R-R53: Memulai Luka

3.7K 294 164
                                    

FREECLASS. Kata itu hanya terdiri dari dua suku kata. Dua kata yang seakan memberi seribu kebahagian. Satu kata yang terdiri dari sembilan aksara yang tersusun, tapi berhasil menimbulkan kegaduhan yang beruntun.

Dan kata itu berhasil menempati kelas Retta. Kebisingan sudah mendominasi seisi kelas. Berbagai kegiatan absurd mulai mereka lakukan. Salah satu contohnya; berkaraoke seperti orang gila di depan kelas, memegang sapu, pengki, kain pel, sebagai alat musik bohongan. Mungkin hanya gitar yang berada di pangkuan Zion, alat musik yang memang nyata.

Meski kelas itu dibiarkan kosong, tanpa guru yang mengajar. Semua anak-anak itu tetap diberikan tugas yang akan dikumpulkan pada jam istirahat kedua. Tapi memang kalau sudah diberikan kebebasan, pasti tugas itu akan mudah mereka lupakan.

"Wok... wok... wok... bewok sama sumiati... wok... wok... wok!"

Suara itu menggema di seisi kelas, Linzy yang sejak tadi memerhatikan di bangkunya, mengernyit bingung mendengar lagu itu. "Lo semua nyanyi apaan sih?!"

Justin, atau lebih sering disapa dengan nama Titin oleh satu kelas. Cowok gila yang satu spesies seperti makhluk bernama Zion itu menatapnya, kemudian menjawab sambil mengunyah-ngunyah snack yang ada di tangan. "Kok lo tulul sih, Zi!" ucapnya dengan tampak ingin sekali dilempar sepatu. "Itu judulnya Sumiati, lagunya Rohana."

Linzy ternganga. Retta yang duduk di sebelahnya tertawa. Memang pantas, cowok itu berteman dengan Zion. Sama-sama bego nggak ketulungan!

"Lo yang bego!" Linzy jadi ikutan kesal. "Namanya Rihanna, Tuyul, bukan Rohana. Lagian sejak kapan lagu work ganti judul jadi sumiati."

Dijelaskan seperti itu saja membuat wajah Justin semakin terlihat bodoh. "Emang ya, Zi?" dia malah balik bertanya. "Bodo amat lah sama judulnya, gue nggak peduli. Dan juga gue nggak peduli sama siapa nama penyanyinya, mau Rihanna kek, Rohana kek, atau roh-roh setan juga, gue nggak peduli."

Kepala Linzy jadi makin mendidih. Astaga! Mimpi apa dia bisa sekelas dengan orang-orang stress seperti mereka?

Di depan kelas, gerombolan orang-orang absurd berkumpul, ada lima orang di sana. Salah satunya Zion.

"Benar kan gue, Yon?" Justin meminta dukungan Zion.

Zion mengangguk, merangkul pundak temannya itu. "Good boy, itu baru teman gue."

"Linzy cuma sirik aja sama kita," ucap Zion lagi. "Jomblo sih, jadi gitu."

Kata-kata terakhir itu mengundang tawa teman yang lain. Jangan ditanya Justin dan Zion sedang apa, mereka kompak menertawakan Linzy.

Linzy memelotot, makin menyebalkan saat kedua temannya mengeluarkan tawa. Retta ternyata diam-diam juga mendengarkan, walau sejak tadi dia sibuk dengan tugas yang hari ini akan dikumpulkan.

"Zi gue punya lagu buat lo," senyum Zion melebar, menampakan dagu tengahnya yang terbelah. "Mau dengar nggak?"

"Nggak!" jawab Linzy langsung.

Zion beralih pada Retta yang duduk di samping Linzy. "Ta, lo mau denger lagu buat Linzy nggak?"

Terkekeh Retta awalnya, dia menoleh pada Linzy yang melotot padanya, mengkode untuk menolak. Tetapi, Retta tak mengacuhkan. Dia menatap Zion kemudian mengangguk.

Shena penasaran, lalu bangkit berdiri untuk pindah duduk berdua di kursi Retta.

"Dengerin ya?" Zion berdeham, menetralkan suaranya.

Linzy memasang wajah was-was. Dia sangat tahu akal bulus lelaki gila itu.

Zion memetik gitar di pangkuan. "Potong bebek angsa... masak dikuali..." dia mulai bernyanyi. "Linzy Jomblo lama, nyesek tiap hari, galau ke sana, galau ke sini. LALALALALA...."

|1| For Regret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang