Bagian 3

28 6 0
                                    


Rasanya seperti mati,semuanya seakan telah berhenti dan akan terasa tak mungkin bila harus di putar kembali. Sebenar nya apa yang salah? Kenapa aku sebegitunya? Kenapa rasanya seperti ditikam ? Perih ? tapi tak ada yang berdarah,semua seperti baik-baik saja.

Sekarang 2 sisi dari dalam tubuh ku bergelut, semuanya ingin menang, aku sendiri tak tau harus memilih yang mana. Dia adalah sosok yang membuat ku merasakan apa itu cinta, kali pertamanya aku jatuh cinta dan dia pula lah yang membuat ku merasakan apa itu patah hati. Di satu sisi aku ingin dia bahagia, tapi di sisi lain aku tak terima dengan apa yang terjadi harusnya itu aku bukan teman ku.

Suara deritan pintu kamar ku yang terbuka membuatku mendongak dan melihat siapa yang datang.

"Sayang,kamu belum tidur" Tanya wanita dengan rambut pendek khasnya itu.

Aku melepas kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungku "belum Ma,ini mau tidur" aku meletakkan kacamata berwarna abu-abu itu dinakas.

Mama mencium keningku selama beberapa detik "Cepet istirahat ya,sayang"

Aku hanya mengangguk lemah,sembari menatap wanita itu keluar dari istana pribadi ku.

Sebenarnya,aku sangat malas untuk melanjutkan hari esok rasanya ingin sekali aku tetap disini, bagi ku maatahari tenggelam hari ini begitu menyakitkan. Aku belum siap dengan luka yang akan ku dapati esok,lukaku kali ini masih menganga belum sembuh. Dengan pikiran yang terus bergelut,aku sudah bisa pergi kealam mimpi,walau aku tak menginginkan nya.

∫∫∫

Sudah hamper ratusan kali cewek dengan tahi lalat dipinggir mata kanan nya itu mencoba menelfon cowok yang selalu ada saat ia ingin curhat,tapi entah disaat bahagia nya seperti ini ia menghilang begitu saja,seperti ditelan bumi. Handphone nya tak aktif sejak tadi malam,bahkan sampai pagi ini belum juga aktif. Biasanya cowok itu selalu membangunkan nya entah dengan menelfon ataupun dengan spam chat.

"Kamu kemana sih Ta? Aku mau cerita pliss nyalain hape nyaa" gerutu cewek itu.

Ia pun melempar asal ponselnya itu ke kasur lalu segera masuk kedalam kamar mandi. Cewek itu terlihat begitu khawatir, karena secuek apapun saudaranya itu tak mungkin akan mengabaikan pesan ataupun telfon dari nya. Tapi semenjak malam tadi,semuanya seakan berubah.

Salah satu lagu yang dibawakan oleh Shawn Mendes secara otomatis mengalun dari ponsel ku,aku segera meraih ponsel silver ku dan langsung menggeser tombol hijau yang muncul di layar ponselku,tanpa memperdulikan nama yang tertera disana.

"Halo? Ataaaaaaa,kamu kemana aja sih? Semalem hapenya nggak aktif dasar ya awas aj~" ucapan ku ditelfon seketika terputus karena orang diseberan sana segera menyahut.

"Aku Akmal Renaa"

Aku pun melihat ID Caller yang ada, dan benar yang kudapati adalah nama Akmal bukan Ata.

"Ohh,sorry. Kenapa Mal?"

"Cepet kebawah udah aku tungguin"

Aku pun berlari kecil menuju balkon kamar ku dan mendapati seorang cowok tengah berdiri di depan pagar rumahku,ia tampak melempar senyum ke arahku. Manis. Aku pun melempar senyum juga kearah nya.

"Okee,kamu masuk aja nggak papa kok"

"Iyaa,aku matiin ya"

"Iyaaa"

Tut.

Sambungan telfon sudah terputus,aku kembali masuk kedalam kamar, ponsel ku pun menjadi sasaran kegembiraan ku,entah rasanya aku seperti terbang. Ujung ponselku ku gigit,jorok? Memang tapi seperti itulah aku.

∫∫∫

Untuk kali ini,aku memilih tempat duduk yang berjarak cukup jauh dari ke tiga temanku. Aku memilih untuk duduk di bangku paling depan di dekat pintu,sementara ke tiga temanku tetap di deret bangku kedua dan ketiga. Ku sumpal telingaku dengan earphone lalu kedua mataku ku fokuskan pada novel yang sudah kubawa dari rumah.

Baru beberapa menit saja aku berfokus pada kegiatan ku,earphone ku ditarik paksa sehingga membuatku menoleh.

"woi,belajar congek lo?" Gerutu Viona yang langsung duduk dibangku sebelah ku.

Aku kembali memfokuskan mataku pada novel "Apasi,sotoy lo!"

Viona tampak menghela nafasnya "Gini deh to the point aja ya,mumpung juga yang pacaran belum dateng. Lo kenapa sih Ta? Lo berubah tau gak,lo tiba-tiba ngejauh dari semuanya apalagi ini lo pindah tempat. Lo kenapa sih?"

Aku menutup novel dengan ketebalan 378 halaman itu lalu memejamkan mataku sejenak. Apa ini saatnya untuk ku bercerita? Apa Viona akan mengerti akan maksudku?

"Kalo alasan gue karena gue sayang sama Rena gimana"

Jawaban aneh,menggantung,nggak jelas. Aku merutuki jawaban ku. Tapi dengan itu hatiku sedikit lega,entah aku merasa lebih enak sekarang.

Memang otak ku tetap tak bisa berkonsentrasi pada novel dihadapan ku tapi aku tetap memaksakannya daripada harus melihat kedua sahabatku itu bahagia,sebenarnya tak ada yang salah. Seharusnya aku turut senang atas mereka,tapi entah aku merasa tak adil.

Aku sadar dengan sikap ku yang seperti ini pastinya akan membuat sahabatku jengah,terlebih Retta, ratusan panggilan masuk nya tak ku terima bahkan pesan-pesan nya tak kubaca,hampir saja tangan ini memblokir kontak bernama "Retta" tapi untung saja aku masih punya sedikit kesadaran diantara rasa kecewa ku.

Dibalik earphone yang tertancap ditelingaku ini samar samar aku mendengar gemuruh suara para teman teman ku,aku melirik kearah kerumunan itu, dari suara berisik yang sedikit bisa kudengar itu aku yakin yang sedang dikerumuni itu adalah Retta dan Akmal,memmang mereka tampak serasi.

Memang sudah kusadari aku ini sudah kalah,kalah jauh sekali,tapi sepertinya hati ini masih egois tak mau terkalahkan oleh orang yang saat ini ada disamping Reta ku. Dan aku tak mengerti bagaimana caranya untuk mengajak kompromi hati ini.

Lagi-lagi guncangan pada bahu kanan ku membuatku menaruh kembali novel ku dan melepas earphone yang menyumpati telingaku.

"Ata,kamu kemana aja sih? Semalem ngilang. Terus sekarang kenapa tempat duduknya pindah? Kamu aneh" Gerutu gadis dihadapanku seolah-olah tidak ada titik komanya.

Aku menghembus nafas kasar ketika melihat dibawah sana ada 2 tangan yang terkait begitu erat "Males nge cas kemarin, kesini juga mau focus belajar" jawab ku dengan nada datar.

Retta menaikkan alisnya "Emang kalo berempat kayak biasanya nggak bisa konsen?"

Bodoh! Kenapa aku memberi alasan yang konyol,untung saja otak ku masih bisa memberi pembelaan.

"Enggak,kalian rame,gak bisa konsen!"

"Oh,jadi gitu yaudah" ucap Retta dengan nada kecewanya.

Ia menarik tangan yang sedari tadi menggenggam erat tangan nya menjauh tapi baru beberapa langkah Akmal menahan tarikan tangan Retta.

Akmal menatap ku seolah ingin mengintimidasi ku "Lo kenapa ? Alasan lo nggak masuk akal, jujur sama gue apa alasan lo jadi kayak gini"

Aku mengalihkan pandangan ku "Lo mau tau?"

Cowok dihadapanku hanya mengangguk.

"Gue.kalah." jawab ku penuh penekanan.

Kedua orang dihadapan ku diam,masih berusaha mencerna maksud dari kata-kata ku,hingga beberapa menit kemudian gadis itu kembali mendekati ku.

Dengan mata yang mulai berkaca-kaca "Kamu ini apa sih Ta? Kamu nggak seneng aku bahagia? Kamu rela persahabatan kita jadi berantakan Cuma gara-gara hal kayak gini?"

"aku pengen kamu bahagia Ret,tapi nggak gini caranya" Jujur aku sedikit tak tega melihatnya sepeti ini.

"EGOIS!"

Kristal bening dari pelupuk mata gadis itu tumpah seiring dengan perginya dia dari hadapan ku. Baru kali ini ia membentak ku,dan sekarang ku rasa semua yang lakukan itu salah dan tak ada gunanya lagi.

5

VanillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang