BM02 - Tidak Ikhlas.

41 16 10
                                    

"Kamu itu bagaikan pelangi, cantik sangat ingin untuk diselam lebih dalam. Tapi nyatanya kamu menolak untuk diselam olehku, dan menghempasku. Bisakah takdir membuat kau tidak menghempaskanku dan mengijinkan untuk diselam? Jika iya, aku bersyukur. Berkali kali syukur kuucapkan atas apa yang takdir tentukan. Nyatanya sisimu banyak rahasia yang sudah ku ketahui dan lalu kau menghilang, terima kasih takdir telah berubah dan membuatku menjaganya serta melindunginya." -D.

______________________________

Hari kedua dalam Bulan Mei membuat malas Erli untuk berangkat sekolah, mengapa? Ada pelajaran Pa Haldey guru sejarah.

Nyatanya ia sama sekali tak mengajar apapun hanya berceloteh tentang kehidupannya, memberikan nasih nasihat penyemangat, serta motivasi. Pa Haldey cukup bisa dibilang ganteng diumur 22 tahun.

Pa Haldey walaupun ganteng tidak bisa membuat Erli ingin terus menerus melihat wajahnya yang orang lain bilang "Cuci Mata." Nyatanya itu tidak berfungsi bagi Erli.

Tangan segera memasukan bekal yang dibawanya. Lemas tak bertenaga. Itulah dekripsi yang cocok untuk disematkan sekarang pada Erli.

Lihatlah, Erli berjalan sangat pelan menuju mobilnya yang sudah dibukakan oleh supirnya. Ralat, supir mamanya.

"Mama..." ucapnya lirih, ia menjadi kangen dengan mamanya melihat sang supir.

"Jalan mang,"

"Siap non."

"Mang, mama masih lamakah pulangnya?" Pertanyaan itu lolos begitu saja di mulut Erli.

"Malam ini pulang nona." Senyum sangat manis kini terpampang pada wajah Erli dan tercetak jelas, sang supir yang diketahui namanya Pa Mamad hanya menggelengkan kepala melihat reaksi anak nyonya. Sebegitu senangkah?

"Sudah sampai Nona." Ucap sembari melepaskan slatbeat namun langsung terhenti ketika mendengar penuturan Nona untuk tidak keluar.

"Iya nona."

Kaki Erli turun dari mobilnya dan berjalan cukup riang ke sekolah. Tak sadar, tangga yang untuk jalan kelantai atas baru saja dipel membuat Erli terpeleset.

Pikiran Erli langsung akan jatuh dan bokongnya mendarat kasar mencium lantai, lalu ia malu.

Dua detik ia bertanya kenapa tidak jatuh? Dibuka matanya pelan dan wajah Daffa langsung terpampang jelas di atas sana.

Daffa menunduk melihat wajah Erli yang kaget seperti melihat Setan. Apakah ia semenyeramkan itu?

"Makasih." Ucap Erli sembari membenarkan rok abu abunya yang tepat di lutut panjangnya, tidak naik maupun turun.

"Imbalan." Ucapan Daffa membuat wanita dihadapannya meliht dia dengan melotot tajam, "mata yang imut." Begitulah yang terlintas dibenaknya.

"Apa kata lo?" Pertanyaan yang terdengar kasar di telinganya.

"Imbalan." Dia kembali mengulang ucapannya.

Imbalannya tidak buruk atau berhal negatif, ia hanya ingin ditemani di belakang sekolah sembari menanyakan sesuatu yang mengusik dari tadi malam.

"Ke taman belakang jam istirahat, tidak ada penolakan." Dan Daffa berlalu dihadapannya yang Erli masih mencerna suruhan Daffa.

Menolong yang tidak iklas.

Meminta imbalan.

_______________________________

Kamu itu meningalkan rindu.

Rindu akan aroma wangi pelukanmu.

Mengingat aroma maskulinmu.

Terbuai seakan lupa dunia nyata ku.

Aroma mu adalah luka ku.

Kau peluk aku sebagai perpisahan bukan awalan.

Luka itu selalu muncul disaat aku sudah hampir melupakanmu.

Kenapa? Kenapa jatuh cinta padamu menyakitkan?

Bolehkan ku tumpahkan namamu dalam rinduku?

Bolehkah ku panggil namamu sama takut?

Bolehkah aku sayang kepadamu saat kau tidak disisiku?

Takdir.

Mengapa ini semua sangat menyakitkan?

Hingga ku tak bisa menerimanya.

Ku coba untuk terima.

Dan nyatanya, tetap tidak bisa.

Maafkan aku.

-Dari Daffa untuk Saffalyn.

Begitulah kata kata yang tercoreng dibukunya.

Ia masih mengingatnya tak bisa melupakannya.

Ia masih menggegamnya tak membuangnya untuk menjadi alur yang harus dibuat lebih baik di masa sekarang.

Daffa rindu, memang itu nyatanya. Ia rindu pada Saffa.

Dulu dekat bahkan dekat, semua hancur pada saat itu.

Dimana ia menolak untuk bertunangan dengan Daffa. Apakah ia berpikir bahwa Daffa bermain main? Nyatanya Iya dipikiran Saffa. Tidak dipikiran Daffa.

Itu awal mengapa dua mendapatkan 1 lusin a.k.a 12 mantan, termasuk Saffa.

Ia meminta mamanya untuk melamar Saffa waktu kelas 1 SMK, dan alhasil Saffa menolak.

Daffa kalut di saat itu, dia marah pada Saffa dan melampiaskan pada wanita yang lain. Tapi, entah mengapa tak ada lampiasan untuk Erli yang sering ia sebut Verli.

Itu lebih bagus katanya. Memang konyol sih didengar saat ia meminta bertunangan di kelas 1SMK.

Dan kini ia putuskan untuk tidak mengingat Saffa dan hanya fokus pada masa sekarang.

Saffa tidak dibuang hanya membuka lembaran baru, mungkin ada saatnya membuka lembara itu lagi.

Kini ia harus fokus. Ia tertarik pada Verli dan harus membuktikannya, bisakah Verli percaya pada Daffa.

Daffa suka wajah cantik Verli buman berarti melihat kecantikan Verli, bukan sama sekali. Ia juga suka melihat sifat Erli yang kata temannya, "periang dan berisik" dikelas TKJ-nya daripada di kelasnya.

Pertanyaannya, dapatkah ia membuktikan pada Verli? Membantu Verli bangkit dari kubangan masa lalu yang kejam? Dapatkah ia tau seperti apa kubangan masa lalu Erli, dan apakah ia bisa menerima kubangan itu jika menyakitkan? Bisa kah semua yang diatas dilakukan dapat terwujud?

Dan Daffa berdoa pada takdir untuk melancarkan ini.

Ia berjanji dalam hati untuk menerima apa saja yang pernah terjadi pada hidup Verli.

Cintanya tulus walaupun baru pertama kali bertemu.

Ia menarik seperti pelangi.

________________________________

Ok fix gue ketar ketir sendiri pas bikin chap ini.

Rada gimana gitu...

Jakarta, tambora.

Selamat siang.

Bulan Mei [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang