R-R7: Emosi

8.2K 644 152
                                    

Sesuatu yang ditakdirkan untuk kau miliki akan kembali meski, dia berlari meninggalkanmu
_________

TANGAN Regha yang terbalut sarung tinju, tidak berhenti meninju samsak yang berada di depannya, tinjuan Regha semakin membabi buta setiap kali mengingat kejadian saat pulang sekolah, emosinya jadi tidak jelas, Regha marah, marah pada dirinya sendiri. Andai saja Regha tidak pernah merencanakan hal itu dulu, mungkin sekarang dia tidak akan mengalami ini. Retta membencinya, bahkan Regha tidak tahu seberapa sakit hatinya perempuan itu. Arrrgghh!! Ini semua salahnya, Regha BODOH.

Pikiran Regha tengah berkecamuk pada emosinya sendiri, bahkan cowok itu tidak peduli pada Zion yang sedang menahan samsak yang ditinjunya, menahan samsak itu agar tetap berada di posisinya.

Wajah Zion sudah pucat, Zion bukan terlalu lelah menahan samsak itu, tetapi dia takut terkena tonjokan Regha yang benar-benar gila, jangan ditanya kalo Regha sedang emosi, cowok itu tidak akan pernah sadar siapa yang akan ditonjoknya. Ya kecuali perempuan.

Tepat di taman belakang rumah Regha, di pondok-tempat latihan Regha bermain kick boxing-setiap kali emosi Regha berada dipuncaknya, dia akan melampiaskannya pada olahraga itu. Samsak merah yang menggantung di pondok itu akan mendapat tinjuan sadis Regha.

"Udah lah, Gha. Kasian noh Zion, udah pucet gitu. Ngapain sih lo masih mikirin, belum tentu dia mikirin lo." Regha berhenti sejenak, menoleh pada Arven yang sedang duduk di hamparan lantai dari bambu. Regha tidak peduli, kembali melanjutkan tonjokkannya.

"Bener tuh omongannya Arven, buat apa mikirin dia." Zion juga angkat bicara, bibirnya masih pucat sambil masih menahan tonjokkan Regha. "Perempuan itu juga palingan udah lupa sama lo."

Regha menghentikan tinjunya, dan terfokus pada Zion. "Lo kenal Retta, mantan gue?"

"Yeee, Gha lo bego atau apa sih?" Kening Zion mengerut. "Ya enggaklah, gue mana kenal sama Retta masa lalu itu. Gue aja belom liat tampangnya, cuma dengerin cerita dari lo aja."

"Terus lo kenal sama Retta anak eskul fotografi?" sekali lagi Regha bertanya dengan pertanyaan yang membuat Zion melongo karena bingung, jelas-jelas kalau Retta yang 'itu' dia kenal. Sekarang yang bego siapa sih? Dia atau Regha?

"Ya kenal lah, dia kan temen kelas gue. Anak baru yang gue ceritain ke lo di kantin." Zion geleng-geleng kepala menatap Regha. "Otak lo nggak ke geser kan, Gha? Kayaknya sejak pulang dari pertemuan eskul tadi sikap lo nggak jelas."

Arven berusaha mati-matian menahan tawa melihat Zion yang keliatan semakin bodoh. Jelas-jelas Regha menanyakan itu karena Retta masa lalu Regha dengan anak baru di kelas Zion itu sama. Tetapi karena Zion tidak tau wajah mantan Regha jadi jelas dia kebingungan.

"Sekarang dengerin gue, Yon." Wajah Regha jadi serius. "Gimana kalo Retta mantan gue sama Retta temen kelas lo itu orang yang sama?"

"Hah?" Mulut Zion terbuka. "Maksudnya?"

Arven menepuk jidatnya sementara Regha geleng-geleng, dia lupa kalo otak Zion agak lemot. "Gini ya Yon, Retta anak baru di kelas lo itu, mantan gue, masa lalu yang gue ceritain ke lo."

Barulah Zion sadar, mulutnya ternganga. Cowok berambut acak-acakan itu terkejut dengan ucapan Regha. Melepas pegangan pada samsak, pikiran Zion berkelana kemana-mana, dia jadi paham kenapa tadi wajah Regha jadi syok melihat Retta, anak baru kelasnya itu.

"Minggir, Yon nanti lo malah ke dorong sama samsak yang gue tinju." Regha sudah bersiap-siap meninju lagi samsak merah di depannya.

Menyingkir, Zion duduk di sebelah Arven, seolah teringat sesuatu. Zion kembali mendongak menatap Regha. "Tapi kayaknya lo pernah bilang kalo mantan lo biasa aja, Gha. Dan lo tau Retta, anak baru di kelas gue cantik banget."

Arven tertawa. Sementara Zion mengernyit heran. "Lo malah ketawa?"

"Ya, jelaslah gue ketawa." Arven berkata dengan santai. "Omongan lo ngingetin gue sama meme yang ada di instagram."

Sesaat Zion diam, berpikir. Kemudian dia ikut tertawa. "Astaga, hahaha iya bener. Emang kayak gitu kan ya, pas jadi pacar biasa aja penampilannya, eh pas jadi mantan jadi cakep banget."

Mereka berdua jadi tertawa bersama.

***

Pukul 5 sore. Regha masih setia meninju samsak, sama sekali tidak mengkhawatirkan tangannya yang akan memerah nanti. Arven dan Zion masih setia menunggu Regha selesai walaupun wajah mereka sudah terlihat sangat lelah. Berbeda dengan Regha yang tidak terlihat lelah sama sekali.

"Udah lah, Gha, kasian samsaknya lo tonjok terus, nanti nggak ada yang mau tanggung jawab." Guyonan Zion berhasil membuat Regha berhenti meninju lalu tersenyum.

"Kayak gitu kek dari tadi, tampang lo serem banget kayak mau makan orang."

Regha ikut duduk di antara Arven dan Zion, mengambil botol minum lalu meneguk isinya.

Arven menepuk pundaknya membuat dia sejenak berhenti minum. "Kalo dia emang takdir lo, sejauh apapun dia berlari, sejauh apapun dia ngehindarin lo. Dia akan selalu balik lagi ke sisi lo, Gha. Karena hati tau dimana rumah yang sebenarnya, tanpa perlu arahan."

Regha menatap Arven tanpa berkedip, tidak butuh lama untuk dia tersenyum, mengerti maksud Arven. "Dia akan balik lagi ke gue, Ven. Karena gue akan perjuangin dia, lagi."

Zion terkekeh sembari merangkul bahu Regha. "Nah ini baru Regha temen gue." Senyum Zion mengembang. "Sebenernya sih gue bingung sama lo, Gha, kita ini masih remaja, masih butuh seneng-seneng, janganlah terlalu serius mikirin cewek apalagi mantan, toh kita bisa cari lagi yang baru. Tapi gue salut sama kesetiaan lo, Gha."

***

Di atas sofa panjang ruang tamu, Regha berbaring sambil memandang lampu besar yang menggantung di langit-langit. Memantulkan setiap cahaya nya ke setiap sudut. Di temani kesunyian, Regha diam memikirkan hal yang terjadi dua tahun lalu.

Permainan yang berujung pada kehancuran hati dan juga rasa penyesalan. Dua hal yang sebelumnya tidak pernah Regha duga akan terjadi padanya. Rasa marah, rasa sedih, rasa penyesalan itu berkumpul menjadi satu lalu mendorong Regha pada kehancuran tanpa aba-aba.

Dan kembalinya Retta membuat Regha semakin tidak bisa menghapus kejadian dua tahun lalu. Saat Regha menenggelamkan kepercayaan cewek itu dalam sekejap. Dulu, dalam hubungan mereka tidak ada kejujuran karena sejak awal hubungan itu hanya kebohongan. Kebohongan yang ingin mematahkan sikap Retta yang berani padanya.

Kalau bukan karena pertemuan mereka yang ke lima, yang tidak hanya melibatkan kata-kata sindiran, meremehkan, kekesalan dan juga sikap Regha yang sok berkuasa. Mungkin pertemuan itu tidak akan pernah melibatkan air mata, dan kemurkaan Retta pada Regha.

Dan dari situ muncul lah masalah.

TBC(24-09-17)

_______

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Vote kalian sangat berarti.

MAKASIH
APING🐼

|1| For Regret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang