Awal Pertemuan

2 0 0
                                    


Fajar di pagi hari, mengingatkan aprilla tentang bulan april yang penuh kesedihan. Setiap bulan itu entah kenapa ia selalu mendapatkan kesialan. Aprilla atau biasa disebut dengan prilla, adalah seseorang gadis remaja tangguh yang tak kenal kata putus asa dalam meraih mimpinya. Tetapi, itu hanyalah khayalannya semata. Dia memejamkan matanya beberapa kali kemudian menggeleng-geleng sekuat tenaga, berharap ada seseorang yang akan rela memberikan bahunya untuk dia bersandar. Dia mengehela nafas panjang lalu memutuskan untuk bangun dari kasur kesayangannya. Dia berjalan perlahan-lahan ke arah kamar mandi, seraya memegang dinding rumah agar tubuhnya tidak terjatuh. Matanya sembab, tubuhnya lemah, dan nafasnya tidak teratur, itu lah yang ia rasakan saat ini. Dia mengambil air dingin dengan telapak tangannya kemudian membasuh mukanya yang terlihat kacau. Ia melihat pantulah dirinya di cermin lalu tertawa remeh.

" Kau tetap akan menjadi seorang pecundang." Katanya pada dirinya sendiri.

Sebuah ketukan datang dari pintunya, ia terkejut dan segera membuka itu. seseorang wanita paruhbaya melihat tajam ke arahnya." Apa kau tidak ingin berangkat ke sekolah?"

Dia menganggukkan kepala dengan cepat, kemudian bergegas mandi dan setelah itu pergi ke lantai bawah." Aku akan berangkat sekarang."

Ia mengambil kotak bekal yang isinya beberapa roti bakar yang sudah berisi keju mozarella di dalamnya. Keju kesukaan yang ibunya buatkan sangat berbeda dengan orang lain, akan terasa lumer dan meleleh saat berada didalam mulut. Jarang sekali ia memakan makanan kesukaannya itu karena ibunya tak pernah mau memasak untuknya tetapi untuk hari ini, Ibunya membuatkan roti bakar kesukaannya. Kata ibunya, Ia telah berhasil masuk ke sekolah Lazuardi dan membuatnya bangga. Ia tidak akan memakannya sekarang, walau dirasa perutnya sudah sangat keroncongan dan minta jatah untuk diisi. Jika dia makan, dia tahu dirinya akan terlambat masuk kelas.

Langkah kakinya semakin cepat saat melihat bus sekolah yang sudah jauh darinya, dia berlari dan terus berlari hingga jarak dirinya dengan bus semakin dekat. Tiba-tiba bus itu berhenti, dan seperti sedang menunggu dirinya. Dia tersenyum senang kemudian segera berlari lebih cepat hingga sampai ke tempat itu.

" Kau terlambat ?" Tanya supir bus itu kepada seorang gadis dengan kacamata yang bertengger manis di wajahnya.

Gadis itu mengangguk kemudian tersenyum simpul, secara tidak sengaja ia menampilkan gigi kelincinya. " Saya terlambat bangun pak."

Supir itu menghela nafas kemudian mengangguk mengerti, ia merasa sudah mengetahui penyebab keterlambatan gadis itu dan mulai memakluminya. " Cepatlah, ambil kursi kosong,"

Gadis itu tersenyum kemudian mencari-cari kursi kosong, dia berjalan ke arah kursi belakang karena kursi depan sudah dipenuhi oleh para pelajar yang juga ingin berangkat sekolah sama seperti dirinya. Di kursi belakang, hanya ada 1 kursi yang tersisa. Tetapi, di sampingnya terdapat 1 orang laki-laki yang sedang memakai headseat. Dia melihat laki-laki itu memejamkan matanya seperti menghayati alunan-alunan musik yang ia dengar. Auranya terlihat dingin dan tajam. Ia menghela nafas panjang kemudian berjalan ke arah kursi itu. Ia rasa bukan ide yang buruk untuk duduk di samping laki-laki itu. Dia akan memakan roti bakarnya, tidak mungkin ia tidak duduk. Ketika dia sudah berada di samping laki-laki itu dan mengambil tempat duduk sampingnya, laki-laki itu tidak bergeming maupun menoleh kepada dirinya. Ia mengangkat bahunya acuh merasa tidak peduli dengan sikap laki-laki itu. Dia mengambil roti bakarnya kemudian memakan makanan itu dengan lahap dan tidak menimbulkan suara. Walau sejujurnya, kebiasaannya di rumah ialah menimbulkan suara saat makan.

" Apa yang sedang kau makan itu ?".Suara laki-laki itu membuatnya menoleh.

Gadis itu mengambil roti bakar di dalam kotak bekal kemudian menyerahkannya ke laki-laki itu, " Ini roti bakar. Ambilah"

protoco:Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang