16. No More Lie

11.4K 986 68
                                    

Disarankan memutar Jung Joonil - The First Snow instrumental. (ada di spotify)

 (ada di spotify)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taehyung menatap ponselnya lama, sembari terus menyumpal hidungnya dengan tissue.

Jimin mengabarinya, setelah sekian lama mereka berselisih paham. Taehyung mengetikkan balasan, lalu ia kembali terdiam. Perlahan, ia menggerakkan tangannya dan menghapus semua ketikannya.

Ia mematikan ponselnya, lalu meletakkannya di nakas.

"Siapa?"

Ibunya bertanya, lantas membuatnya menoleh. Taehyung menggeleng, sembari merebahkan badannya. Kepalanya sakit,  seperti ditusuk-tusuk.

Pandangannya mulai berputar, namun ia sedang lelah untuk sekedar meminum obat. Sejujurnya, Taehyung tidak ingin bergantung pada obat, walaupun sebenarnya ia harus.

"Jimin."

Taehyung menggumam, sebelum akhirnya ia menutup matanya dan tidur.
.
.
.
Taehyung terbangun dengan pusing yang mendera kepalanya. Ia membuka matanya, menoleh pada dokter dan ibunya yang tengah berbincang.

Suaranya samar-samar, namun Taehyung masih bisa mendengarnya.

"Kalau tumor di kepala Taehyung tidak bisa terangkat penuh, tumor itu akan kembali."
"Resikonya juga besar karena berada pada syaraf mata dan telinga. Ia bisa buta, atau tuli."

Taehyung kembali memejamkan matanya. Pandangannya mulai berputar. Nafasnya menderu. Isakan kecil ibunya mulai terdengar.

"Tumor itu juga akan menyebar. Dan menggerogoti dengan jahat."
"Maaf, tapi sebagian besar semua operasi tumor keberhasilannya hanya 30%"
"Tapi itu cukup, kami akan berusaha sekeras mungkin agar Taehyung menjadi bagian dari 30% itu."

Sekilas, memori tentang orang-orang terdekatnya terputar di kepalanya. semakin sakit, seolah tengah ditusuk-tusuk. Ia meringis, memanggil ibunya dengan lirih.

"Taehyung!"

Desas-desus suara di sekitarnya mulai menghilang, ia membuka matanya saat Dokter Han tengah mengatur infusnya dan memeriksa kondisinya.

Taehyung berulang kali berkedip lambat, pusing yang menderanya masih belum hilang. Nafasnya memberat seiring ia merasakan sebuah jarum menembus kulitnya. Linu menjalar di sekitar tangannya.

Taehyung membuka matanya, menatap samar-samar wajah dokter dan ibunya. Seakan flashback, memori tentang kehidupannya selama ini terputar. Tanpa di komando.

Pusing di kepalanya berangsur-angsur membaik. Ia menoleh, menatap ibunya yang masih berwajah cemas.

"Eomma—" (ibu)

Ibunya berdehem, menjawab dengan lembut panggilan Taehyung. Tangannya meraih tangan Taehyung. Menggenggamnya erat.

"Resikonya juga besar. Ia bisa buta atau tuli."
"Kemungkinan keberhasilannya hanya 30%"

Lantas untuk apa ia menjalani operasi jika begitu? Taehyung menggerakkan bola matanya. Kepalanya masih terasa berat dan ditusuk-tusuk.

Semua kemungkinan terburuk seakan menghantui, Taehyung takut, ia tidak akan sembuh dan malah meninggalkan yang lainnya. Air matanya menggenang, cukup membuat ibunya kelewat khawatir dan menggenggam tangannya lebih erat.

"Ada apa? Dimana yang sakit?"

Taehyung menggeleng. Semua runtutan memori di masa lampau kembali terputar. Ia yang mengikuti audisi BigHit, lalu menjalani masa trainee. Berjuang keras berada di titik paling bawah, hingga sampai pada titik ini.

Dimana semua orang sudah mulai mengakui musik Bangtan dan namanya dikenal di seluruh penjuru. Taehyung bekerja keras selama hidupnya untuk itu. Lalu, ia harus meninggalkan grup itu jika operasinya tidak berhasil?

Hidup pasti sedang mengajaknya bercanda.

Air matanya menetes saat memori antara setiap anggota BTS dan keluarganya terputar di otaknya. Berat untuk meninggalkan dan berat bagi mereka untuk ditinggalkan. Kedua pilihan itu sama-sama berat. Taehyung hampir tidak bisa memilih.

Akhirnya, Taehyung mengambil nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Taehyung menatap mata ibunya, meyakinkan diri sendiri bahwa pilihannya adalah benar.

"Aku tidak akan melakukan operasinya."

Taehyung memilih pilihan kedua.

Yoongi terdiam di studionya. Ia menekan beberapa tuts piano, memainkannya dengan lembut. Mencoba lagu barunya.

"Sejak awal, aku tidak diinginkan disini. Aku berusaha. Sampai sekarang."

Yoongi menghela nafasnya, kemudian melanjutkan permainan pianonya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan Jimin. Merasa bersalah, sampai gila rasanya.

"Hyung pikir, bagaimana perasaanku?"

Dada Yoongi terasa di tusuk berbagai panah. Ia mengaku, ia salah untuk itu. Hatinya termakan emosi, termakan ego. Yoongi menyesal, sepenuhnya.

Jimin yang biasanya hanya haha-hihi dan tidak pernah mau menunjukkan semua keresahannya, mendasak lepas kendali. Yoongi kaget, terlebih karena ia telah salah menunjukkan rasa khawatirnya. Yoongi menarik nafasnya lalu menghembuskannya kasar. Ia mengacak rambutnya, kemudian mengusap wajah.

"Jimin bisa saja bunuh diri jika kau terus melakukannya, hentikan semua ini." Ucapan Sejin pada Yoongi benar-benar menusuk, memperingatkan Yoongi untuk lebih berhati-hati berbicara. Yoongi mengakui, ia yang pantas di salahkan dari semua ini. Yoongi menyandarkan punggungnya, menatap langit-langit studio sembari terus berfikir.

Pintu studionya terbuka, lantas membuat Yoongi menoleh dan memutar kursinya.

"Yoon, keluarlah sebentar." Ucap Seokjin yang tiba-tiba masuk ke studionya.

Yoongi berdiri, berjalan menghampiri Seokjin dan keluar dari studionya. Ia mengikuti langkah Seokjin hingga ke dalam ruang latihan. Disana Bangtan tengah berkumpul melingkar.

Yoongi memiringkan kepalanya saat dirasa ada yang hilang dari sana.

"Dimana Jimin?"

Namjoon menoleh, ia menggerakkan tangannya. Mengisyaratkan Yoongi untuk duduk. "Jimin demam, ia masih ada di dorm."

Yoongi duduk di samping Namjoon. Ruang latihan ini begitu lebar dan sepi. Hanya ada lima orang dan suasananya terasa begitu berbeda.

"Ini masalah Taehyung." Namjoon membuka suaranya. Ia menghela napas, kemudian menatap satu persatu teman-temannya. Seokjin, Yoongi, Hoseok dan Jungkook.

"Taehyung batal operasi."

"Operasi apa?"

Semuanya sontak menoleh pada seseorang yang tiba-tiba berdiri di pintu masuk dengan wajah pucatnya.

Jimin.

To Be Continued.

There For You ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang