Bagian 30

4.3K 195 17
                                    


Saat Afka mulai berjalan di lorong yang akan mengantarkannya ke kamar miliknya, di dalam pencahayaan yang minim Afka dapat melihat sosok yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya, sosok itu adalah seorang pria, dengan tangan yang dia lipatkan di depan dadanya dan salah satu kaki nya yang di tekuk membuat telapak kakinya yang di balut dengan sepatu tertempel begitu saja di pintu apartemen milik Afka.

Tanpa ragu Afka tetap melanjutkan jalannya karena dia tau siapa sosok pria yang sedang menunggunya, dia Nino, ya seseorang yang cukup membuatnya kaget beberapa waktu lalu, kaget karena Nino mengetahui jika dirinya menangis di taman, lagi-lagi Afka menghembuskan nafasnya yang entah mengapa terasa sangat berat, dia tahu pasti Nino akan menanyainya tentang apa yang terjadi dan segala macam pertanyaan lainnya yang membuatnya merasa berkali-kali lipat lebih lelah daripada seharusnya.

Karena bukankah terkadang kita tidak perlu menjelaskan kepada orang lain tentang apa yang kita rasakan? Ada hal yang memang cukup untuk kita simpan sendiri atau membaginya dengan orang lain, dan rasanya untuk kali ini Afka ingin menyimpannya untuk dirinya sendiri.

Afka diam berdiri tepat di depan Nino, dengan cepat Nino mengubah posisinya menjadi berdiri tegap. Terjadi keheningan yang cukup lama membuat Afka mengernyit, karena sejujurnya dia sudah memikirkan apa yang akan dijawab olehnya jika Nino bertanya pertanyaan klise seperti "Kenapa nangis?" nyatanya sampai beberapa menit berlalu Nino tidak kunjung membuka suara miliknya.

"Kenapa nunggu di depan pintu?" akhirnya Afkalah yang membuka sebuah percakapan.

Dengan gerakan yang tiba-tiba Nino meraih tangan milik Afka dan menariknya ke dalam rengkuhan miliknya, membiarkan Afka tenggelam di dalam dada bidang miliknya. Mengusap-usap kepala milik Afka dan juga punggung, membiarkan Afka mendapatkan kenyamanan dan kehangatan yang ditawarkan oleh dirinya. Kemudian dengan suara yang cukup pelan Nino berbisik.

"Menangislah, setidaknya ada aku disini, kamu tidak harus menangis sendirian lagi" ucapnya dengan suara yang cukup membuat Afka merasakan desakan penuh di ujung matanya.

"Tidak apa-apa menangis" ucapnya lagi. Dan pertahanan Afka pun runtuh dia lalu mengeratkan pelukannya menangis sejadi-jadinya dengan badan yang bergetar dan suara sesenggukan yang cukup terdengar sangat keras dan mendominasi lorong yang sangat sepi itu. Nino hanya dapat membelai rambut milik wanita itu dan menggerakan tangannya naik turun di punggung wanita itu, gerakan dengan makna ingin memenangkan.

"Aku-aku ga tau Nin, kenapa terasa menyesakkan" ucap Afka disela-sela tangisnya.

"Itu bukan hakku untuk merasakan seperti ini"

"Tapi kenapa aku melakukannya?" ucap Afka yang semakin membuat tangisnya pecah.

Nino hanya diam dan tetap melakukan gerakannya, tidak berniat untuk menginterupsi Afka yang sedang meluapkan segala emosinya saat ini.

"Bukankah aku salah karena merasakan perasaan ini?" tanya Afka dengan suara yang terhalang dada bidang milik Nino, Afka masih menenggelamkan wajahnya di dada pria itu, tanpa peduli jika kaus yang digunakan oleh pria itu sudah basah oleh air mata sialannya itu.

"Nino jawab" ucap Afka dengan nada yang menuntut dan sedikit lirih.

"Engga kamu engga salah, itu wajar" jawab Nino pada akhirnya.

"Dia cantik, dia kaya, dia segalanya, dan aku?" Nino tahu, wanita akan merendahkan dirinya dan membanding-bandingkan dirinya dengan wanita lain jika mereka sedang merasa patah hati, segala kebaikan dan kelebihan mereka mendadak hilangg tak berbekas.

"Hanya seorang sekretaris" Benar bukan tebakan milik Nino?

"Ssshh, kamu cantik, kamu baik, kamu asyik, kamu ceria, dan kamu orang yang dengan mudah membuat orang lain mencintaimu" ungkap Nino dengann jujur. Afka lalu mengadahkan kepalanya mencari mata milik Nino dan menyelidiki apakah ada kebohongan di dalam ungkapannya itu. Nino pun menundukkan kepalanya agar Afka-nya dapat melihat kejujuran di bola mata miliknya.

Everlasting Love [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang