Bukan salahmu jika setelah pergimu aku mencoba menutup diri. Membiarkan perasaan-perasaan yang semula biru berubah kelabu dengan menimang-nimang kesalahanku. Aku yang terus menunduk tidak disebabkan oleh kepergianmu, tapi karena kepergianmu tidak pernah sekalipun ada dalam kemungkinan-kemungkinan yang aku bayangkan sebelum itu.
Aku terlanjur menata harapan besar tentang kita di hari tua. Di mana pada aku lah kau benar-benar menuju, dan memberikan sisa hidupmu. Aku menaruh seluruh harapanku pada pundakmu, berharap pada usahamu segala keinginanku terwujud. Aku membesarkan namamu, memujimu dalam-dalam, dan tak sampai hati memikirkan betapa kau bisa saja berbalik arah, kau bebas kapan saja melangkah. Aku lupa bahwa hatimu bukan ukiranku, ia bisa berbolak-balik sesukanya. Aku lupa, aku benar-benar lupa, bahwa segalanya bisa berubah tanpa menunggu persetujuanku.
Bukan salahmu jika aku merunduk layu. Tumbang setelah segala tentangmu kuletakkan di nomor satu. Apapun tentangmu kupastikan selalu ada dalam detik-detik ditiap hariku. Aku tidak pernah lupa barang sedetik untuk mendoakanmu, mendoakan kita, agar segalanya baik-baik saja. Aku sudah dimabukkan dengan harapan-harapanku, aku dianaktirikan kenyataan, aku permainkan keadaan.
Aku terus melayu. Tidak ada percik-percik kabarmu yang dapat menyegarkanku. Setiap tentangmu berubah hama yang semakin lama semakin membunuh. Aku dibunuh tingginya ekspektasiku padamu. Aku diracuni oleh segalanya tentangmu dalam benakku, yang ternyata tidak sesuai dengan jalanmu. Kau berbelok, memilih jalanmu sendiri, meninggalkanku lantas melupakanku.
Ini jelas bukan salahmu jika aku terpuruk. Setelah pergimu, yang kuratapi adalah diriku. Bagaimana aku begitu bodoh, meletakkan segala doaku pada kebaikanmu sementara aku lupa menyebut namaku sendiri? Bagaimana aku begitu sombong, berharap pada kebahagiaanmu adalah bahagiaku. Ternyata, pada bahagia yang kau pilih, tidak ada aku. Tidak ada aku sekali saja dalam setiap angan dan masa depanmu. Aku dibuang, dilepaskan, dilupakan, dan tertatih sendiri ditindih oleh harapan dan keinginan yang segalanya tentangmu.
Ternyata, pada bahagia yang kau pilih tidak ada aku. Dan pada bahagia yang aku inginkan, selalu kusebut namamu. Kita tak sama bahkan dalam mencari arti kebahagiaan. Bagaimana aku bisa bodoh ingin hidup bersamamu, jika pada tujuan saja kita tak bisa searah?
Setelah pergimu, segalanya terasa hancur. Aku melebur bersama segala tentangmu yang berubah menjadi masa lalu. Segala tentangmu yang berada dalam suatu waktu, yang kusebut dulu. Aku terjebak pada permainan waktu, pada ketidakadilan kenyataan, pada perlakuan semena-mena harapan. Aku dipermainkan, bukan salahmu, aku dipermainkan keadaan.
Bahkan setelah pergi, aku tidak berani menyalahkanmu. Aku tidak berani menyalahkanmu yang meninggalkanku.
-pemeluk sepi
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma Patah Hati
Short StoryCOVER BY @diflaa_ Kemarin aku lihat kau kian dekat, satu-satu pecahkan sekat, pelan-pelan mengikat. Berkali-kali berjanji untuk menetap di sisi. Tapi; tetap pergi. Wajahmu buram, ternyata kau hanya bayang, yang semakin kugenggam semakin hilang. Sema...