BAB 39 - Stay With Me, Please

457K 27.3K 7.5K
                                    

Huahaaa baru selesai nulis langsung up 😂😂😂😅🤣 kasian Arkan sama Bara yang diteror terus

Follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘😘

🍬🍬🍬

Di depan ruangan, semua menunggu dengan wajah cemas. Bunda terus menangis dan Rafan berusaha menenangkan sebisa mungkin. Ayah sudah masuk untuk mendonorkan darahnya. Tinggal Raka yang belum datang. Padahal Caramel membutuhnya banyak darah.

"Kemana Abangmu itu?" tanya bunda sambil terus menangis.

"Sabar Nda," kata Rafan.

Raka berlari di sepanjang koridor. Tidak peduli dengan teriakan orang-orang. Keningnya sudah berkeringat deras. Jantungnya seperti berkejaran sejak mendapat kabar mengagetkan itu. Di belakangnya Chika juga berlari dengan wajah cemas.

"Dimana Ayah?" tanya Raka dengan nafas cepat. Raka langsung masuk ke tempat yang ditunjuk bunda.

Lagi, mereka menunggu. Selama itu, yang dilakukan bunda hanya memejamkan mata sambil berdoa. Putrinya masih muda, kalau saja bisa menukar posisi dia rela ada di posisi putrinya sekarang.

"Bunda tenang," kata Chika sambil memeluk bunda.

Malam semakin larut, dan ketegangan semakin meningkat. Bunda sampai lelah menangis dan sekarang bersandar pada Rafan. Ayah dan Raka belum juga keluar.

"Dimana Arkan?" tanya Chika.

"Ohh iya benar, kabari dia sayang. Bunda sampai lupa," kata bunda.

Om Satrio yang duduk memisahkan diri sejak tadi, mendekat. "Biar saya yang menghubungi dia."

Sebenarnya bunda ingin menolak, tapi rasanya tenanganya sudah habis. Bunda hanya mengalihkan pandangan dan kembali menatap pintu yang ruangannya diisi oleh Caramel. Belum ada penjelasan kenapa putrinya bisa begini.

Setelah menunggu lama akhirnya ayah dan Raka keluar. Wajah keduanya pucat karena darahnya baru saja diambil. Ayah langsung duduk di samping bunda.

Tidak bisa dipungkiri. Meski selalu memasang wajah tenang, kali ini mereka melihat kekhawatiran yang jelas di wajah itu. Raka pun begitu. Dua pria itu terlihat benar-benar khawatir.

Om Satrio menjauh untuk menelepon Arkan. Ada bunyi sambungan tapi tidak juga diangkat. Kemana anak itu sampai tidak mengangkat teleponnya. Beberapa kali om Satrio mencoba untuk menghubungi Arkan sampai anak itu mengangkatnya.

"Arkan?" panggil om Satrio.

"Ya, siapa ini?"

"Arkan saya Satrio, kamu sedang dimana sekarang?"

Hening di seberang sana. "Di bengkel."

"Cepat datang ke rumah sakit Pelita."

"Untuk apa?"

Om Satrio menghela nafas panjang. "Adikmu kecelakaan," ucapnya sebelum mematikan sambungannya. Dia duduk di kursi tunggu sambil menundukan kepala dalam-dalam.

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang