3. Penghuni Lama Yang Tak Kasat Mata

238K 12.2K 595
                                    

Suara sedu sedan itu terdengar lagi. Siena sudah mendengarnya sejak kedatangannya pertama kali di rumah barunya ini.

Sebenarnya ini bukan rumah baru. Ayahnya bilang, rumah ini sudah dibangun sejak dua puluh lima tahun lalu. Sudah berganti tiga pemilik. Ayahnya adalah pemilik yang ketiga. Baru membeli rumah ini dua bulan lalu dan baru resmi mereka tempati seminggu lalu.

"Hu ... hu ... hu... hiks."

Suara itu terdengar lagi. Jelas sekali. Asalnya dari sudut ruang santai di lantai dua, di depan kamar Siena. Saking seringnya mendengar suara-suara aneh, membuat Siena sudah kebal. Tak ada lagi rasa ingin tahu atau rasa takut.

Toh selama ini segala mahluk-mahluk yang aneh itu tak ada yang sampai melukainya. Hanya saja mereka sering muncul dalam wujud yang bisa membuatnya mual saking mengerikannya.

Dahulu, ketika kecil hingga kelas 9, Siena masih mudah terpengaruh. Dia akan lari ketakutan atau menjerit histeris bila melihat penampakan sosok dalam wujud mengerikan.

Namun sejak kelas 10, Siena mulai belajar mengendalikan diri. Dia melatih dirinya agar tidak peduli. Mengabaikan semua gangguan.

Bermula saat dia menjerit histeris sewaktu masih menjadi murid baru, pertama kali masuk toilet sekolah. Berita seketika menyebar tentang Siena yang melihat hantu di toilet sekolah.

Tak ada yang percaya apa yang dilihat Siena. Dia malah menjadi bahan olok-olok dan dituduh murid baru yang cari perhatian senior.

Hingga dengan kejamnya beberapa murid senior mengunci Siena di toilet sekolah setelah sekolah usai di sore hari.

Tak peduli Siena menjerit-jerit ketakutan. Mereka malah merekam Siena yang histeris dari jendela atas toilet, kemudian menyebarkan videonya ke seluruh murid sekolah.

Siena ditinggalkan begitu saja di toilet yang terkunci. Untunglah masih ada Pak Putu tukang kebun sekolah yang mendengarkan teriakan Siena dan membukakan pintu.

Siena marah bukan main pada senior-seniornya itu. Sejak itu dia bertekad tidak ingin lagi terlihat lemah. Dia sengaja memasang ekspresi wajah dingin dan kejam.

Perlahan dia bisa membaca pertanda dari setiap tatapan orang padanya. Dia bisa menilai seseorang bermaksud baik atau buruk padanya. Semakin lama, intuisinya semakin kuat.

Siena mulai ditakuti saat dia dengan berani mengatakan pada salah satu senior yang pernah menguncinya di toilet agar berhati-hati kalau tidak ingin celaka. Dua hari kemudian seniornya itu kecelakaan, motornya bertabrakan, kakinya patah.

Tak ada lagi yang berani mengganggu Siena. Sekaligus tak ada yang mau berteman dengannya. Termasuk teman sebangkunya sendiri.

Siena mulai terbiasa sendirian, tak punya teman. Dia tak peduli. Semakin dia tak peduli, semakin dia merasa nyaman.

Begitu juga sosok yang beberapa kali muncul di sudut-sudut rumah yang baru ditempatinya ini. Siena berusaha mengabaikannya. Hingga akhirnya dia terperenyak, saat sedang melangkah menaiki tangga ingin ke lantai dua, sosok itu duduk tepat di tengah-tengah tangga.

Walau Siena bisa saja melewatinya, tapi dia enggan menembus sosok itu. Dia pun menepi, melangkah di bagian tangga paling pinggir, berusaha supaya tidak bersentuhan dengan sosok itu.

Tiba-tiba saja sosok itu berdiri. Muncul angin berembus kencang, mengibarkan rambut Siena dan membuat bulu-bulu halus di tengkuknya berdiri.

Aku tahu kamu bisa melihatku!

Terdengar bisikan sangat dekat di telinga Siena. Sekuat tenaga dia berusaha untuk tak peduli. Dia tetap melangkah menaiki anak-anak tangga selanjutnya.

Sosok itu setengah melayang mengiringi langkah Siena.

Aku cuma mau minta tolong.

Terdengar lagi bisikan. Siena tetap tak peduli. Sosok itu melayang cepat, hingga berada di hadapan Siena. Kali ini perlahan wujudnya berubah. Semula dia terlihat oleh Siena sebagai sosok gadis berusia sekitar empat belas tahun. Dengan rambut bergaya bob dan berponi. Tapi sekarang, rambut itu basah oleh darah. Darah itu mengalir ke wajahnya. Matanya memerah. Siena tak kuasa menahan diri. Dia tersentak kaget. Matanya membelalak dan napasnya tertahan.

Aku cuma mau minta tolong.

Kali ini bisikan itu terdengar lirih. Tapi bibir sosok itu terkatup rapat.

Siena menggeleng cepat. Lalu dia berbalik dan buru-buru melangkah turun.

"Ibuuu!" panggilnya. Langsung dia masuk ke kamar ibunya. Membuat ibunya menoleh kaget melihat Siena muncul dengan napas tersengal-sengal.

"Ada apa, Na?" sahut Bu Desi, ibu Siena.

Siena melangkah mendekati ibunya yang sedang membereskan pakaian,  memasukkan ke lemari.

"Ibu tahu siapa pemilik rumah ini sebelum kita?" tanya Siena, setelah duduk di tepi tempat tidur sembari memandangi wajah ibunya menunggu jawaban.

"Oh, Pak Hayekti dan Bu Mirna namanya."

"Mereka punya anak?"

"Waktu ayah dan ibu ketemu mereka, Bu Mirna memang menggendong anak laki-laki kayaknya baru satu tahun gitu umurnya."

"Mereka punya anak lain? Anak perempuan sekitar empat belas tahun?" tanya Siena lagi.

Bu Desi menggeleng.

"Ibu nggak tahu. Ibu nggak nanya. Coba nanti tanya ayahmu. Memangnya ada apa sih?"

Mata Bu Desi memicing, seperti menyadari sesuatu.

"Kamu lihat yang aneh-aneh di rumah ini?" tanyanya curiga.

Bu Desi tentu saja tahu kelebihan Siena anaknya. Bagaimana dulu dia sering kewalahan menghadapi Siena yang sering menjerit histeris mengaku melihat sosok mengerikan. Bahkan pernah saat Siena berumur tujuh tahun, menangis keras ketika diajak ke mini market. Dia tidak mau masuk, mengaku melihat sosok hitam menyeramkan melayang di atas pintu mini market itu.

"Nggak ada apa-apa, Bu. Cuma pengin tahu aja sejarah rumah ini. Siapa yang dulu pernah tinggal di sini," jawab Siena berbohong.

Dia memutuskan tak akan menceritakan apa yang dia lihat. Dia tak ingin membuat ibunya cemas.

Siena menunggui ibunya hingga selesai membereskan pakaian. Lalu mengikuti ibunya ke dapur. Membantu menyiapkan makan malam. Biasanya, pukul tujuh ayahnya pulang. Itu tinggal dua puluh menit lagi.

Sesekali Siena melirik ke arah tangga. Sosok gadis itu tidak terlihat. Dia menghela napas lega. Walau dia tahu, hanya sesaat saja dia bisa tenang.

Saat akan tidur nanti, dia tetap harus menaiki tangga itu dan masuk ke kamarnya di lantai atas. Dia harus siap jika sewaktu-waktu sosok tadi muncul lagi dan memaksa Siena menolongnya.

**=======================**
Hai teman-teman. Lagi pada libur ni yaa...

Ada yang nungguin lanjutan cerita ini nggak? Mulai berasa seram nggak?

Silakan baca ya. Semoga tambah penasaran nunggu kelanjutannya. 😉

Salam,

Arumi

Aku Tahu Kapan Kamu Mati (Sudah Terbit & Difilmkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang