Giving Up

10 1 0
                                    

Aku segera mandi dan bersiap untuk ke rumah sakit dengan dokter Afran.

Aku segera mandi dan bersiap untuk ke rumah sakit dengan dokter Afran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pagi, Lily."sapa dokter Afran sambil memasak. "Pagi, dok."sapaku duduk di samping Rafa. "Panggil aja kaka—" "Dokter. Panggil aja dokter."potong Rafa. Aku tertawa kecil lalu meminum air putih di depanku.

"Tante Miriam kemana?"tanyaku. "Pasar."jawab Rafa memakan nasi karenya. Aku menelan ludahku saat melihatnya memakannya. Rafa menoleh ke arahku dan tersenyum. Ia mengambil satu suapan besar dan hendak menyuapnya padaku namun dokter Afran memajukan tangannya untuk menahan sendok Rafa.

"Gue udah siapin makanan khusus buat Lily."ucap dokter Afran memberikanku semangkuk salad lengkap dengan sayuran dan buah. Melihatnya saja membuatku tak selera. "Kak! Lo kira Lily kambing apa makan dedaunan begini?"ucap Rafa mengangkat-ngangkat makananku. Aku tertawa kecil karena Rafa.

"Ini biar Lily sembuh! Ini buat kebaikannya."ucap dokter Afran memunggungi kami. Rafa dengan cepat menyuapku dengan makanannya dan agar tak ketahuan, aku menyuap sayur ke mulutku.

"Tuh liat! Lily aja lahap makannya."ucap dokter Afran saat berbalik badan dan melihat mulutku yang penuh. "Gila, gila, lo suka banget ya sama sayuran?"goda Rafa membuatku tertawa.

Aku segera menelannya dan jika ada kesempatan, Rafa akan diam-diam menyuapku.

Setelah sarapan, aku dan dokter Afran naik ke dalam mobil untuk ke rumah sakit. "Tungguu!!"teriak Rafa berlarian lalu masuk ke kursi belakang. "Ngapain lo?"tanya dokter Afran. "Gue? Ikut ke rumah sakit."ucapnya. "Umm, whyy?"tanyaku.

"Sebagai teman yang baik, gue—" "Yayaya, diem aja deh lo jan banyak omong di belakang."ucap dokter Afran menyetir. Senyum merekah di wajah Rafa. Untuk sesaat, ia tampak sangat hidup. Ia tampak bahagia.

Aku mulai menjalani cuci darah dan saat selesai, aku berbaring di kamar inap untuk sementara. Waktu istirahatku, ku gunakan untuk tertawa bersama dengan Rafa.

Hingga tiba-tiba pintu kamar inapku terbuka dengan keras. Aku melihat dokter Afran dan mama masuk ke kamarku. "Ayo pergi dari sini."ucap mama mencabut paksa infusku. "Mah."ucapku lemas sambil menutup luka bekas infus agar darahku tak mengalir.

"Kita pindah rumah sakit, ya. Mama gamau kamu dirawat sama orang yang udah hancurin keluarga kita."ucap mama menarik paksa aku untuk bangun.

"Apa kamu bilang?!"

Aku menoleh dan melihat tante Miriam datang. "Kamu yang merusak keluarga saya, bukan anak-anak saya!"ucap tante Miriam.

"Mungkin kalo kamu jaga suami kamu dengan benar—"

"Stop!!"teriakku kesal. "Apa mama ga malu udah bilang gitu ke tante Miriam? Kita ngehancurin rumah tangga orang mah! Harusnya kita malu! Kita harusnya nunduk banget ke mereka!"teriakku kesal. "Lily, ma—" "Lily benci mama."ucapku lalu pergi keluar.

"Lily!"panggil dokter Afran mencoba mengejarku. "Maafin ibu saya, dok."ucapku berlari pergi. Aku segera menaiki taksi dan pergi. "Mau kemana mbak?"tanya supir taksi itu. "Perumahan Park Revenue, pak."ucapku menghapus air mataku. Saat ini aku tak ingin bertemu siapapun.

Happily Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang