5. Pasangan Kekasih

207K 10.9K 592
                                    

Siena merasa lega. Semalam sosok yang menunggunya di tangga tidak muncul lagi. Dia bisa tidur dengan tenang. Bangun pagi dan siap berangkat sekolah ikut mobil ayahnya yang akan berangkat ke kantor.

Sementara ibunya seorang penerjemah lepas yang bisa bekerja di rumah. Karena mereka baru pindah, mereka belum mencari asisten rumah tangga yang bisa membantu membereskan pekerjaan rumah.

"Hati-hati ya, Bu, sendirian di rumah. Jangan melamun," pesan Siena sebelum masuk ke mobil ayahnya.

Kening ibunya mengernyit.

"Kenapa kamu berpesan begitu? Ada sesuatu di rumah ini ya?" tanya ibunya terlihat curiga.

"Nggak ada masalah kok. Yang penting ibu jangan melamun. Sibuk kerja aja ya," jawab Siena, tidak mau menjelaskan ada apa sebenarnya di rumah ini.

Dia yakin, sosok yang kemarin dia lihat tidak akan mengganggu ibunya. Sosok itu mengganggu Siena karena tahu Siena dapat melihatnya. Dia tahu, sosok itu hanya ingin minta bantuannya. Tapi saat ini dia sedang tidak berminat terlibat urusan mahluk itu. Karena membantu mereka bisa menguras energinya.

"Ibu harus cepat-cepat cari asisten rumah tangga nih. Buat bantuin nemenin ibu di rumah."

Siena mengangguk setuju.

"Atau ibu bisa berkunjung ke tetangga. Kenalan, ngobrol-ngobrol sambil nanya, seperti apa keluarga yang dulu tinggal di rumah ini sebelum kita," saran Siena.

"Usul kamu boleh juga. Sekarang memang belum ada pekerjaan yang mendesak harus cepat diselesaikan. Ibu bisa kenalan dulu sama tetangga-tetangga di komplek ini."

Siena mengangguk lagi. Lalu dia mencium tangan ibunya sebelum masuk mobil ayahnya.

Sekolah masih belum terlalu ramai, saat pukul enam lewat lima menit Siena sudah sampai.

Di waktu sepagi ini, dia merasa lega tidak melihat satu mahluk halus pun penghuni sekolah ini. Atau mungkin mereka belum mau menampakkan diri di hadapan Siena.

Kepekaannya membuatnya mampu melihat yang tidak bisa dilihat orang normal. Beberapa kali pindah sekolah, Siena selalu menemukan penghuni lain di sekolah-sekolahnya terdahulu.

Siena menyapu pandangan ke seluruh ruang kelasnya. Cahaya masih temaram karena lampu di dalam kelas belum dinyalakan. Masih mengandalkan cahaya matahari yang belum terlalu terang menerobos jendela-jendela besar yang berderet di sepanjang dinding kelas.

Sudah ada dua murid yang duduk di dalam kelas, sementara tiga murid lagi masih berdiri mengobrol di depan kelas.

Siena menyipitkan matanya memandang dua murid yang duduk di meja berjauhan itu. Meyakinkan diri bahwa mereka benar-benar teman sekelasnya, bukan mahluk halus yang mulai menampakkan diri.

Gadis yang duduk di meja nomor dua dari depan di barisan paling kanan memandang Siena dan hampir tersenyum. Tapi urung saat melihat ekspresi dingin Siena yang jelas-jelas memberi sinyal tidak berminat membalas senyum siapa pun.

Siena baru saja duduk di kursinya saat dia mendengar suara menyapanya.

"Hai, Siena. Kenalin, gue Remi. Bintang Capricorn, hobi main badminton. Makanan kesukaan mi ayam pangsit. Belum punya pacar. Katanya elo bisa baca pikiran orang ya? Gue ngasih tau lo data-data gue tadi sebelum lo baca pikiran gue. Supaya lo nggak usah repot-repot."

Siena menoleh dan mendongak. Cowok tinggi agak kurus dengan rambut ikal sedang tersenyum lebar padanya menunjukkan deretan giginya yang tidak rapi. Beberapa jerawat menghiasi pipi kanan dan kirinya.

"Siapa yang bilang aku bisa baca pikiran orang?" tanya Siena masih dengan ekspresi dingin. Menunjukkan sikap sedikit pun tidak terkesan dengan informasi yang disampaikan cowok bernama Remi itu.

Aku Tahu Kapan Kamu Mati (Sudah Terbit & Difilmkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang