so my lovely reader,
this is my favorite paaarrtt!!! yuhuuw
enjoyy reading<3
***
Flashback
Alatan POV
"Tan, ngelamun mulu," Fiko menepuk bahuku.
"Eh kenapa Fik?," tanyaku yang sedang asyik melihat pemandangan dari atas batang pohon.
"Mau cerita nih, tapi janji jangan bilang siapa-siapa," Fiko ikut duduk di sebelahku.
Mendengar perkataanya aku menganggukan kepalaku. "Siap bos," aku memberi hormat pada Fiko.
"Tapi abis aku cerita ini janji ya kita bakal tetep satu SMP?," tanya Fiko mengacungkan jari kelingkingnya kepadaku.
"Janji," jawabku lalu mengaitkan jari kelingkingku ke jari kelingking Fiko.
***
Aku berjalan memerhatikan gerbang sekolah, kini aku pertama kalinya menginjakkan kaki di sekolah ini sendirian. Melihat ratusan orang yang dengan mudahnya mengangkat kaki mereka memasukki kelas ini. Harap-harap cemas aku berusaha menggunakan topi menutupi wajah agar Fiko tidak menemukanku.
Mungkin lima langkah lagi agar aku bisa berada di barisan ratusan murid baru seseorang menepuk pundakku.
"Hei Tan kamu ga lupa kan?." Fiko menemukanku dan langsung merangkulku seolah ingin seluruh dunia tau kita adalah sahabat yang tak terpisahkan, dulu.
Aku berusaha menutupi rasa takutku dan tersenyum seakan aku menyetujuinya. Ini adalah awal yang buruk di hari pertama sekolahku. Seolah seluruh perkataan Fiko di atas pohon sore itu telah menjadi radio paling setia di telingaku.
"Aku udah cape ngeliat orang tua aku bahkan semua kakak aku ga nganggep keberadaan aku. Tapi sekarang aku punya caranya, pas kita masuk SMP nanti aku bakal ngerubah diri aku jadi anak nakal yang sebenernya. Tugas kamu gampang Tan, aku cuman mau minjem tabungan seumur hidup kamu kalau aku butuh. Karena mungkin banyak rencana yang ga sanggup aku lakuin pake uang aku sendiri, bisa kan?."
Mendengar semua perkataan Fiko, perjuangan 6 tahunku mencoba berjualan berbagai tren yang ada menjadi sia-sia. Padahal pikiranku hanya untuk membantu orang tuaku dan tidak menyusahkannya di masa depan nanti, dengan mudahnya Fiko memanfaatkan janji persahabatan ini.
Dan apa yang terlontar dari mulut Fiko benar-benar terjadi. Semua kekacauan yang dibuatnya di luar dugaanku. Tahun pertama berada di SMP kami sekelas, dan Fiko terus membawaku kemanapun dia berada. Salah satu kekacauan yang paling buruk adalah ketika ia mencorat-coret beberapa jendela kelas dengan cat pilox mengatakan bahwa murid tidak butuh ujian. Lebih parahnya lagi tuduhan dijatuhkan padaku.
Aku menarik dengan keras tangan Fiko ke taman belakang sekolah. "Kamu gila ya Fik!," aku membentaknya. "Kelas delapan nanti aku gaakan sekelas lagi sama kamu dan gaakan pernah sampai kapanpun!. Kamu jangan berani lagi deketin aku kalau cuman ini yang kamu mau!," Aku melempar beberapa lembar uang dan berlari meninggalkannya.
Dunia ini terlalu gila, ketika sebuah persahabatan hanya didasari oleh lembaran kertas dan kepingan logam sebagai alat penukar.
***
Sekarang aku sudah berbeda kelas dan sangat jauh dari Fiko. Hidupku benar-benar terasa nyaman dengan berbagai teman yang sebenarnya. Dan hampir sebulan ini ada seorang perempuan yang setiap aku melihatnya matanya selalu mengarah padaku mengabaikan hal di sekitarnya. Kudengar namanya Velany dari kelas 8H, sayangnya ia sekelas dengan Fiko. Kelas yang benar-benar aku hindari.
YOU ARE READING
7 Hours for 717 Days
Genç KurguHarapanku satu tahun lalu, terwujud. Impianku mengukir kisah bersamanya dalam hari-hari yang sederhana. Kini, Ia bukan angan lagi untuk kudapatkan. Namun Ia masihlah harapan untuk sebuah pertemuan. Ribuan masalah memanglah tantangan. Bahwa hanya sat...