Hari sudah pagi ketika pria paruh baya itu membuka matanya, dia bergegas menyibak selimutnya dan mengamati keadaan sekitarnya yang sepi, beberapa menit kemudian baru menyadari kalau dia sedang tidak di rumah. Tadi malam dia sekeluarga berangkat ke Gangneung setelah mendapat kabar bahwa putranya mengalami kecelakaan dengan cidera yang cukup serius.
Lai Minho, pria paruh baya yang sekarang sedang mengumpulkan jiwanya yang separuh berkeliaran di alam mimpi, dia beranjak untuk membasuh wajahnya, menyiapkan diri untuk menjemput putranya yang masih dirawat. Saat ia membuka pintu penginapan, istri dan anak perempuannya sudah berdiri di dekat pintu dengan raut wajah kesal menunggu si kepala keluarga yang baru saja keluar dari kamar.
Tuan Lai hanya bisa menghela napas, dia memimpin jalan untuk keluarganya keluar dari penginapan lalu menyiapkan mobil. Jarak penginapan ke tempat Guanlin dirawat tidak seberapa jauh, tapi setelah ini dia sekeluarga juga harus mengantar anak-anak ke rumah Seonho untuk membereskan barang-barang, baru mereka kembali ke Seoul.
Putranya sudah menunggu di ruang inap dengan seorang pemuda manis yang diketahui bernama Seonho. Tuan Lai merasa cukup lega melihat Guanlin sudah baik-baik saja meskipun wajah putranya terlihat pucat dan perban di kepala itu terlihat sangat mengganggu.
Tuan Lai segera kembali untuk mengurus administrasi dan menyiapkan mobil lagi, yang perempuan sibuk membantu Guanlin, meski tidak tahu apa yang harus dibantu karena Guanlin sendiri sudah berjalan dengan bantuan Seonho. Dua wanita itu hanya membuat keributan dengan membicarakan kondisi Guanlin yang memprihatinkan sepanjang perjalanan.
Mereka sampai di rumah Seonho setelah berkendara kurang dari tiga puluh menit. Rumah yang sederhana tapi tetap terkesan nyaman, tanaman disana terlihat sangat segar dan terawat. Lai sekeluarga turun dari mobil dan dipersilakan masuk oleh pemilik rumah yang tak lain adalah Ibu Seonho dan Sungjae yang sudah menunggu kepulangan anggota keluarga mereka juga.
Dua anak laki-laki itu segera menuju kamar untuk mengemas barang-barang mereka. Sedangkan para perempuan dan Sungjae berkumpul di ruang tamu dengan sajian seadanya, Tuan Lai tidak terlihat karena pria paruh baya itu sedang di kamar kecil, dan sampai sekarang belum terlihat, mungkin sedang melihat-lihat daerah sekitar.
"Putraku pasti sangat merepotkanmu," kata Nyonya Lai setelah Ibu Seonho menyajikan teh untuknya.
Dua wanita itu saling tersenyum, Nyonya Yoo menggeleng pelan. "Guanlin anak laki-laki yang sangat baik, aku senang Seonho bisa bersamanya."
"Aku turut senang mendengarnya-" kata Nyonya Lai. "Teman Guanlin memang banyak, tapi jarang yang dari luar kota, sekarang ada Seonho, mungkin liburan nanti kita bisa mampir kesini," lanjutnya begitu gembira.
"Maaf-" Sungjae menyela, raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaan. "Teman? Apa maksud nyonya? Apa nyonya tidak tahu kalau-"
Nyonya Lai dan Seunghee yang sejak tadi sibuk mengamati sekitar langsung mengalihkan perhatiannya pada satu-satunya laki-laki di ruangan itu. Wajah mereka jelas menunjukkan kebingungan. Seunghee menatap Ibunya, yakin kalau Ibunya tidak salah bicara atau sudah menyinggung perasaan keluarga Yoo.
"Ah, Seonho bilang kalau Guanlin itu teman yang sangat dekat-" Nyonya Yoo dengan cepat mengambil pembicaraan, raut wajah wanita cantik itu tetap tenang. "Sungjae-ya , bisa kau bantu Ibu membungkus kimchi? Keluarga Lai sudah repot-repot kesini, tidak sopan kalau kita tidak memberi mereka bingkisan."
Sungjae masih dengan raut kesalnya beranjak dari ruangan, menyisakan tiga orang perempuan yang kembali pada perbincangan mereka. Nyonya Lai mengamati wajah wanita cantik dihadapannya dengan senyuman.
"Seonho terlihat mirip sekali dengan anda, dia juga pasti anak laki-laki yang baik hati dan lembut," kata Nyonya Lai.
"Tidak juga," Nyonya Yoo terkekeh pelan. "Seonho anak laki-laki yang tangguh, hampir tiga tahun dia tinggal di Seoul sendirian dan tidak mengeluh apa-apa. Kadang aku merasa dia seperti tidak membutuhkan keluarga."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAZE - GuanHo Ver.
FanfictionMasa remaja memang masa yang penting, dimana setiap orang akan memilih dan memutuskan "Jadi apa aku di masa depan?" Guanlin baru 18, tapi sudah berani mengambil keputusan yang besar. Dia tidak akan menyesal, bahkan berjanji pada dirinya sendiri. Ju...