BAB 34 - Anger

341K 23.9K 3K
                                    

Hello.. ada yg nunggu Kenneth sama Kara?

Kenapa update maju? Aku takut sabtu nggak sempet up karena harus ngurusin revisian skripsi 😂😂

Untuk yang mau ikut PO 2 NADW silahkan add line aku id : indahmuladiatin

Follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘😍

🍬🍬🍬

Caramel menunggu dengan gelisah. Dia menggigit jempolnya sambil berjalan bolak-balik sampai kadang tersandung kursi tunggu. Rafan dan Bara sudah lelah menyuruhnya duduk. Biar saja, nanti kalau capek juga dia duduk.

Arkan masuk ke UGD rumah sakit dekat rumah. Sampai sekarang mereka belum mendapatkan kabar. Di UGD para tim medis berlalu lalang dari satu pasien ke pasien yang lainnya. Jadilah Caramel menunggu di luar daripada mengganggu pekerjaan dokter.

Rafan bangkit dari kursi. "Kamu di sini, biar Abang tanya ke dokter di dalam."

Caramel menganggukan kepala masih dengan wajah cemas. Dia duduk di samping Bara. "Bang Arkan kenapa yaa?"

Bara menghela nafas dan menepuk-nepuk bahu Caramel. "Tenang, dia pasti cuma capek."

"Ck iya bener capek," jawab Caramel sambil memandang sinis Bara. "Gara-gara Kak Gita yang nggak mau bukain pintu buat Bang Arkan."

"Lo nyalahin Gita?" tanya Bara.

"Terus gue harus nyalahin siapa?" tanya Caramel dengan sengit. Dia jadi emosi sekarang. "Lo nggak mau dia disalahin soalnya lo nganggep dia saudara kan? gue juga gitu, gue nggak suka sikap Kak Gita ke Bang Arkan soalnya Bang Arkan saudara gue! Kandung! Bukan nganggep doang."

Caramel langsung pergi menyusul Rafan, masih dengan wajah memerah kesal. Kalau bukan karena Gita, terus ini salah siapa. Jelas-jelas Arkan selalu pulang malam untuk menemani Gita. Tanpa hasil pula, Arkan cuma bisa menunggu di luar padahal sudah jauh-jauh datang.

"Gimana Bang?" tanya Caramel.

Rafan menghela nafas panjang. "Dehidrasi sedang."

Caramel berdecak kesal, sampai dehidrasi sedang. Untung abangnya tidak kejang. Pelan dia menghampiri Arkan yang masih belum sadar. Matanya kelihatan cekung. Pucat. Tidak seperti biasa. Pergelangan tangan kanannya terpasang infus.

"Jagain Arkan sebentar, Abang mau hubungin Bang Raka," kata Rafan sebelum pergi.

Caramel mengangguk tapi tetap menatap Arkan. Dia kembali menangis. Harusnya Arkan tidak perlu kenal Gita. Lebih baik Arkan main saja seperti kemarin-kemarin.

"Bang Arkan," panggilnya.

Arkan masih belum ingin bangun. Caramel mengusap pelan tangan abangnya itu. Ya sudah, istirahat saja. Kemarin-kemarin pasti abangnya kurang istirahat.

Tidak ada setengah jam, Raka sudah datang dengan wajah cemas. Setelah Rafan menghubunginya, dia memang langsung pergi tanpa berpikir. Seperti Caramel, dia juga kaget mendengar kondisi Arkan yang memang selalu aktif dan jarang sekali sakit.

"Belum sadar?" tanya Raka.

"Belum Bang," jawab Rafan.

Raka menatap Arkan. "Yaa sudah, kalian jaga dia," katanya sebelum pergi untuk mengurus administrasi dan meminta rawat inap untuk Arkan.

Setelah menempuh beberapa prosedur, Arkan langsung dipindahkan ke ruang rawat kelas satu. Sekarang sudah lewat tengah malam. Raka menyuruh Caramel untuk istirahat tapi Caramel menolak. Jangankan istirahat, memejamkan mata saja susah.

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang