Taehyung membuka ponselnya ketika mendengar notifikasi pesan di terima oleh Jimin.
"Hyung! Ponsel Jimin sudah hidup!"
Taehyung berlari ke arah semua teman-temannya di ruang tengah dorm, ia duduk disana begitu Namjoon membuka laptop dan melacak lokasi ponsel Jimin. Semuanya menggigit bibir bawahnya gugup sembari terus memperhatikan proses Namjoon dalam mencari keberadaan Jimin yang tidak ada kabar sejak kemarin.
"Hakdong Park."
Taehyung berdiri, ia menyambar jaketnya dan berjalan keluar dengan hati-hati karena cedera di kakinya mulai terasa sakit.
"Tunggu. Kami ikut, jangan sendirian."
-
Taehyung berjalan dan sesekali menoleh ke kanan dan kekiri. Ia dan Jimin suka kemari saat pulang sekolah dan makan es krim bersama disini. Taehyung benar-benar tidak menyangka setelah pertengkaran itu, Jimin benar-benar bukan seperti orang hidup. Taehyung masih marah atas keputusan sepihak Jimin, namun Taehyung tidak pernah membenci Jimin yang seperti itu. Ia masih sangat menyayangi Jimin.
Tapi hari ini, diluar dugaannya, Jimin kabur. Menghilang entah kemana selama sehari penuh. Ponselnya yang mati dan Jungkook yang terus menangis seperti bayi yang kehilangan mamanya menambah peliknya keadaan.
Taehyung terengah. Ia mulai takut, pada akhirnya ia memutuskan untuk berlari untuk segera menemukan sahabatnya.
Namun ia terhenti, saat melihat seseorang yang duduk di bawah pohon dengan pandangan kosongnya. Lampu jalan menerangi wajahnya, Jimin seakan kehilangan akalnya untuk berdiam diri diluar dengan suhu sedingin ini.
Taehyung berjalan dengan nafas terengah dan berhenti tepat didepan Jimin. Jimin mendongak, menatap Taehyung.
Ia mengangkat kerah Jimin dan memukulnya. Begitupun Jimin, membalas pukulan Taehyung. Taehyung meludah lalu maju selangkah. Perih menjalar di sekitar bibirnya. Tangannya sudah setengah terangkat dan air mata menggenang di pelupuk matanya. Namun seseorang menghentikannya, menahan pergerakannya agar tidak menyakiti Jimin lebih jauh lagi.
"Hyung, lepas." Taehyung berhasil melepaskan diri dan menarik Jimin kedalam pelukannya. Air matanya jatuh, persis setelah hidungnya mencium aroma khas Jimin.
"Aku takut kau seperti Yoongi hyung." Taehyung semakin mendekap erat Jimin, namun Jimin hanya diam tidak bergeming.
"Aku bukan Bangtan yang diinginkan semua orang, kan?"
Taehyung menggeleng, menolak permintaan Jimin. Seolah ditaburi garam, hatinya makin perih ketika Jimin sama sekali tidak membalas pelukannya. "Tidak."
"Pulanglah hyung, Kook, Tae."
Taehyung kembali menggeleng. Ia tidak menyangka bahwa Jimin akan begitu terpuruknya, ia pikir Jimin belum mencapai titik puncak lelahnya. Jimin itu kuat, Taehyung tahu itu. Namun Taehyung tidak menyangka bahwa Jimin telah jatuh ke lubang yang membiarkan sekelilingnya menjadi gelap, tidak menemukan jalan keluar dan terjebak disana.
Jimin hampir depresi, sama seperti Yoongi.
"Hyung," Taehyung semakin memejamkan matanya kala mendengar suara lirih Jungkook di belakangnya.
"Jimin."
Yoongi maju selangkah. Menepis jarak diantara mereka. Ia rasa kini saatnya ia mengambil langkah, membuang semua egonya dan memperbaiki keadaan. Ia mengerti, ia paham. Yoongi pernah mengalami semuanya, semua yang Jimin rasakan. Rasanya seperti...
Seakan ia kehilangan dunianya.
"Gunakan waktumu dengan baik, mari pulang dan istirahatkan pikiranmu sebentar. Kami tidak akan menggangu."
Jimin lantas mendorong Taehyung menjauh. Ia mundur perlahan dan masih menatap Yoongi dengan tatapan yang tidak jauh beda dari sebelumnya.
"Tidak, hyung."
Yoongi semakin maju kala Jimin menjauh darinya, menghindari kontak mata dan menatap gelisah objek lainnya.
"Aku mau membicarakannya baik-baik denganmu, Jimin."
Jimin menggeleng, sungguh ia muak. Ia lelah.
"Kau yang memulainya, mengikuti audisi dan akhirnya masuk ke lingkaran kami. Jangan hanya mempunyai keinginan untuk memulai kalau hanya ingin berakhir seperti ini."
Jimin diam, tanpa menatap Yoongi sama sekali. Ia takut, takut dengan semuanya.
"Aku hanya ingin memberitahukan hal ini padamu."
"Seberat apapun harimu, suatu saat nanti, bungkam mulut orang-orang yang mengatakanmu tidak pantas berada diantara kami."Yoongi menghela nafasnya. Jauh diluar dugaannya, ia bisa melakukan ini. Yoongi rasa ia amat menyayangi Jimin seperti yang lain lakukan. Yoongi tersenyum kecil, kemudian melanjutkan,
"Kau pantas, melebihi kami. Jadi, jangan mundur sebelum kau benar-benar berperang."
"Kau sudah bekerja keras."
"Kami keluarga, bukan teman yang bisa di tinggalkan kapapun kau mau."Yoongi terdiam sebentar. Sedangkan Jimin mulai menoleh dan menatap Yoongi. Tatapan itu, Yoongi pernah mengalaminya.
"Sekarang, pilihan terakhir kuserahkan padamu. Pulang atau tidak?"
Jimin masih diam, namun matanya mulai berkabut. Yoongi dan yang lainnya masih menunggu jawaban dari Jimin. Nihil, Jimin tidak berbicara satu patah kata apapun.
"Jimin butuh waktu. Ayo pulang."
Yoongi berbalik dan berjalan menjauh, tangannya memberi isyarat kepada yang lainnya untuk menjauh dan mengikutinya. Termasuk Taehyung.
"Hyung..."
Yoongi menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menatap Jimin yang masih menunduk. Bahu lelaki itu bergetar, seiring dengan deru nafas tertahannya. Taehyung mengepalkan tangannya, ingin rasanya ia berlari dan memeluk erat Jimin.
"Bantu aku."
Dan air mata Jimin kembali menetes dalam dekapan Taehyung yang tiba-tiba berlari kearahnya tanpa ia sadari.
"Maaf, Jimin."
Karena kita semua adalah Bangtan, tidak peduli apapun itu.
To Be Continued
———
Edited on 19.01.20
KAMU SEDANG MEMBACA
There For You ✔
FanfictionKita bertujuh, dan selamanya pun akan terus seperti itu. Sudah terbit.