13

69 11 1
                                    

Nabilah dan papanya udah dalam perjalanan pulang dari rumah tante jessy, dan selama perjalanan Papa masih nggak bisa ngilangin keheranannya.
  "Papa bingung, kok nama papa bisa terdaftar jadi anggota biro jodoh, ya?" Tanya papa.
  Cuma ada satu hal yang ada di pikiran Nabilah: jawab apa enggak, jawab apa enggak, perlu dijawab apa enggak. Nabilah resah.
  Kayaknya ini akhir dari semuanya. Semua yang dia lakukan dan dia usahakan sama yupi bakalan berakhir tanpa hasil. Dia nggak bisa ketemu Harris, malem mingguan, apalagi punya pacar.
  "Menurut kamu orang yang kata tante jessy itu papa, beneran papa atau orang lain, bil?"
  "Ng... ng... Nabilah nggak tau, pa. Kayaknya sih, orang lain, pa," jawabnya sambil berharap papa nggak lagi menghujani dia dengan pertanyaan seputar biro jodoh.
  "tapi tadi tante bilang fotonya,namanya, alamatnya, sama kayak Papa. Papa curiga deh, kalo itu beneran Papa!"
  "Eh.. mm.. udahlah, pa. Emang bukan papa kali!" Nabilah ngedesak.
"Kalaupun bukan, masa sih, wajahnya mirip papa? Papa ngerasa kayaknya dulu Papa punya foto yang lagi bawa-bawa pacul sambil duduk di atas kebo, deh. Yang waktu kita ke desa itu, loh,bil?inget,nggak?"
"Nggak... ng... Nabilah nggak inget, pa,"
Nabilah mendesah pasrah. Nggak ada minat buat ngeluarin pendapat lainnya. Besok, dia bakal cerita ke yupi dan minta dia supaya ngebatalin papanya sebagai anggota biro jodoh.
  "Ini kerjaan kamu ya, bil?"

JENG.... JENG....!!
Ini udah jeng.. jeng.. yang kedua.
Detak jantung Nabilah kacau abis, keringat dingin menetes di dahi, leher, telapak tangan, di sekujur tubuhnya, meskipun saat itu dia berada di dalam mobil yang ber-AC.
Bibirnya bungkam. Gimana bisa papa berfikir sejauh itu? Bener lagi!
  "Bil? Ini kerjaan kamu, kan?" Papa ngilangin pertanyaannya.
"Kok papa bisa nuduh Nabilah? Atas dasar apa?" Nabilah mencoba ngelak.
"Kamu kan, kepingin banget dateng ke prom night sekolah kamu dan Papa nggak ngijinin. Kayaknya itu alasan yang pas buat ngerjain Papa. Iya, kan?" Tanya Papanya, kalem, tapi ada kesan dingin dari nadanya.
Rasanya Nabilah pingin lompat keluar dari mobil terus kabur. Dia nggak bisa nggak bisa ngebayangin gimana reaksi Papa kalau dia ngaku. Nabilah belum pernah ngeliat Papa marah besar, mungkin inilah saatnya, untuk pertama kali.
  "Iya kan, bil?" Tanya papanya lagi, masih kalem dan dingin.
  Ngaku nggak, ya? Kalo ngaku, gue bisa abis. Tapi kalo nggak ngaku, papa pasti curiga terus. Tiap hari rasanya kayak diteror. Kenapa sih, Papa terlalu kepingin tahu?
  Tapi..... toh pada akhirnya Papa juga bakalan tahu, batinnya nyerah.
  "Nabilah bukannya ngisengin papa," Nabilah akhirnya buka suara.
  Mendengar pengakuan anaknya, papa Nabilah seperti kehilangan kontrol setirnya. Nggak nyangka anaknya bakal ngaku, papa Nabilah hampir aja ngerem mendadak.untung aja nggak dilakuin, kalo iya,tuh mobil bisa-bisa ngejumplang kedepan.
"Kalo bukan ngisengin, apa dong? Balas dendam?"
"Apalagi balas dendam! Papa kok, jadi negative thinking gitu sama Nabilah?" Nabilah protes.
"Papa nggak bilang kamu balas dendam, kok. Papa cuma nebak-nebak aja. Trus apa dong?" Tanya papa penasaran.
  "Papa masih inget pembicaraan kita waktu itu, nggak? Waktu Papa jemput Nabilah dari tempat les.
   "Yang mana? Bukanya tiap papa jemput kamu les kita selalu ngomong, ya?" Kata papa polos.
  "Waktu itu papa bilang, Nabilah nggak boleh pergi malem mingguan sampe seenggaknya ada yang ngegantiin Nabilah untuk nemenin papa tiap malem minggu. Nabilah pikir, Papa butuh istri baru,"
  "Oh, jadi itu toh, alasan kamu!" Papa terhenyak.
Sesaat Nabilah takjub melihat reaksi Papanya. Papa bukanya tambah kesel atau marah tapi malah takjub.
 
"Papa nggak nyangka kalo kamu bakalan nanggepin kata-kata papa dengan serius. Papa nggak sungguh-sungguh ngomong kayak gitu. Papa ngomong kayak gitu sengaja, supaya kamu nggak terus kepikiran malem mingguan atau pacaran, soalnya papa pikir syarat yang papa ajuin itu susah dan nggak bakal kesampaian sampai kapan pun!" Papa memperjelas segala-galanya.
  "Jadi.... jadi Papa cuma becanda doang?!" Ulang Nabilah dengan nada setengah membentak.
  Papa mangangguk lalu ngelanjutin kalimatnya. "Jadi, mendingan besok kamu telpon biro jodohnya, bilang kalau papa mengundurkan diri jadi anggota,"
    Nabilah pasrah. Udah untung Papa nggak marah-marah, dan sekarang dia nggak punya pilihan lain selain nurut kata-kata papanya. Tapi tunggu! Yupi kan udah terlanjur bikin janji sama Ratna?
  Nabilah sekarang cuma bisa ngandelin yupi untuk ngatur pembatalan perjanjian dengan Ratna. Tapi.... Yupi pasti nggak mau. Yupi itu bukan tipe orang yang gampang menyerah. Yupi pasti bakal cari cara lain, sekalipun Nabilah ngadain konferensi pers yang nyatain kalau dia udah nggak berminat lagi ngelanjutin rencana mereka. Kayaknya harus papa sendiri deh yang ngejelasin segala-galanya ke Ratna.
"Kok, bengong," papa mengagetkan.
"Itu, masalahnya...."
"Nggak bisa dibatalin?"
"Bukan,"
"Lalu,?"
Nabilah nggak punya pilihan. Dia nyeritain versi lengkapnya ke papa. Mulai dari usahanya dan yupi ngedaftarin Papa jadi anggota biro jodoh cinta dunia akhirat, lalu biro jodoh cinta kilat, sampai akhirnya mereka bikin janji sama cewek yang namanya Ratna. Nabilah juga ngejelasin pendapatnya soal pembatalan janji dengan Ratna.
"Papa curiga, jangan-jangan yang waktu itu kamu bilang kita diundang makan di restoran baru tantenya Yupi juga cuma karangan kalian?"
"Iya, pa," jawab Nabilah nggak bersemangat.
"Trus juga yupi ngaku-ngaku kalau Jessy itu tantenya yang ngundang makan?" Tanya papa.
"Kalau yang itu Nabilah yang ngarang. Yupi nggak tau apa-apa. Dia taunya cuma papa bakalan dateng kerestoran malam itu," tutur Nabilah.
  "Jadi kalian bener-bener mau ngejodohin papa sama jessy?" Tanya papa lagi.
"Iya, sebelum kita tahu kalo tante jessy itu sodara kita," jawabnya lemas.
Papa menghela nafas, "coba kalau jessy itu bukan saudara kita, papa pasti mau,"
Nah, lo! Apa maksudnya nih papa ngomong kayak begini? Nabilah ngerasa semuanya jadi lucu. Awalnya, Nabilah ngira kalau papa bakalan marah besar, ternyata enggak, tapi papa malah membawanya ke pembicaraan yang benar-benar di luar dugaan.
"Pa..."
"Hmmm... jadi kamu nyuruh Papa sendiri yang ngebatalin janji sama Ratna itu?"
"Please...," nabilah meratap.
"Kalo Gitu kamu juga ikut,"
"Loh?"
"Kamu juga harus ikut bertanggung jawab dong, masa kamu melimpahkan semua masalahnya sama papa? Pokoknya kamu kudu wajib ikut. Titik."
"Hah!, papa,"

---------------------------------
13-2-2018
---------

One million of the struggle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang