Vote bertambah dan itu bikin aku bersemangat... terimakasih buat yang masih ngikutin ff ini dari chap 1 - 17 😘😘😘
maaf buat ngaretnya, seperti biasa, sinyal lelet; itu mengganggu sekali.
.
.
"MAZE"
.
.
.
Selamat membaca
.
.
Sorry for typos
.
.
.Guanlin membuka pintu kamarnya dan merasakan kehangatan menerpa wajahnya, tidak banyak yang berubah dari tempat itu selain kasurnya yang dingin karena sudah beberapa hari tidak ada yang menempati, meja belajarnya masih dipenuhi sticky notes dan tumpukkan buku pelajaran juga beberapa figura foto dia dan keluarganya.
Dinding kamarnya masih sama dipenuhi beragam poster dan foto-foto Guanlin, Guanlin dengan teman-teman, dan juga Guanlin dengan Seonho. Melihat wajah Seonho membuat hati Guanlin menghangat, pemuda itu menghampiri deretan foto dan tersenyum sambil mengamatinya. Kurang lebih empat puluh delapan jam dari sekarang, dia akan bertemu dengan Seonho lagi dan mendapatkan kebebasannya.
Dia duduk di ranjangnya, menyimpan ranselnya dan mengeluarkan sebuah binder plastik yang di dalamnya berisi beberapa catatan selama Guanlin belajar untuk persiapan ujian perguruan tinggi. Sebuah kertas kecil terjatuh saat Guanlin membolak-balik halaman bindernya. Sebuah hasil cetak yang menunjukkan indeks prestasi Guanlin, dan tulisan 'DITERIMA' tercetak dengan huruf kapital dan tebal ada di bagian bawah hasil cetak tersebut.
Guanlin mendesah lega, bebannya seolah-olah hilang begitu saja tertiup angin. Dia bisa merasakan tubuhnya seringan kapas saat melangkah, dia bisa berdiri tegak lagi saat memikirkan segalanya sudah dilalui.
"Guanlin," seseorang keluar dari balik pintu kamar Guanlin, itu Ayahnya.
Guanlin memandang Ayahnya yang berjalan mendekat. Sejauh ini hubungan mereka belum membaik. Selama Guanlin pergi, Ayahnya tidak mengawasinya terlalu ketat, Guanlin dibebaskan melakukan apapun dan pergi kemanapun di rumah kakek, tapi ponsel milik Guanlin dalam pengawasan penuh lelaki paruh baya itu dan Guanlin hanya sempat memegang ponselnya saat malam tahun baru, dia hanya bisa membalas pesan-pesan milik Seonho dengan dua kalimat singkat yang mungkin saja membuat Seonho kecewa disana.
"Selamat atas kelulusanmu," kata Tuan Lai.
"Upacara kelulusan masih dua hari lagi, Ayah bisa mengucapkannya saat waktunya sudah tiba." Kata Guanlin.
Lelaki paruh baya itu menghela napas, dia duduk di samping Guanlin. Keningnya mengerut seperti sedang memikirkan sesuatu. "Guanlin, kau tahu?- kadang orang tua juga membuat kesalahan, Ayah hanya ingin memperbaiki hubungan dan bersikap wajar satu sama lain."
Tentu, setelah Ayah memisahkan aku dengan Seonho berhari-hari dan menyita penuh ponselku selama itu juga. Guanlin tidak mengungkapkannya, dia hanya menggerutu dalam hati. Jauh di dalam hatinya, Guanlin juga rindu bercengkrama dengan Ayahnya. Berdebat tentang militer pun tak apa, asal mereka bisa seperti dulu lagi.
"Apa Ayah bangga padaku?" tanya Guanlin.
Ayahnya belum menjawab. Dua laki-laki itu saling berpandangan, iris hitam mereka yang identik menyalurkan kerinduan dan perasaan mengasihi satu sama lain. Satu yang dibingkai kelopak yang sudah keriput terlihat berkaca-kaca, sedetik kemudian mereka tak bisa menahan tangis dan mendekap satu sama lain. Mata keduanya terpejam, dan wajah mereka tenggelam dalam bahu satu sama lain, terisak, dan sesak.
Guanlin merasa dekapan Ayahnya melonggar, tapi Guanlin sama sekali belum mau melepaskan dekapannya pada sang Ayah, dia menangis, menumpukan bebannya pada bahu sang Ayah yang tetap kokoh tak termakan usia. Sementara kepalanya merasakan sentuhan hangat dari telapak tangan sang Ayah yang sedang mengelusnya penuh kasih sayang. Berulang kali juga Ayahnya mengecup puncak kepala putra kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAZE - GuanHo Ver.
FanfictionMasa remaja memang masa yang penting, dimana setiap orang akan memilih dan memutuskan "Jadi apa aku di masa depan?" Guanlin baru 18, tapi sudah berani mengambil keputusan yang besar. Dia tidak akan menyesal, bahkan berjanji pada dirinya sendiri. Ju...