Star

155 82 87
                                    

"Apa impianmu?"

Satu pernyataan membuat Viola berpikir sejenak. Memikirkan sebuah jawaban pasti dan masuk akal agar Rafa tak kembali bertanya dengan sejuta analisis di kepalanya.

Dirinya sedang malas membalas setiap inci jutaan pertanyaan dari Rafa. Tak ada habisnya.

"Lihatlah bintang itu!" Telunjuk Viola mengarah ke sebuah bintang yang paling kecil. Netra Rafa mengikuti arah unjukan Viola.

"Rafi sedang mengawasiku dan melindungiku dari atas sana. Meski ia berada di tempat yang sangat jauh dan tidak bisa dilihat oleh mataku, aku percaya bahwa ia melindungiku."

"Waktu pertama kali aku bertemu dengannya, dia memberiku sebuah sinar seolah-olah hari gelapku terang detik itu juga. Ya, meski singkat waktunya." Viola menarik nafas dalam.

"Berkatnya, impianku sekarang adalah ingin menjadi bintang yang dapat melindungi orang yang aku cintai, walau mereka tidak bisa melihatku. Pun juga menjadi cahaya bagi orang lain, tidak semua orang mampu melakukannya. Saat ajalku datang, aku akan terbang menemui Rafi dan bersama-sama menjadi bintang." jelas Viola sebagai kalimat akhir dan kembali merasa sesak di dada.

"Rafi akan senang mendengar impianmu. Tapi, kurasa kau telah menjadi bintang bagi seseorang. Kau menyimpan beban rasa bersalah sehingga membuatmu kehilangan kekuatan untuk bangkit saat memikul beban itu. Setiap hari kau berkata, 'semuanya baik-baik saja', tapi itu malah membuatmu takut sedikit demi sedikit. Tidak apa bila kau sesekali beristirahat. Bintang di langit juga perlahan hilang satu persatu." Rafa berucap sangat lembut. Kata-katanya juga sedikit bijaksana dan membuat Viola sadar. Tidak seperti biasanya lelaki itu bersikap setenang dan berpikir dewasa.

"Raf... Aku minta maaf karena telah menjadi beban dalam hidupmu. Kau tidak perlu mengikuti semua perintah yang diberikan Rafi, kau masih punya impian dan banyak wanita yang kau inginkan. Aku tidak memaksamu melakukannya." Akhirnya Viola berbicara tentang apa yang sudah lama ia pendam.

"Kau tahu perasaanku sampai saat ini, lalu bagaimana perasaanmu setelah 2 tahun Rafi pergi dan meninggalkan perintah berat untukmu?" Viola bertanya dengan hati-hati. Ia tidak mau Rafa salah paham atau marah dengan dirinya, karena Viola tau bahwa Rafa adalah orang yang terlalu sensitif mengenai kehidupannya. Sejujurnya Viola takut untuk bertanya, tapi ia sudah menyerah bergelut dengan logikanya.

"Ya, awalnya semua memang terasa berat dan menjadi beban. Aku juga sempat marah karena Rafi pergi seenaknya dan memberi perintah bodoh. Ia juga merampas semua hak dan keinginanku. Tapi, sekarang aku sadar bahwa aku memang harus menjaga bintang miliknya." Kali ini, Rafa benar-benar tersenyum. Menampilkan deretan gigi putihnya. Baru pertama kalinya Viola melihat senyuman Rafa atau memang hanya Viola saja yang baru menyadari Rafa tersenyum?

"Kau tidak seharusnya merasa bersalah dan menyesali semuanya. Rafi pergi karena tuhan memang sudah menetapkan garis akhir kehidupannya. Dia pergi tanpa rasa penyesalan, sedangkan kau sekarang justru menyesalinya."

Viola hanya bisa memendam segala rasa dalam asa. Mencoba kembali untuk ke dalam dimensinya lamanya, namun waktu tak bisa berputar kembali. Layaknya pasir-pasir yang jatuh dalam jam pasir, lantaran gravitasi sudah menariknya kebawah. Kepingan memori itu kembali memaksa keluar, yang sudah di kuburnya dalam-dalam.

 Kepingan memori itu kembali memaksa keluar, yang sudah di kuburnya dalam-dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hayoo hari Sabtu nih... Yuk olahraga bakar lemak bareng totoro😂😂

Sengaja shasha potong sampe sini. Soalnya tadinya mau digabung tapi nanti jadinya kepanjangan.

Ada yang penasaran masa lalu Viola ?? Mau main tebak-tebakan??

Next or no ???

=Tinggalkan jejaknya=

Universe [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang