3

190K 2.2K 18
                                    

*Justin Bieber POV*

            Aku tersenyum dengan sumringah saat aku melihat lelaki yang sangat kucintai sedang tertidur tenang di atas kasur. Astaga, dia sangat tampan dan aku sangat mencintainya. Aku tidak peduli apa yang akan dikatakan orang tentang hubunganku dengannya. Dia sempurna bagiku dan tidak ada yang bisa menghentikanku untuk tidak mencintainya. Rasanya aku ingin kembali lagi ke atas tempat tidur itu dan tidur bersamanya. Tapi aku tidak bisa. Aku harus pergi ke tempat syuting sekarang. Hari ini aku memiliki jadwal yang sangat padat.  Dan ah, aku jadi ingat berita kemarin. Surat kabar telah mengumbarkan hubunganku dengan Theo. Dan, ya, aku merasa senang dan lega. Setidaknya, aku tidak akan merasa terintimidasi dengan pernyataan-pernyataan Theo yang mengatakan kalau ia malu karena aku berpacaran dengannya. Tentu saja aku tidak malu padanya!

            Dan hari ini aku harus bertemu dengan orang-orang penting. Sialan.

            Kutatapi cermin yang berada di depanku. Tanganku dengan terampil merapikan dasi merah yang kupakai. Tanganku menyelipkan dasi merah ini ke dalam jas abu-abu-ku. Mataku menatap diriku sendiri dari bawah kaki sampai pada ujung rambutku. Sempurna. Aku sudah siap bekerja. Kurasa Theo akan sangat senang jika aku meninggalkan kecupan pada keningnya.

            Kubalikan tubuhku dan berjalan, melangkah menuju lelaki yang sangat kucintai ini. Nafasnya teratur. Matanya tertutup dengan nyamannya. Kudekatkan bibirku pada keningnya. Lalu bibirnya.

            “Selamat pagi, Theo,” aku menyapanya saat ia terbangun dari tidurnya. Senyuman melengkung pada wajahnya yang tampan, membuatku semakin jatuh cinta padanya.

            “Selamat pagi, sayang,” ia menyapaku dan meregangkan otot-ototnya.

            “Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Makanlah. Aku harus pergi bekerja,” ujarku kembali membenarkan jas-ku.

            “Ya, tentu saja. Semoga berhasil,” ucapnya mendoakanku. Kuanggukan kepalaku dan berjalan keluar dari kamar. Baiklah, aku harus bekerja sekarang.

            “Aku mencintaimu!” aku berteriak dari luar.

            “Aku juga mencintaimu, sayang!” ia membalas teriakanku. Baiklah, itu adalah semangat pagiku dan aku tidak boleh merusaknya. Hari ini aku harus terlihat sempurna di depan sutradara.

****

            “E.. E. L James?” aku tergagap saat aku melihat seorang penulis terhebat sepanjang masa. Sialan, apakah benar itu dia? Karena aku sangat menyukai karyanya yang berjudul Fifty Shades itu. Theo yang menyarankanku untuk membaca novel itu. Sebenarnya aku tidak suka membaca novel, tapi karena Theo yang memintaku jadi lebih baik aku menurutinya. Dan ternyata memang novel itu sangat mengagumkan. Aku bahkan mencari tahu siapa penulisnya. Dan sekarang, penulis novel itu sedang berdiri di depanku dengan dua lelaki tua di belakangnya.Astaga.

            “Ya, dan kau Justin Bieber, bukan?” ujarnya dengan penuh rasa kedekatan. Astaga, ini benar-benar menyenangkan. Aku ingin marah pada Advis –asistenku- ia tidak memberitahuku dengan siapa aku akan bertemu. Ternyata aku bertemu dengan E. L James. Sialan.

            “Ya, senang bertemu denganmu,”

            “Aku juga. Aku dan teman-teman ingin memberitahu sesuatu padamu,” ujarnya padaku.

            “Ayo, kita harus pergi ke tempat yang lebih nyaman,” Advis yang berada di sebelahku mengajak kami berjalan menuju tenda berwarna orange ini. Ini tempat peristirahatanku jika sedang diberikan istirahat syuting.  Kami masuk ke dalam dan terduduk di atas 5 kursi di sana. Kebetulan sekali.

            Aku duduk berdampingan bersama Advis, sedangkan E. L James terhimpit di antara dua lelaki tua itu. Lelaki yang memakai topi hitam dengan rambut putih keabu-abuannya itu memegang sebuah koper. Ia membukanya dan langsung memperlihatkan isinya padaku. Whoa! Uang itu banyak sekali. Sialan, apa yang akan mereka lakukan pada uang itu? Oh, aku tahu. Pasti mereka akan menawarkan sebuah peran padaku. Aku tidak dapat menahan senyumanku.           

            “Aku ingin bertanya beberapa hal padamu,” ujar lelaki yang memegang koper itu, “panggil aku James,” tambahnya. Aku menganggukan kepalaku.

            “Aku ingin kau memerankan Christian Grey dalam Fifty Shades of Grey. Apa sebelumnya kau pernah membaca buku itu?” tanyanya.

            “Tentu saja. Siapa yang tidak tahu buku sehebat itu?” ujarku dengan penuh rara percaya diri. Penulis Fifty Shades itu tersenyum padaku, memerah. Oh, aku baru saja menggodanya.

            “Mengapa kau bisa memerankan Christian Grey? Mengapa?” tanya James lagi padaku.

            “Karena aku cocok untuk memainkan peran itu. Omong-omong, siapa yang akan memerankan Anastasia Steele?” tanyaku dengan penuh rasa ketetarikan.

            “Alexis Bledel. Kau tahu dia bukan? Dia sudah menerima kerja kontrak ini. Dan apa kau ingin menandatangani kontrak kerja ini?” tanya James memberikan sebuah kertas padaku. Aku tersenyum miring pada mereka.

            “Laters Baby,” aku menggoda mereka semua dan mengambil pulpen yang berada di kantong jas-ku lalu tanpa berpikir panjang aku menandatangani kontrak kerja ini. Itu uang yang banyak dan aku tidak bisa menolaknya. Sialan, Alexis Bledel? Ah, itu bukan masalah.

            Aku akan memerankan Christian Grey. Laters Baby.

Rolling the Camera [HerrenJerks]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang