Cowok bermata hazel itu tetap saja menyodorkan sendok berisi bubur ayam pada cewek yang tengah duduk bersandar pada bangsal rumah sakit, tangan kirinya yang bengkak itu masih bisa membalik lembar demi lembar novel nya.
"Retta ayo dimakan" pinta Nata.
"Gak mau" tolak Renata,sedari tadi ia belum menyentuh bubur itu, sebenarnya ia sangat menginginkan bubur itu tapi ia gengsi untuk membuka mulutnya.
Nata menghembuskan nafasnya kasar "kamu belum makan Ret, aku ngerti kok kalo kamu masih marah sama aku,tapi ayo makan,nanti maag kamu kumat lagi"
Renata tersenyum miring "peduli apa lo sama gue?"
"Retta..."
Renata menurunkan novel nya "lo keluar deh,berisik!" setelah itu Renata kembali melanjutkan aktivitas membacanya
Entah setan apa yang baru saja melewati Nata, wajah cowok itu nampak merah,bukan bukan karena pujian. Emosi nya terasa memuncak. Ia membanting sendok itu kemangkuk sehingga membuat suara dentingan yang cukup keras. Ia menaruh mangkuk itu dimeja lalu segera keluar dari kamar rawat inap Renata, sebelum keluar ia membanting pintu cukup keras,sehingga membuat cewek yang berfokus ke novel itu menengok kearah pintu.
Cewek itu mengangkat kedua bahunya tak acuh, ia merasa kecewa pada sahabat sedari kecil nya itu
∫∫∫
Laki-laki dengan motor merah itu segera melepas helm nya lalu segera masuk kedalam rumah sakit,tangan kanan nya menenteng sup ayam kesukaan princess-nya.
Laki-laki itu membuka pintu kayu dengan nomor 548.
Ia melihat adiknya tengah asyik membaca novel pemberian kekasihnya itu,saking asyiknya pun cewek itu tak menengok kearah pintu. Ia tersenyum lalu segera berjalan mendekati bangsal tempat adiknya yang tengah duduk itu.
Senyumnya pudar ketika matanya menangkap mangkuk bubur ayam tadi pagi yang masih utuh,hanya saja sudah sedikit berantakan.
"tadi pagi nggak makan?" tanya cowok yang mulai menarik kursi untuk mendekat kearah adiknya.
"makan kok" jawab adiknya enteng.
"makan apa?"
"roti yang tadi Mas Akbar kasih" matanya masih focus pada buku yang ada didepan nya.
Akbar menarik paksa novel itu "hargain orang yang lagi ngomong" ia menutup novel itu lalu meletakkan nya diatas meja. "kenapa bubur nya nggak di makan?" tanya Akbar.
Renata menunjukkan muka masam nya "Mas,liat tangan aku bengkak kayak gini mana bisa makan,yang tangan kanan tadi malem salah tidur jadinya sakit digerakin" jawab Rena
Akbar menghembuskan nafasnya "kalau baca novel aja bisa kenapa nggak bisa makan"
"tangan ku sakit"
"kan bisa disuapin Nata?" Akbar menaikkan sebelah alisnya "sekolah kalian bukannya libur?"
Skakmat!
Renata tak bisa menjawab apa apa lagi. Bahkan sekarang ia pun tak tau dimana keberadaan Nata.
"kenapa diem?" akbar masih menatap lekat adiknya itu "Nata kemana"
Cukup!
Renata kalah,ia benar benar diam kali ini,ia tak bisa menjawab pertanyaan pertanyaan itu.
Akbar mengelus pucuk rambut adiknya "kamu kenapa sama Nata? Cerita sama Mas Akbar"
Renata menunduk,pandangan nya mulai kabur bukan karena mau pingsan tapi cairan bening yang kini sudah terkumpul di pelupuk mata Renata.
"apa salah sih mas kalo Rena pacaran?" suara Renata terdengar serak.
Akbar tersenyum,fikirannya melambung jauh ke beberapa bulan lalu saat dengan polosnya adik nya itu bertanya "Ibu, ayah Rena boleh nggak pacaran?"
Lantas seisi ruang keluarga itu tertawa "kamu ini masih kelas 2 smp kok udah pacaran,memang pacar kamu siapa? Nata?" Tanya Ayah.
"ih Ayah ini beneran. Renata apa boleh pacaran? Pacar Rena bukan Ata yah" kini cewek itu nampak serius dengan ucapannya.
Ibu bangkit dari sofa "udah malem,kamu tidur deh. Kayaknya kamu capek habis belajar,yuk ibu temenin ke kamar"
Sepertinya kala itu adiknya tak bercanda.
"Mas kabar sih ngebolehin asal cowoknya harus baik. Pacaran juga harus yang positif aja jangan aneh aneh,jadiin penyemangat belajar bukan penghambat belajar"
Renata menarik nafass dalam "kalo Mas Akbar ngebolehin kenapa justru Ata yang marah waktu itu?"
Akbar tertawa, rasanya ia kembali menjadi ABG SMP lagi "Cuma gara gara itu kamu marahan?" tanya Akbar balik.
"selain karena itu,aku kecewa sama Ata soalnya dia juga yang buat persahabatan kita berempat jadi hancur,kita berempat gak kayak dulu lagi. Viona sama temen nya yang beda kelas,aku sama Akmal, Ata nya dia sendiri terus" jawab Renata, ia berusaha menahan tangisnya.
Akbar berdeham "Gini dek, Nata itu sahabat kamu dari kecil, dia itu kan pasti sayang banget sama kamu,mana mungkin sih dia itu ada niatan jahat sama kamu"
Setelah itu Renata diam,bibirnya seolah tak bisa berkata kata lagi. Kali ini jantungnya berdegup lebih cepat,bukan. Bukan jatuh cinta,entah mengapa sekarang ia merasa bersalah pada sahabatnya sejak kecil itu.
∫∫∫
Entah mengapa,dadaku rasanya sesak, nafas ku juga tidak teratur,jalan ku tergesa-gesa tanpa tujuan, aku tak mengerti kaki ku ini berjalan kemana,yang pasti aku hanya tak mau salah melampiaskan emosiku ini pada perempuan yang sedari tadi tak menganggapku ada.
Brugh..
"shit!kalo jalan pake mata!" gerutuku tanpa melihat orang yang menabrak ku.
Orang tadi menepuk pundak ku,aku langsung menoleh ke belakang "Mal?"
Cowok itu tersenyum "ngapain buru buru?"
"Gak papa" jawab ku singkat.
"Lo kenapa sih Ta? lo beda setelah gue sama Rena pacaran. Lo nggak terima?" Tanya Akmal to the point.
Aku diam, aku tak mengerti harus menjawab apa.
Akmal menepuk bahu ku "Lo nggak usah jawab, takdir berpihak sama lo kok Ta, sayang nya Rena ke lo lebih besar dari pada sayang nya sama gue"
Dari nada bicaranya jelas terdengar kecewa,walaupun Akmal berusaha tetap tersenyum, tangan nya belum turun dari bahu ku. Aku tau ini berat.
"Gue minta lo jagain Rena, gue yakin dia nggak bakalan bisa marah lama lama sama lo" Akmal merogoh saku celananya,mengambil sepucuk surat dengan warna biru dan entah dari mana ditangannya sudah ada bunga mawar merah "Gue nitip ini buat Rena. Iya ngerti gue nggak gentel tapi ini pilihan gue,gue lebih milih Rena benci gue karena gue banci daripada ngelihat dia nangis dihadapan gue,gue paling nggak bisa ngelihat itu" Akmal menepuk pundak ku dua kali.
Setelah itu, Akmal pergi. Tubuhku kaku, aku hanya bisa diam membisi disini dengan sepucuk surat warna biru dan setangkai mawar merah. Aku jahat. Aku yang jahat disini.
Tak seharusnya aku memisahkan dua orang yang masih saling menyayangi, aku yang bodoh, aku yang egois, aku yang seharusnya jadi Akmal.
Dan "maaf Ret,ini semua salah ku"