Halaman rumah dengan rumput hijau bagai permadani menjadi saksi bagaimana bahagianya 2 orang anak. Saling mengejar satu sama lain. Munafik bila aku berkata tak merindukan gadis itu,gadis periang yang selalu bisa membuat rasa baru di hidup ku.
Aku tak menyangka,dari dia aku merasakan manisnya jatuh cinta dann dari dia pula aku merasakan pahit nya patah hati.
Mungkin sudah hampir satu bulan aku tak bersamanya lagi dan selama itu pula aku menjadi lebih tertutup dengan siapapun,bahkan dengan keluargaku sendiri.
Mataku tak sengaja menatap motor yang berhenti di depan pagar rumah Renata, cewek itu tampak turun dari motor itu lalu melambaikan tangan pada kekasihnya yang mulai menjauh dari rumahnya. Bibirnya tampak pucat,bahkan ia sempat berhenti berjalan lalu memagangi kepalanya, ia tampak tak sehat.
∫∫∫
Kepala cewek itu terasa berdenyut. Memang akhir-akhir ini kondisinya kurang fit. Cewek itu terus memaksa untuk berjalan memasuki rumahnya.
Renata membungkuk untuk mengambil kunci yang berada di bawah keset,namun setetes darah meluncur jatuh mengenai lantai, ia mendongak lalu mengusap hidungnya. Ya,disana sudah banyak darah yang mengalir.
"Retta,kamu kenapa?" cewek itu masih mendengar suara yang berasal dari belakang tubuhnya,baru saja ia akan berbalik badan pandangan nya sudah gelap,kesadarannya sudah hilang.
Orang itu dengan sigap menangkap tubuh Rena, ia mengambil kunci yang ada ditangan Rena lalu segera membuka pintu, setelah itu ia menggendong gadis itu ke dalam kamar.
Ia tak perduli bila nanti ia akan di tampar oleh keluarga Renata bila mengetahui ia sedang berdua dikamar gadis itu, yang ia fikiran saat ini adalah kondisi Renata, terlebih lagi darah segar yang sedari tadi keluar dari hidung gadis itu belum juga berhenti.
Setelah darah itu berhenti,aku merogoh saku celana ku mengambil benda pipih lalu mencari salah satu kontak yang ada disana. Setelah menemukan kontak bernama 'Kak Akbar' aku segera menekan tombol call.
Cukup lama aku mendengar nada sambung,hingga ada suara serak yang menggantikan nada sambung itu.
"Halo,apa Nat?"
"emm... ini kak Retta mimisan banyak,ini aku lagi dirumah sama Retta"
"Kok bisa? Sekarang masih mimisan Rena nya?"
"sekarang Retta nya nggak sadar"
"Jagain Rena dulu ya Nat"
"iya kak"
Setelah itu sambungan telfon diputus oleh lawan bicara ku. Kak Akbar memang sangat menyayangi Retta, apapun yang di inginkan Retta pasti Kak Akbar akan mencarikan bahkan sampai nyawa taruhan nya. Dari nada bicaranya tadi terlihat jelas bahwa Kak Akbar sangat khawatir akan kondisi Retta.
BRAKK !!!
"Rena gimana Nat?" dari suara dan deru nafas yang terengah engah itu bisa menggambarkan bagaimana rasa sayang kakak kepada adiknya.
Aku bangkit dari kursi "Masih belum sadar kak,tadi aku udah kasih minyak kayu putih tapi nggak bangun bangun Retta nya"
Laki-laki yang masih mengenakan seragam putih abu abu itu berjalan mendekat ke arah tempat tidur Rena. Tampak ia mengelus rambut hitam adik satu-satunya itu,sorot matanya nampak sangat khawatir.
"Kok dia bisa kayak gini?" Pertanyaan ini memecah keheningan di kamar bernuansa biru-pink ini.
"Nggak tau kak,tadi aku waktu lewat depan rumah, aku liat Retta udah mau pingasan gitu terus waktu aku tanya dianya pingasan" jawab ku dengan sedikit bumbu kebohongan itu.