sudah ada yang mengabari kalau putranya datang dengan menyeret anak perempuan.

"Ada apa anak-anak?" Tanya daddy.

Caramel melotot kesal ke Bara yang masih menatap datar ke arah daddy. "Nggak tau Daddy, Kara cuma korban."

Daddy menahan senyum dan bangkit dari kursinya. "Duduklah, sepertinya ada yang ingin kau bicarakan dengan Daddy."

Bara menghela nafas panjang dan duduk di sofa panjang berwarna hitam. Berseberangan dengan daddy yang sudah duduk duluan. Tangannya masih menggandeng tangan Caramel. Jujur saja, ada rasa takut yang sekarang sedang berputar-putar di kepalanya. Dia mau menanyakan pertanyaan yang selama ini mengganggunya. Pertanyaan yang jawabannya bisa mengubah hidupnya. Bisa membaik atau justru semakin menghancurkannya.

Caramel menunggu Bara bicara. Dia memang tidak tahu perasaan Bara sekarang, tapi yang dia tahu adalah tangan yang menggenggam tangannya sekarang itu mendingin. Dehaman kecil keluar dari mulutnya. "Kara mau minta minum ke dapur yaa?" katanya.

"Lo di sini!" kata Bara.

Caramel melirik dan daddy menganggukan kepala. Dia berdecak kecil lalu duduk di samping Bara yang sekarang ini sedang jadi orang yang paling menyebalkan. "Oke gue di sini."

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang