BM01 - Hujan.

76 21 27
                                    

"Gue tau hujan ini membawa kita bertemu, ini adalah berkah dari hujan."

________________

"Berita gadungan nih, katanya bakalan hujan nanti pagi, sekarang b aja." Ucapnya sembari melangkahkan kakinya dari arah kantin sejak 10 menit dan sekarang mengarah ke ke kelasnya, Lantai 3.

Kakinya kini sudah berada di kelasnya dengan papan kelas didepannya "XII Ak." Kakinya melangkah masuk dengan membuka pintu pelan, ia benci menjadi perhatian ketika masuk. Maka, ia membuka sembari mukannya dialihkan kearah yang lain.

Tempat duduknya sudah ditempatkan oleh sahabatnya yang datang lebih duu. Tas di gendongannya di jatuhkan ke meja, matanya menatap sahabatnya yang sedang mengerjakan sesuatu. Tangannya menepuk satu satunya sahabatnya, "ehm, ada apaan si kok sibuk nulis? Pr? Tugas? Kok gua ga inget ya?" Tanyanya.

Yang ditepuk olehnya kini menjawab, "Pr pa Akim, olahraga. Masa lu lupa. Masih muda juga, pea." Dia Oline, sahabatnya.

"Oh, itu si gue udah Ne." Ucap Erli dengan mengeluarkan buku dengan sampul beruang. Oline menatapnya dengan tatapan sial yang dibenci Erli, "Nyontek ya ya ya?"

"Tai lo." Ucap Erli dengan kesal. Oline hanya menulis Pr Pa Akim tanpa memperdulikan ucapan Erli.

Erli sekarang tengah berada di depan kelas XII TKJ5. Oh, jangan tanya ya ini kelas siapa. Kelas ini ada dua orang bisa dibilang sahabat. Dia Perry Amya dan Helina Verali. Sekaligue kelas seorang pria yang baru saja diketahui akun instagramnya, dia Daffa Galaxi Brawija. Tapi, yang sedang berkutat dipikirannya adalah "Kalau daffa ada disini, kok gue ngga pernah liat.."

Tangannya membuka pintu dengan kasar berbeda bukan dengan di kelasnya? Entah kenapa, ia hanya merasa seorang tak nyaman dikelasnya. "AMYQ, VERAQ." Teriaknya sungguh tak tahu malu.

"Malu maluin aja ni punya temen kek gini." Ucap vera berdesis. Namun Erli tau itu hanya candaan semata karena itu sering terjadi dari kata dengan kata yang lain.

Berbanding terbalik bukan jika dikelasnya? Dikelas cukup pendiam disini dia berteriak. "Vera congor dijaga tuh." Ujarnya sembari menarik bangku asal dan kini sudah duduk dihadapannya.

"Amy, Ver, mau tanya deh. Disini ada yang namanya Daffa ga?" Tanyanya dengan berbisik, wajar berbisik karena ia takut ada mata mata Daffa lalu mengadu kepada Daffa, disaat seperti ini masih aja meracau pikirannya.

"Ada." Ucap Amy dengan santai. Vera yang mengetahuinya kini bertanya dengan alisnya terangkat, "Emang kenapa?"

"Gpp si, nanya doang. Lagi pula gue ga pernah liat dia disini." Ujarnya dengan jujur. Mata Amy mendelik mendengar jawaban Erli. "Wajarlah, orangikut olimpiade, kalo ga olimpiade yah bolos, kalo ga bolos yang gamasuk."

Tangan Erli bertepuk tangan riang, "anjayy keren bet." Vera mengambil salah satu tangan Erli dan menyeretnya keluar.

"Cukup waktunya sampe sini okay. Ke kelas lu lagi bentar lagi juga bel." Ucap Vera dengan melenggangkan kakinya kearah pintu untuk masuk kembali.

"Bilang aja ngusir," ujarnya dengan sinis. Kini raut wajahnya berubah kembali menjadi tatapan memelas.

Vera yang mendengarnya mengendus kasar, "Untung sayang."

----

"65."

"66."

"67."

"68."

"69."

Bulan Mei [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang