8. Aku cinta kamu!

44 3 1
                                    

Adis mengetuk-ngetuk sebuah meja kayu yang berada di pinggiran ruangan, setelah lelah seharian dengan masalah keluarga, teman, dan percintaan kali ini ia memilih untuk pergi sendiri ke sebuah cafe di kotanya.

Terlihat dari sana sebuah pelayan yang sedang memberi senyum ramah terhada pelanggannya termasuk pada Adis, dengan name tag bertuliskan Nadira. Adis memesan beberapa makanan sambil menunggunya ia menatap ke arah luar dari balik kaca nampak hujan deras mengguyur kota waktu itu, suhu tubuhnya mulai mendingin ditambah suhu ruangan yang kisaran 23 derajat.

Tibalah makanan yang ia pesan sialnya ia memih minuman dengan es yang lumayan banyak, beberapa saat suhu tubuhnya tambah dingin untuk keluar rasanya sudah tidak mungkin karna dari kaca sangat jelas sekali hujan deras disertai petir.

Matanya terfokus pada sebuah laki-laki dengan perawakan yang cukup ia kenal, dia Alfi entah Adis harus senang atau sedikit kecewa dengannya pasalnya sejak kejadian dua hari lalu matanya enggan menatap Alfi setiap kali berpapasan ia hanya menunduk dan mempercepat langkahnya.

"Lagi nunggu siapa?" tanya Alfi dan menghentikan lamunanya.

"Em, ga ada."

"Boleh duduk?"

"Silakan." Alfi pun duduk di depannya dengan santai.

"Makasih." dengan sigap Adis mengambil tas biru yang sengaja diletakannya di atas meja.

"Em gue minta maaf soal kejadian waktu itu, sejak itu ga tau kenapa gue ngerasa ga enak sama lo, kayak ada yang hilang dari hidup gue dan gue rasa itu lo, lo yang biasanya ribut pas gue di kantin, lo yang biasa sms gue setiap malam..."

"akhirnya." batin Adis.

"Gue rindu lo, gue rindu khayalan lo di depan temen-temen lo, sejak kejadian waktu itu gue ngerasa bersalah sama lo. Maafin gue." Afli menunduk dengan rasa bersalah.

"Lo ga lagi mimpi kan? atau gue yang lagi mimpi? cubit gue dong..." "aw."

"Gue suka sama lo."

"Serius kah dirimu wahai pujangga hati?" tanya Adis berusaha untuk meyakinkan.

"Ya, gue akui gue kalah buat nahan perasaan gue malu buat bilang ini ke lo karna menurut gue perlakuan gue setia harinya ke lo itu jauh dari kata pantas, gue seneng kalo lo deket ke gue ngasih gombalan-gombalan mungkin gue ga bisa ngerespon baik kaya cowok lain tapi jujur gue seneng kalo lo gitu, will you be mine?"

"Bentar gue buka kamus."

"Buat apa?"

"Buat mastiin artinya biar ga salah."

"Serius, lo mau jadi pacar gue?" lagi-lagi Adis dengan rasa ketidak percayaanya menempelkan tangannya ke kepala Alfi "lo ga sakit kan?" tanyanya heran "kok ngelantur?"

"Serius." kali ini Alfi terlihat serius matanya menatap tulus mata Adis dengan salah tingkahnya ia berusaha membalas tatapan Alfi hingga akhirnya Adis meyakini bahwa ketika lo benar-benar berusaha apa yang lo inginkan bakal tercapai.

Mereka saling menatap dalam hingga di detik ke lima belas ke duanya tersadar "gimana?" tanya Alfi sekali lagi "iya." balas Adis dengan wajah pucat mematung rasanya tidak mungkin tapi ini nyata.

"Jadi?" tanya Alfi "kita pacaran." sambung gadis itu dengan pipi yang mungkin sudah semerah tomat.

"Btw lu ngapain di sini?"

"Kok lu sih, ga romantis!"

"Lalu?"

"Aku kamu lah, aku yang punya cafe kamu sering ke sini?" Alfi selain orang tua yang kaya dengan pandai ia mengelola uang untuk tidak selalu bergantung dengan orang tuanya dari uang bulanannya jadilah sebuah cafe yang bisa dikatakan 4 dari 5.

"Lumayan.." "oh ya? kenapa kita ga pernah ketemu ya?" lanjutnya membuka topik "mungkin karna kamu sibuk."

"Ini udah jam sepuluh fi, aku mau pulang lagian aku udah seharian ga pulang."

"Tapi diluar masih hujan."

"Kamu pulang naik apa? aku anter ya?" Alfi tau bahwa gadis ralat pacarnya itu selalu mengendarai motor matic nya ke mana-mana "boleh, biar romantis kan?" timpalnya dengan rasa yang bisa dibilang urat putusnya malu ia menarik tangan Alfi ke sebuah mobil putih yang nomor plat nya sudah di luar kepala Adis "Sini." Alfi melepas jaket jeansnya dengan gaya seperti di ftv ia memayungi Adis sesekali cowok itu menatapnya sedangkan Adis dengan percaya diri berjalan di tengah guyuran hujan.

"Kok tau ini mobil ku?"

"Aku juga tau siapa Tuhanmu," timpalnya dengan gaya sok puitis.

"Ketular Dilan nih, buruan masuk gih."

"Yang namanya pacar itu pintunya dibukain sayang, masa aku yang buka." Adis melipat kedua tangannya.

"Kalo aku yang bukain nanti kamu basah jaketnya jatoh, jadi kamu buka dan masuk sendiri kalo kamu basah kamu nanti sakit Dilan ga mau milea jatuh sakit emang mau di kirimin tukang pijat biar kaya milea? ga kan?"

"Ya maulah."

"Ampun deh, buruan masuk!" tatapnya tajam dan langsung diiyakan oleh Adis.

Tepat di sebuah rumah yang lumayan Adis menuruni mobil Alfi "hati-hati di jalan ya." Alfi hanya mengangguk pelan dan melajukan mobil putihnya.

Adis menghempaskan tubuhnya ke sebuah kasur kamarnya, rasanya nyaman memang sudah banyak yang hilang dari rumah itu, kehangatan, keharmonisan, kesederhanaan kadang gadis itu merindukan semuanya tapi yang hanya bisa dibuatnya adalah menghadapi kenyataan bahwa semuanya sudah diatur.

"Selamat tidur💕" Adis tersenyum menatap sebuah tulisan di akun sosial medianya, rasanya tadi hanya mimpi bahkan baru kemarin mereka bertengkar sekarang sudah menjadi sepasang kekasih.

Decitan suara pintu menyadarkan Adis dari lamunannya "cie senyum-senyum kenapa? bahagia banget kayaknya."

"Aku abis jadian kak."

"Serius?" tanpa babibu Ari langsung loncat ke kasurnya Adis dengan keponya ia terlihat begitu bersemangat mendengarnya.

"Sama siapa?" tanyanya lagi.

"Alfi kak."

"Pacaran jangan lama-lama zina dek."

"Apaan sih," cibirnya dengan wajah yang terlihat kesal "aku ga ngapa-ngapain kak!" sambungnya lagi.

"Iya-iya, tidur gih selamat malam." Ari menarik selimut ke tubuh Adis menyalakan lamu tidur dan mematikan lampu kamarnya.

***

"Selamat pagi dunia," teriak Adis sembari membuka jendela kamarnya. Pagi ini gadis itu jauh terlihat bahagia dari hari sebelumnya entah karna suasana pagi yang masih sejuk atau suasana di cafe malam tadi.

Setelah mandi ia menuruni anak tangga, bersapa ria dengan kakak dan ibunya lalu membantu ibunya menyediakan sarapan, setelah semuanya tersaji disuapan pertama suara klakson mobil di depan rumahnya, ibunya membukakan pintu "siapa tuh?" "siapa bu?" "tau tuh, pake mobil putih." Adis langsung bangkit dari kursinya dan mempersilakan Alfi masuk untuk sarapan bersama.

"Kenalin bu, ini Alfi." "Pacar Adis bu!" cibir Ari yang baru mengetahui tadi malam dan bertingkah seolah sudah tau sejak lama "oh gitu, silakan makan."

"Engga deh bu, saya tadi udah makan."

"Beneran nih? Adis yang masak loh."

"Beneran bu?" tanya Alfi meyakinkan

"Engga."

"Ibu mah gitu." seisi ruangan dipenuhi dengan gelak tawa mereka bertiga dengan sesekali diselingi oleh suara sendok bertemu piring, Adis rindu suasana ini.

"Bu, Adis mau jalan sama Alfi." izin Adis.

"Ke mana?"

"Keliling kota aja bu." tak ingin memmbiarkan pacarnya izin sendirian Alfi membantunya "aman kok bu," sambung Alfi sekali lagi berusaha menenangkan ibunya.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang