Tidak bisa kukatakan jelas apa-apa yang seharusnya.
Dalam genting pagi, aku yang sendiri, masih menganga tak tahu apa-apa. Seperti senja yang telat pulang, atau surya yang telat datang. Sebab ada awan yang menggumpal abu-abu memberi jarak pada waktu agar penikmat mereka menunggu lebih lama. Atau sengaja menunda, sebab jumpa lebih berharga setelah lama tak tatap muka. Begitu mungkin niatnya. sebab aku hanya menduga-duga. Menyamakan antara rasa dalam dada, dengan semesta yang justru terlihat baik-baik saja. Aku tidak ingin terluka sendrian, aku ingin paling tidak, berdua.
Ditinggalkan itu, seperti apa? Aku tanya pada diriku sendiri, sebab sampai sekarang masih kusimpan rapat-rapat air mata agar tak jatuh cuma-cuma.
Aku ingin menangis, tapi seperti tak memiliki alasan untuk air mataku jatuh selain ditinggal pergi dengan dibiarkan merasa bersalah sendiri. Aku ditinggalkan, tapi aku yang merasa seolah aku sedang meninggalkan.
Tidak ada yang lebih sakit dari ditinggalkan dan diperlakukan layaknya pelaku kejahatan. Tidak ada yang lebih sakit dari ditinggal pergi oleh dia yang berlagak bagai korban. Tidak ada yang lebih sakit dari ditinggalkan, lalu dijelekkan. Tidak ada yang lebih sakit dari hatiku yang terluka, menganga, juga dibuat merasa bersalah.
Tidak bisa kukatakan jelas apa yang terjadi.
Tapi, akan kau sebut apa dia, yang meninggalkanmu lalu bertingkah seolah sedang ditinggalkan. Yang menyakitimu, lalu berlagak seolah sedang disakiti. Yang mengkhianatimu tapi pura-pura terkhianati.
Kau sebut apa?
Aku tidak tahu, ingin kusebut apa. Seperti tidak perlu memberinya nama, tidak perlu ada nama. Sebab jika kuberi nama, itu artinya aku mengakui keberadaannya. Dia sudah kuanggap tidak ada. Tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma Patah Hati
Short StoryCOVER BY @diflaa_ Kemarin aku lihat kau kian dekat, satu-satu pecahkan sekat, pelan-pelan mengikat. Berkali-kali berjanji untuk menetap di sisi. Tapi; tetap pergi. Wajahmu buram, ternyata kau hanya bayang, yang semakin kugenggam semakin hilang. Sema...