Alarm hp berbunyi gaduh, cepat tanganku mematikan. Dapat kupastikan sekarang sudah pukul tiga pagi, waktunya shalat malam. Separuh tersadar kupaksa bangun. Pertama membuka mata, tangan Erlangga masih merangkulku. Ah,semalaman aku tertidur dalam pelukannya. Dan kemana jilbabku, kepala berdenyut merunut kembali kejadian sebelum tidur.
Rupanya sudah kubuka karena tidak nyaman tidur dengan kepala terbungkus rapat ditambah pelukan suami yang, apa ini perasaanku saja. Sepertinya terlalu erat.
Perlahan kusingkirkan tangan kekar itu, menjauh dari dada bidangnya. Malu mengakui sebenarnya aku nyaman berada dalam dekapannya. Seperti ada yang melindungi.
Kenapa tiba-tiba pipiku terasa panas, menjalar. Ingin kutepis rasa yang menyergap. Namun senyum ini tidak bisa kutahan.
Kupaksa melangkah walau dingin, sekedar membersihkan diri lalu berwudhu. Ingin kuceritakan galau hati padaNya saja. Bukan tidak menerima takdir pernikahanku. Aku hanya ingin bersandar padaNya, semoga diberi kemampuan untuk mengerti hikmah dibalik semua ini.
Baru saja menggelar sajadah tiba-tiba laki-laki itu sudah berdiri di hadapanku. Menatapku dengan senyum manis. Sejenak netra kami bertemu.
"Kok aku ngga dibangunin, sayang?" ucapnya lembut dengan manik yang enggan berpaling. "Kita shalat sama-sama ya, tunggu aku wudhu dulu," dengan cepat menghilang dari pandangan.
Kami shalat sunnah bersama untuk pertama kali. Suaranya merdu, walau surat yang dibacakan tidaklah sepanjang imam shalat qiamulail saat i'tikaf. Selesai shalat ia membalik badannya menghadap ke arahku. Sedikit canggung kuraih tangannya lalu mencium takzim.
Dibalas olehnya dengan ciuman pada puncak kepalaku yang tertutup mukena. Lalu semakin turun hingga wajah kami bertatapan kembali. Belum sempat aku menjauh, tangan ini di tarik cepat olehnya, dan kami berpelukan.
"Sayang, kenapa, malu ya?" tanyanya menggoda.
Tidak ku jawab tanyanya. Dia pasti sudah tahu wajahku memerah setiap didekati olehnya.
"Kamu kalau malu gitu mukanya merah ya, jadi tambah cantik," gumamnya melanjutkan. Makin erat pelukannya. "Tahu ngga itu buat aku makin suka, makin senang peluk atau cium kamu." celotehnya tidak hirau denganku yang nyaris pingsan.
Kalau bisa menghilang atau teleportasi akan kulakukan sejak tadi, berdua dengannya menggerus akal sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan
EspiritualRania, mahasiswi semester tiga beranjak enam belas tahun. Tiba-tiba dijodohkan oleh sang nenek dengan Erlangga, seorang dokter, anak sahabat lamanya. Pernikahan yang dijalani harus disembunyikan karena Rania terikat perjanjian dengan pihak kampus, t...