Penghujung Hari

108 53 51
                                    

Ceklek...

Seorang laki-laki masuk ke dalam ruangan. Dengan jas merah maroon, dan sekantung plastik makanan. Viola menoleh, mendapati orang yang sama sebelumnya. Kemudian memberikan tatapan, seolah mencari jawaban dari pertanyaannya.

"Syukurlah kau sudah bangun." ujar lelaki itu, tangannya menaruh kantung tadi di atas nakas.

"Cepatlah pulih. Kau sungguh merepotkan. Wanitamu juga menangis tiada hentinya,"

"Ahh... Setelah kau sembuh aku akan balik ke Aussie. Disini sepertinya bukan habitatku. Tidak seperti ucapanmu, disini jauh lebih ramai. Kau sengaja kan berbohong? Ckckck menyebalkan," Mulutnya terus berceloteh. Tak peduli dengan wanita yang tengah memandangnya bingung.

"Satu hal lagi, semua orang tertipu dengan wajahku. Bahkan wanitamu ini. Sudahlah intinya cepatlah sembuh. Kalau tidak...." Oke, sepertinya memang lelaki itu banyak bicara. Tak seorang pun memberhentikan ataupun memotong ucapannya.

Wanita itu?? Apa dia berani melakukannya?? Tentu tidak. Apalagi dia tidak kenal sama sekali.

"Kalau tidak aku akan terlalu lama disini. Aku juga sudah ada janji dengan orang lain." Tutupnya. Akhirnya lelaki itu berhenti bicara.

Tanggapan yang didapatnya hanya sebuah senyuman.

"Ini makanlah, mamah menyuruhku membawanya untukmu. Beliau sedang sibuk membereskan acara. Secepat mungkin, mamah akan menyusul." ucapnya kepada wanita disampingnya. Kedua bola mata mereka bertemu. Hazel dengan hitam pekat.

"Kau seharusnya memanggil dokter bukan? Kenapa kau justru memeluk erat kakakku. Bagaimana kalau dia sulit bernafas." Ahh sungguh lelaki itu sangat menyebalkan. Sangat berbeda dengan tunangannya.

"Sudah bicaranya?? Astaga... Kau ini. Tunanganku baru saja sadar, sedangkan kau bicara tak ada hentinya," Akhirnya wanita itu berani mengeluarkan beberapa kalimat.

"Itu mulut atau kaleng rombeng? Kok cowok ngedumel mulu." Viola memberikan tatapan sinis dengan dua tangan disilangkan depan dada.

Lelaki itu malah mengabaikan. Sepertinya ucapan Viola tak penting baginya.

"Ku ucapkan selamat padamu kak. Kau lebih memilih wanita bawel ini rupanya," Godanya membuat Viola sedikit terjekut. Viola sedikit tak mengerti maksud dari pembicaraan mereka.

"Enak saja, gini-gini aku cantik. Kamu gak liat mata bulat indah dengan manik coklat hazel ini? Dan bibir mungil pink ku, dan satu hal lagi parasku tak terkalahkan oleh putri kerajaan." Timpal Viola terlalu percaya diri, tak terima dirinya dibanding oleh orang lain. Apalagi mendengar perihal barusan. Rasanya seperti tunangannya lebih memilih barang rongsokan ketimbang barang branded di mall dengan harga fantastis.

Pemadangan kali ini berbeda bagi Rafi. Terdapat dua manusia sesama keras kepala tengah mempertahankan argumen mereka. Sepertinya perdebatan diantara mereka tak akan berhenti.

Mengalah?? Sudah bisa dilihat, keduanya enggan dan terus melontarkan opini mereka.

Cukup menghibur.

"Viola...."

Merasa namanya terpanggil, Viola segera menghentikan perdebatannya.

"Kalian sangat lucu. Satu kali pertemuan sudah sangat akrab," Lelaki itu dapat berbicara walaupun dengan nada lemah.

"Tentu saja semua tidak akan sulit," Kalimat barusan menimbulkan tanda tanya di kepala Viola.

Otaknya lebih cetek untuk mentralisir mencari maksud kalimat barusan.

"Raf, tolong ajak Viola keluar. Ya setidaknya ajak dia untuk membeli beberapa makanan. Dia tidak akan suka makanan yang kau bawa," ujarnya diikuti senyuman lebar.

Universe [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang