7 Days More

75 7 0
                                    

"Sampe sekarang aku masih ganyangkaa," Sery menepuk-nepuk wajahnya sendiri.

Aku ikut mencubit pipinya agak keras. "Ini asli Serr."

"Sakit Vel," Sery memanyunkan bibirnya.

"Tapi kamu masih punya utang sama kitaa Ser," goda Casie.

"Kenalin Raka ke kitaa," aku melanjutkan permintaan Casie dan sedikit mengancam.

"Iya aku janji, tapi gatau kapan. Raka orangnya gak kaya Fiko yang cerewet minta ampun gitu Cas. Ataupun kayak Alatan yang diem-diem ngomong sayang mulu. Raka cuek, pendiem lagi," jelas Sery.

"Terus kenapa kamu mau pacaran?," tanyaku.

"Karena aku tau dia sayang aku," jawab Sery. "Bukannya kamu yang dulu ngomong itu Vel walaupun Alatan pergi jauuh gitu?."

"Aku..?," jawabku masih mengingat-ngingat.

"Saking sayangnya ya kamu Vel," Casie merangkulku dan tersenyum.

Iya, aku tidak ingat kapan aku pernah mengucapkan kalimat itu. Yang aku ingat dan terus dipikirkan di dalam kepalaku adalah. Alatan telah menghilang selama seminggu dan aku tidak memberitahunya ke siapa pun, bahkan Casie ataupun Sery. Juga minggu depan adalah hari yang di nantikan sejak pertama kali aku menganggukan kepalaku pada Alatan bahwa aku menyayanginya. 7 hari lagi, hubunganku dan Alatan tepat satu tahun.

"Hei kalian laper ga?," tanya Sery membuyarkan lamunanku.

Aku tersenyum melihat ke arah Sery. "Ga ditanya juga kamu pasti tau jawabannya kann," aku tertawa.

"Jadi gimana tuan rumah? Apa yang kamu siapin," Casie ikut tertawa.

Sery mendengus kesal karena terus digoda oleh aku dan Casie, ia pun beranjak dari duduknya. "Oke-oke tunggu sebentar ya. Ini spesial 2 hari setelah seorang Sery punya pacar," Sery keluar dari kamarnya meninggalkan aku dan Casie.

Aku tidak bisa menahan tawaku setelah Sery keluar dari kamarnya bahkan Casie pun ikut tertawa. Sepertinya memiliki pacar adalah mimpi ratusan tahun yang telah dinantikan bagi Sery.

***

Tujuh hari menuju satu tahun, dan tujuh hari setelah kamu menghilang

Kamu pasti tau walaupun aku ga ngucapin ini. Aku rindu kamu, sepertinya di setiap halaman semua renungan. Aku taakan melewatkan untuk menulis satu kata itu 'rindu'. Apa kamu bisa menjelaskan perasaan in?. Rasa yang lebih besar dari sekedar ingin bertemu. Rasa ini lebih pantas disebut sebuah keinginan untuk mengulang keadaan yang telah terjadi antara kita. Ataupun keinginan untuk mengukir kisah baru dan cerita baru. Untuk menjadi sebuah kenangan. Tapi kamu pasti tetap mengizinkan aku terus mengatakannya bukan?. Aku rindu kamu Al, sekali lagi.

Handphone yang aku taruh di atas kasur berbunyi tepat setelah aku selesai menuliskan kalimat terakhir di dalam notebook tersebut. Harap-harap cemas aku mengambilnya dan terus berpikir bahwa itu adalah Alatan. Tapi nihil, Fiko? Kenapa dia meneleponku.

"Halo Fik," aku menjawab teleponnya.

"Eh Vel akhirnya diangkat juga, ganggu ga?," tanya Fiko terdengar lega aku mengangkat sambungan teleponnya.

"Engga kok, emang kenapa?."

"Alatan, kamu kontakan sama dia ga? Kata Casie kamu baik-baik aja gacerita kalau kamu lagi ada masalah atau apapun."

7 Hours for 717 DaysWhere stories live. Discover now