5

1K 25 4
                                    

Heuhh...

SIAL
Satu kata yang mungkin mewakili perasaan ku hari ini.
Kenapa sih aku enggak ngerjakan pr itu dan kenapa hanya aku seorang diri yang tidak mengerjakannya.
Benar benar sial...

"Hai kak", tanya Papa yang ternyata sudah berada di samping ku. Papa ternyata sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu. Dia heran kenapa wajahku tampak kusut hari ini..

"Eh hai Pa" balasku singkat.

"Ada apa?" "Ada masalah di sekolah?" tanya Papa santai sambil membaca koran harian yang baru diantar Pak Johar sang pengantar koran.

"Eng...emm....aaa...add...ada Pa" jawabku jujur.

Entah kenapa setiap aku bicara sama Papa, aku gak berani bohong.

"Loh? Masalah apa??" sambil tetap fokus dengan koran nya.

"Engg...hmmmm...emm....ta...taa...tadiii...dii sekolah, aku dihukum" jawabku terbata bata

"Loh??" "Kok bisa kak?" sekarang Papaku sudah meletakkan korannya dan menatapku serius

"Maa..maa...maaf Paa... Kemarin aku lupa ngerjain pr karena capek banget. Lagian aku enggak ngerti sama sekali sama pr itu. Apalagi kemaren Papa pergi, jadi gak ada yang ngajarin aku" kataku jujur.

"Ya ampun nak. Kok kamu bisa seperti itu sih? Emangnya soal apa? tanya Papa. Sepertinya dia agak kecewa.

"Soal Matematika pa...susah bangettt......."

"Coba sini ambil, biar kita kerjain sama sama" ajak Papa.

Meskipun tidak suka, aku tetap mengambil buku itu dari tasku.

"Ini pa"

Disitulah baru aku sadari, sampul buku bacaan Matematika ku ternyata masih rapi sekali. Tidak ada lipatan dan tidak ada coretan. Nampak sekali aku tidak pernah membuka buku itu. Dan memang benar. Aku tidak pernah mau membukanya untuk belajar. Paling sekedar hanya untuk melihat soal pr. Hanya itu saja.

"Loh, inikan udah pernah Papa ajarin sama kakak? Kok masih gatau sih?" tanya Papa heran.

"Emangnya pernah Pa? Kayanya gak pernah deh." tanyaku

"Papa aja ingat, kok kamu enggak ingat?". Papa kini mengernyitkan alisnya. Tampak sekali wajah heran, kecewa, dan entah ekspresi apalah itu. Yang jelas aku sangat malu. Setelah aku ingat ingat, ternyata aku memang pernah mengerjakan soal tersebut. Tapi saat itu aku sedang tidak konsentrasi. Sudah ngantuk berat.

Papa kemudian memecahkan lamunanku tentang soal soal itu.
"Hey, jangan melamun, ayo biar Papa bantu". Papa memang selalu meluangkan waktunya kepada kami. Enggak peduli kerjaan nya yang menumpuk di kantornya. I'm so proud of him.

Setelah beberapa lama membahas soal itu bersama Papa, perlahan aku pun mulai memahami makna soal itu. Ternyata enggak serumit yang aku kira. Ha..apa??? Aku baru saja mengatakan bahwa Matematika itu tidak rumit??? Loh? Kok bisa?



MATEMATIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang