Apa kau sakit?

14 3 0
                                    

" Alex, dimana kau?" Ucapku dibalik kaca jendela. Kutatap awan kian menghitam. Ya, sebentar lagi akan hujan. Begitulah ramalan cuacanya.
Hatiku merasa cemas dan khawatir.
" sepertinya akan ada ledakan besar hari ini. Aku jadi takut." Ucapku pada diri sendiri.
Kudekati ruangan yang tampak ramai dengan para siswi didalamnya. Disana ada Mia dan juga Andien.
" sedang apa mereka?" Ucapku. Lalu masuk kesana.

" apa pihak sekolah akan membesuknya?" Tanya Mia pada salah satu wanita berseragam panjang, yang tak lain adalah guru pembimbing tepatnya wali kelas kami.
" ya."
" kapan,Bu?" Timpal Andien.
" secepatnya."
" Singapura memang tidaklah dekat."
" ya, Ibu tahu. Ibu ingin memastikan bahwa Laura baik-baik saja disana." Ucap Guru wali kelasku yang sontak mengagetkanku. Aku? Ada apa denganku?
" Apa benar Laura separah itu?" tanya salah satu siswi lainnya.
" semoga dia cepat siuman, dan segera pulih ." jawab Andien.
" Mia, ibu ingin membahas mengenai Laura lebih banyak lagi. Ikutlah dengan ibu." Ucapnya sambil menarik tangan Mia dan mengajaknya pergi. Tanpa basa-basi langsung saja kuikuti, entah hal apa yang ingin dibicarakan. Dan, semua itu tentang aku? Apa yang sedang  serius dibicarakan oleh mereka mengenai aku? Pikiranku melayang entah sampai mana. Yang jelas, aku sedang bingung saat itu.

" sudah sebulan silam Laura dirawat di Rumah sakit, dan dia masih belum sadarkan diri."ucap Mia.
" apa yang sebenarnya terjadi? Seserius apakah kondisi Laura saat ini, Mi?" Tanya Ibu guru.
" Mia tidak tahu persis bagaimana kondisi Laura saat ini. Tapi jelas dia masih dalam masa koma. " Jawab Mia dengan mata yang berkaca kaca.
Sementara disana aku ternganga menyaksikan pembicaraan mereka.

Kini semua pikiranku menjadi tidak masuk akal lagi. Mana ada jiwa yang pergi meninggalkan raganya di Singapura dan memutuskan untuk kembali ke tanah airnya sendirian? Sungguh Irasional! Diluar pemikiran ilmiah!
Aku kembali meyakinkan diriku bahwa aku bukankah Laura yang nyata. Aku hanyalah sebuah ruh yang masih berkhayal didunia mimpi. Tertatih kumenjajaki setiap tapak kaki. Tanpa sedikitpun sakit yang tak membebani.

" Laura." Panggil seseorang dari belakang. Kukenal suara itu. Suara yang setiap hari menyerukan namaku. tidak salah lagi itu pasti Alex.
Aku menengok, dan aku melihatnya tengah menatapku.
" kebetulan, aku sedang mencarimu." Kata Alex perlahan mendekat. Kupastikan kakiku melangkah mundur menghindarinya.
" ada apa, Ra?" Tanya Alex yang tampak heran.
" menjauhlah dariku!" Jawabku. Ya, terdengar seperti menggertak. Tepatnya sedikit bernada tinggi.
"Kenapa?" Balasnya.
Tapi aku memilih untuk diam, perlahan kuberbalik dan mencoba melangkah pergi darinya. Ya, pergi sejauh jauhnya dari dunianya yang tak nyata bagiku.
Alex memegang tanganku lalu menariknya, seolah memaksaku untuk menatapnya.
" senang melihatmu." Ucapku dengan mata berkaca-kaca.
" kenapa?" Jawabnya.
" senang bertemu denganmu."
" kutanya kau kenapa?" Tanya Alex dengan nada tinggi.
" Apa kau sudah makan?" Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. Ya, walau kurasa itu tak akan berhasil.
" Kata Mia kau sedang sakit?"
" Bukankah kau melihatku hari ini? Apa aku terlihat sakit?"
" bagaimana aku yakin apa yang saat ini kulihat?"
" kenapa tidak?"
" kau dapat menghilang kapan saja dan ketika kutanya dimana dirimu, tak satupun orang yang tahu. Kenapa?"
" mungkin karena mereka tak benar- benar melihatku. Atau mungkin karena aku yang tak benar-benar nyata baginya. Tapi ketika kau menatapku seperti ini, aku jadi yakin. Aku yakin bahwa Aku memiliki satu teman saat ini. Dan aku senang." Tak kusangka air mataku menetes pelan.
" apa yang kau bicarakan?" Alex tampak kebigungan mengartikan ucapanku.
" Senang melihatmu, senang bertemu denganmu, senang bicara bersamamu...Kak Alex. "
Aku tersenyum dengan secercah mata yang payau bersama langkah kakiku yang semakin jauh dari suaranya.

Ketika suatu keadaan memaksaku untuk membenci waktu, maka saat itu aku diam dan menatap waktu.
Apa salah yang diperbuatnya, sehingga kuharus membencinya?
Sejahat itukah kau dimataku?
Atau yang kejam sebenarnya aku?

Alex baik, dan dia temanku. Sayang sekali, itu tak akan selamanya berlaku.
Hanya satu hari bagiku untuk mengakhiri setiap kata yang pernah ia ucapkan padaku. Semua hal yang membuatku semakin merasa jatuh cinta setiap detiknya.
Dan ketika aku benar-benar menggenggam tangannya, tiba-tiba rasa itu runtuh.
Dan berakhir.

" terima kasih atas setiap waktu yang kau sempatkan untuk bicara denganku, dan aku tak akan melupakan itu. Semoga."

AlexkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang