BM02 - Dia datang.

44 16 5
                                    

"Aku takut sekarang. Dia datang."

_______________________________

Toilet perempuan yang sedang Erli tempati untuk membuang air kecil, tepatnya di lantai 2.

Menurut mitos yang menyebar toilet ini sangat angker. Mitos mulai dari ada seorang perempuan katanya bunuh diri, ada seorang perempuan dibunuh.

Ia tak tahu mana mitos yang benar, tangannya merogoh mengambil bedak untuk sedikit menyamarkan sedikit kepucatannya.

Ia cepat cepat untuk pergi dari sini. Ia merasakan suasan aneh disini, felling buruk dipikirannya.

Cepat cepat ia melangkahkan kaki untuk bergegas pergi, langkahnya terhenti ketika mendengar denting notif di HP-nya.

Aih pelajaran Pa Haldey dilarang membuka HP. Dengan terpaksa ia membuka HP dan tertera sms dari nomor private. Begini isinya,

"Aku datang kembali lagi, syg."

Ketegangan saraf Erli yang mengetahui siapa yang mengirmnya langsung bekerja.

Sebelum ia benar benar tidak bisa bergerak total, ia mengambil sebuah obat cair dan diminumkannya.

Tinggal menunggu efek dari obatnya lalu dipastikan ia akan terbangun di uks.

Kesadaran hampir melemah, satu nama yang terlintas di ucap,

"Daffa..." ucapnya lirih.

Disisi lain, Pa Haldey sudah kebingunan mengapa Erli atau yang biasa dipanggil oleh Pa Haldey adalah Edle. Kadang Erli selalu memberontak, marah, atau berteriak kesal saat gurunya memanggil seperti itu. Itu memalukan, seperti kedengaran aneh.

"Kemana si Edle ini, oli?" Tanyanya pada teman sebangku Erli.

"Olin Pa! Bukan Oli, saya gamau." Ucap Oline protes banyak disambut oleh tawa, nama pemberian dari Pa Haldey sangat memang aneh.

"Olin, coba kamu cek ke toilet lantai 2. Perasaan bapak tidak enak, panggil bapak kalau ada apa apa yah!" Dengan malas Oline beranjak keluar kelas.

"Erli!" Gerammnya kasar.

Oline kini tepat berada di depan toilet lantai 2. Bulunya sudah merinding terlebih dahulu ketika teriang mitos toilet ini.

Tarik nafas, buang.

Akhirnya dengan keberanian untuk sahabatnya.

Ketika hampir masuk, tangannya seperti menginjak sesuatu. "Shit." Dia menengok kebawah melihat lebih jelas apa yang diinjaknya tak lama, "ERLI!" Teriaknya kencang. Apakah akan sampai ke kelasnya yang tepat berada di atas toilet ini. Artinya, kelasnya dekat dengan tangga.

Kakinya melangkah cepat untuk ke kelasnya. Ketika sudah tepat berada didepannya, tanpa aba aba langsung dibuka membuat seluruh pasang mata melihatnya.

"Bapa!" Ia mengatur nafas untuk melanjutkan perkataannya, Pa Haldey yang masih kaget mendengar pintu terbuka kasar. Pa Haldey mendekat, "Erli pingsan di kamar mandi pa!"

Tercetak kerutan kebingunan di dahi gurunya, "siapa Erli?"

Oline dengan kasar menjawab, "EDLEWIS VERLIE BAPA! AYO!" Tangannya dengan kasar menarik gurunya untuk mengikuti langkah ke toilet lantai 2.

Spidol yang berada di tangan lalu diletakan secara kasar ke meja yang dekat. Dan menutup pintu dengan kasar membuat penghuni kelas merasa marah, kaget, dan tentu mengomel bahkan bersorak. Iya bersorak gurunya pergi.

Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam toilet perempuan yang katanya angker.

Dilihatnya Erli sudah tidak berada ditempatnya. Siapa yang membawanya, serta kemana? Ini semua karena Pa Haldey yang lama!

"Mana Edlenya?" Tanya gurunya.

"Bapa sih kelamaan kan ilang si Erli, orang tadi dia disini pingsan bapa si--" ucapan untuk mengomel lebih panjang langsung ditarik gurunya untuk kearah UKS.

Dan benar, Erli sudah tertidur disitu. Ditemani dengan anak kelas lain yang amburadul penampilannya. Dia, Daffa.

Daffa yang merasa ada orang dibelakangnya langsung menoleh dan setelah melihat siapa guru yang sedang melihatnya tajam, "piece, pa!"

Waktunya lari, dan kini Pa Haldey sudah sibuk mengejar Daffa yang lari. Mencoba kabur, secepat apa berlari pasti akan berhasil ditangkap oleh Pa Haldey yang pernah menang lomba lari se-nasional Bandung juara 2.

"Er, lo kenapa si?" Gumam Oline bertanya pada seseorang yang akan terbangun pulang sekolah nanti. Dosis obat tidur yang diminum Erli 3 jam, berarti akan terbangun sepulang sekolah.

Mau tak mau Oline meninggalkan kelas dengan dua tas yang baru dibawa oleh teman sekelasnya, "makasih." Temannya mengangguk dan tersenyum.

Tangannya mencari HP Erli yang tepat berada di saku rok. Sebelum membuka layarnya, HP itu berdering mendengar deting telepon.

"Private number?"

Dengan ragu Olin mengangkat, "Hallo.?"

"Apakah kau lemah sekarang?"

"Siapa ya?"

"Kau tidak diceritakan yah sama sahabatmu? Sahabat macam apa ini?"

"Tidak usah bertele-tele. Siapa?"

"Titipkan salam padanya, Aku sudah tau keberadaannya."

Setelah itu nada terputus tepat dengan bel berbunyi. Olin menelusuri wajah Erli, "Apakah Erli menyembunyikan sesuatu padaku?" Tanya pelan.

"Enghh..." sontak membuat Olin langsung menengok dan memanggil suster beserta dokter khusus dari sekolahannya. Mereka memeriksa dan menjawab, "keadaan tidak memburuk. Hanya saja, obat yang dia minum akan membuat dia lupa kejadian beberapa jam setelah ia meminum obat itu."

"Obat?" Oline kini berdiri dan berhadap dengan dokter tersebut, Dokter Husen.

"Memangnya kau tak tau?"

"Tidak, Dok."

"Obat yang diminumnnya adalah obat bius untuk 3 jam kedepan serta telah di campur dengan obat melupakan kejadian untuk empat jam sebelumnya."

"Berbahayakah untuk teman saya?"

"Tidak. Namun jika terus menerus obat melupakan kejadian mungkin suatu saat nanti akan berakibat fatal hingga kematian."

"Saya permisi." Dokternya kini pergi dari hadapannya. "Terima kasih, dok."

"Kenapa kamu ga pernah cerita Er? Kamu ga percaya padaku?" Suara sendu itu tidak dibalas karena ia masih tertidur. Tadi hanya lenguhan kecil.

________________________________

Hello! Menyapa boleh kan.

Jakarta, tambora.

Malam yang indah yah.

Bulan Mei [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang