apa Alex pernah peduli?

8 4 0
                                    

Jika waktu mengembalikan ingatanku hanya untuk menjadikan Alex sebagai kenanganku. Maka tak akan kubiarkan itu kembali, walaupun akhirnya aku tak ingat sama sekali. Lalu apa artinya aku mengingatnya, jika kini dia tlah bertekad pergi dariku.Lantas mengapa aku masih menyukainya?

"Laura, Kau terlihat lesu" ucap Mia.
" Aku baik-baik saja," jawabku
" Ada hal yang kau sembunyikan dariku?, katakan Ra!" Mia kini mencekamku dengan rasa ambisiusnya. Ya, dia terlihat sangat curiga terhadapku.
"Dengar, aku baik-baik saja." jawabku.
Akupun berjalan menuju kelas,
Kupandangi setiap sudut tempat, ruangan yang kulewati. Tampak seperti sebuah kaset rekaman yang diputar, terpampang semua ingatanku dulu. Ingatan yang menghubungkanku dengan Alex. Saat pertama aku mengenalnya, saat aku diam-diam memperhatikannya , saat aku memandang dia dari balik jendela setiap harinya. Bahkan saat aku mulai memberanikan diri untuk berbicara dengannya, Alex.
Kumulai mengingat sosok yang berbicara dengan nada dingin kemarin, Alex yang kini  menganggapku sebagai orang asing. Dan tak lebih dari itu.
" Apa yang kini kuingat adalah apa yang pernah kulupa. Dan apa yang kini berubah, adalah apa yang pernah terjadi sebelumnya." ungkapku dalam hati.
Kucoba untuk menguatkan hatiku, berusaha agar Mia tak melihat kesedihanku.

" Kau pergilah, aku akan menyusulmu." ucapku pada Mia.
"ehm, baiklah. " jawabnya.
" Aku tak tahu harus mengatakan apa, aku tak tahu dari mana kubisa jelaskan semua. Aku bahkan ingin membicarakan semua padamu, Mia. Tapi kurasa ini bukan waktu yang tepat. Maafkan aku Mia." ungkapku dalam hati.
Aku berjalan menuju aula, menemui Ratih.
" Laura!" panggilnya,
" Kau memanggilku, ada apa?" tanyaku padanya.
" Minggu depan akan ada perlombaan futsal. Tim kita akan ikut serta, jadi kuharap kau tak akan melewatkan waktu  latihannya." ucap Ratih tampak meyakinkan.
" ya, aku tahu itu." ungkapku.
" Kudengar tim kak Alex juga akan ikut serta."
"oh ."jawabku.
"ada apa, Ra?. Kau tampak berbeda setelah mendengar kata itu." Ratih memegang kedua tanganku, dan memandangku dengan serius.
" tidak, bukan apa-apa!"
"ada apa dengan kak Alex, Ra?"
Aku hanya dapat menggelengkan kepala, kuharap Ratih tak menanyakan ini sampai jauh lagi, karena kurasa akan lebih baik jika aku diam saja.
Tak lama aku melihat kehadiran Alex dan teman-temannya. Dia menatapku, sekilas lalu mengacuhkanku. Kurasa Alex benar-benar membenciku, entah apa sebabnya itupun tak kuketahui. Jelas terlihat dia sedang menghindariku.
"hei..!" gertak Vani, salah satu teman futsalku.
" iya?" aku terkejut mendengarnya,
" Apa yang kau lamunkan?"
"a...aku? Tidak, tidak ada. " aku berjalan menuju tangga, mencoba menghindar dari pertanyaan vani.
"Apa yang aku lakukan? Jika aku terus bersikap seperti ini, mereka akan mengetahuinya. " gumamku.

Dalam hening kumelihat dia. Dia yang kutemui kemarin sore, ya akupun tak tahu siapa namanya.
" bukankah itu kakak kemarin, oh iya. Aku bahkan belum menanyakan siapa namanya, baiklah akan kutanyakan sekarang." aku berjalan menyusulnya.
"kakak!" ucapku
"oh, Kau?" jawabnya, jelas terpampang jika dia sangat terkejut melihatku. Aku beralih duduk disampingnya.
" Aku bahkan belum menanyakan siapa namamu. Jadi kupanggil kau dengan sebutan apa?" ungkapku.
"hah...., kau memang gadis berambisius tinggi ya? Baiklah, namaku Dion, kau? Siapa namamu?" jawabnya
" aku Laura, Laura Aprilia. senang mengenalmu!" ucapku sambari mengulurkan tangan.
kulihat Dion adalah sosok pria  yang ramah, humoris, dan hangat. Itulah kesan pertamaku melihat dirinya.
"oh, dia pandai bermain musik rupannya!" unggapku dalam hati ketika melihat sebuah gitar dipangkuannya.
" ehm... Apa kakak bisa menyanyikan sebuah lagu untukku?" ucapku, Dion tersenyum lalu menghela pelan.
" baiklah, anggap saja ini sebagai hadiah perkenalanmu!" balasnya.
Aku tertawa pelan. terlepas dari beban fikiranku, kumulai merasa sedikit kesenangan dalam hatiku. Kumerasa sedikit terhibur oleh Dion. Tanpa kusadari senyumanku mulai kembali, lagi-lagi karena Dion. Mendengarnya bernyanyi suasana hatiku terasa damai, bebanku mulai mereda. Dion, kurasa dialah seseorang yang tlah dikirimkan Tuhan, untuk mengembalikan kebahagiaanku.
" Itu indah sekali! kapan-kapan tolong ajari aku bermain gitar ya, kak?. Aku adalah tipe orang yang cepat menyerap pengajaran, maka dari itu jadikan aku muridmu!" bujukku. Dion kini menatapku, pandangannya sebening mata ikan. Dia tersenyum, dan berkata
" aku akan mengajarimu, tapi kau harus berjanji. Kau tak boleh berhenti ditengah jalan saat belajar, dan konsekuensinya kau harus tuntaskan pengajarannya. Bagaimana?"
"setuju!"
"oh, baiklah. Aku harus pergi, sampai jumpa!" ucapnya, bangkit dari kursi lalu pergi.
" ehm." jawabku.
Akupun beranjak dari tempatku, dan pergi menuju kelas.
Sementara itu, Alex yang melihatku berbicara dengan Dion dari Aula kini beranjak pergi.

~~~~~~~~~~~
"Laura, hari ini aku harus pulang cepat. Jadi, maaf aku tak bisa ikut latihan. Aku pergi dulu, Sampai jumpa!" ucap Ratih padaku.
"Dengan mudahnya dia mengatakan itu. Huh.....!" desisku.
"lalu, kau akan pergi latihan setelah ini?" tanya Mia yang tiba-tiba berada disampingku.
" ya, kurasa begitu. Aku harus menyiapkan skillku untuk menghadapi perlombaan." jawabku.
" Kau ikut perlombaan futsal?"
"Tidak! Bukan aku saja, melainkan seluruh tim futsal sekolah." jawabku.
Mia menatapku lalu berkata " Alex? Bagaimana dengan dia? Dia juga ikut serta kan?"
"Ya." ucapku dengan nada datar.
" ya? Hanya itu kata yang bisa kau ucapkan?" terdengar berbicara dengan nada agak ditinggikan.
" lalu apa yang harus kukatakan?"
" Entahlah, tapi bukan dengan nada seperti itu."
" apa disetiap menyebut namanya, aku harus menggunakan nada bicara manis? Itu konyol sekali!"
" Tampaknya kau mulai mencoba untuk membencinya, benarkah itu?" Aku berbalik dan menatap Mia yang mulai meragukan sikapku.
" apa pentingnya?"
" apa pentingnya? Kau yang membuatnya berarti penting untukmu! Sekarang aku tau, sikapmu yang menghindar dari pertanyaan-pertanyaanku. Kau menyembunyikan sesuatu dariku, bukan begitu?"  Mia terdengar seperti menginterogasiku.
" kurasa itu tidak benar."
" Tidak benar apanya? Oh,, Laura kau tahu aku paling tidak suka jika kau merahasiakan sesuatu dariku. Ada apa? Katakan padaku!" Mia mencoba menenangkan perasaanku. Kini aku benar-benar akan mengatakan semua itu padanya.
" ya, kau benar. Aku memang sedang menyembunyikan suatu hal darimu. Itupun mengenai Alex. "
"Alex?"
" ya. Ada hal yang lebih penting dari itu, ingatanku. Ingatanku tlah kembali. Dan aku dapat mengingat masalaluku lagi. Semua tentangnya, telah kuketahui. "
" Kau, ingatanmu telah kembali?"
Mia sangat terkejut mendengarnya, dan terlihat sangat bersuka cita.
" Tapi kurasa itu tak ada artinya lagi "
Aku mungkin tahu, apa yang telah aku alami dan apa yang telah aku tinggalkan. Tapi, apa mungkin Alex akan mengerti semua itu?

AlexkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang