Disarankan memutar IU-Through The Night
Taehyung mengayunkan kakinya, sesekali manik matanya menatap orang yang lalu lalang. Berulang kali, ia membuka ponselnya lalu mengirimkan foto selfie-nya di grup line Bangtan, sekedar memberi kabar. Lalu akhirnya Taehyung meletakkan ponselnya lagi setelah membalas chat Hoseok yang menurutnya kurang penting.
Usai konser, semua anggota sepertinya sesegera mungkin pulang ke hotel dan beristirahat. Semua tampak lelah, terbukti dengan Jimin yang sudah tertidur pulas di mobil. Hanya dirinya saja yang terpaksa untuk keluar karena mulut cerewet Sejin; manager BTS.
Taehyung sempat berbaring di panggung saat konser berlangsung, matanya juga kembali bermasalah. Taehyung bahkan secepat mungkin turun dari panggung menuju backstage, ia mual dan akhirnya muntah di tengah konser berlangsung. Keadaan menjadi sangat ricuh di belakang panggung. Semua staff bahkan para member dibuat panik.
"Jimin, Jimin! Namjoon, tetap disampingnya!" Ucap Sejin yang berlarian kesana-kemari. Tangan Jimin menyentuh dinding, menyangga berat badannya. Ia menggeleng, menghilangkan sensasi pusing di kepalanya. Tangan satunya terulur, mengambil air yang di bawa Namjoon dan meminumnya.
Tidak hanya itu, bahkan disusul Jungkook yang muntah karena kelelahan. Staff membantunya dan mengusahakan sebisa mungkin agar VCR diputar lebih banyak agar artisnya bisa mempersiapkan diri di belakang panggung dengan keadaan sekacau itu. Benar-benar mimpi buruk.
"Pasien 138, Kim Taehyung."
Taehyung semakin menurunkan topinya kala nurse station rumah sakit itu memanggil gilirannya untuk masuk ke ruang dokter. Taehyung berdiri lebih dahulu dari Sejin karena ingin cepat-cepat. Walaupun ini adalah check up untuk pasien bangsal VIP, Taehyung dan Sejin masih cukup lama menunggu hasil pemeriksaannya keluar.
Taehyung baru membuka topi dan maskernya saat memasuki ruangan dokter yang menanganinya. Dokter di hadapannya menyerahkan sebuah laporan yang telah di print. Kemudian menjelaskan semuanya dengan berbahasa inggris. Taehyung diam, mencoba mendengarkam namun percuma saja. Ia tidak mengerti sama sekali dan mendapat nilai nol pada pelajaran bahasa inggris saat sekolah.
"To some artist that may have this illness, vertigo will be difficult to treat." (untuk beberapa artis yang mempunyai penyakit ini, vertigo akan sulit di obati.)
—
Taehyung berjalan bersama Sejin melewati koridor hotel, ia masih belum bertanya mengenai hasil check up-nya di rumah sakit, karena memang Sejin tidak berbicara apapun mengenai hal itu.
"Hyung..." Ucap Taehyung pelan. Sejin menoleh, sembari membawa kantung plastik yang berisikan obat-obatannya.
"Apa hasilnya?"
"Kukira kau sudah tau, Taehyung." Sejin tertawa, dibalas dengan kekehan kecil Taehyung. Ia merasa bodoh sekali.
"Vertigo." Ujar Sejin. Taehyung mengernyit, ia bukanlah anak teladan ataupun anak yang memiliki rasa keingin tahu-an yang besar pada jenis penyakit yang ada di dunia ini. Ia tidak mengerti apa itu vertigo, separah apa itu dan apa dampaknya.
"Vertigo itu pusing dengan pandangan mata yang berputar. Terkadang di sertai mual dan demam."
"Bahaya?"
"Ya. Jika kau tidak menjaga kesehatan."
Taehyung mengangguk, selama tidak parah tidak apa-apa. Senyumnya merekah, membuat Sejin sedikit gemas lalu mengacak-acak rambut Taehyung.
—
Seoul, December 2014.
Jimin kembali berlari di atas treadmill dengan headsetnya. Sebuah tangan asing menekan tombol treadmill-nya dan membuat laju mesin tersebut melambat lalu kemudiam berhenti."Dasar anak nakal. Ayo makan dulu."
Jimin berpegangan pada sisi treadmill saat dirasa keseimbangannya mulai goyah. Jimin tersenyum lebar sembari tengah menyesuaikan pandangannya yang berputar. Hal ini wajar terjadi setelah seseorang berlari diatas treadmill.
"Iya, aku menyusul. Tunggu dulu, hyung. Aku masih pusing."
"Baiklah, aku dan yang lainnya akan menunggu di meja makan." Ujar Seokjin yang kemudian membalikkan badannya. Jimin mengiyakan lalu duduk di treadmill dan mengatur pandangannya. Ia menoleh, menatap jendela besar yang memaparkan kota Seoul di gelapnya malam.
Perlahan, pandangannya membaik, namun rasa pusing yang menusuk di kepalanya tidak kunjung hilang. Jimin memutuskan untuk berdiri, lalu menyusul semua anggota di meja makan.
Perutnya sudah terasa sedikit tidak beres usai berolahraga tadi, namun Jimin tetap menyimpannya sendiri dan tidak mengatakannya pada anggota yang lain. Mungkin hanya efek setelah berolahraga, maka dari itu Jimin menutup mulut. Jimin duduk diantara Taehyung dan Hoseok. Ia mengambil sumpitnya, setelah yang tertua lebih dulu mengambilnya.
"Hei-hei. Kalian akan kemana saat cuti?" Hoseok membuka percakapan. Bangtan tanpa percakapan di sela kegiatan makannya bukanlah Bangtan. Semua mulai makan, melahap satu persatu makanan yang di hidangkan.
"Aku akan bekerja di Genius Lab." (Genius lab = studio Yoongi). Min Yoongi yang paling awal menjawab.
Jimin memakan lauknya dengan pelan, perutnya benar-benar tidak bisa berkompromi. Ia ingin makan kali ini saja, sudah lama ia terus memaksa memuntahkan makanan yang masuk.
"Ey, pulanglah ke Daegu, Yoongi-ah." Namjoon bersuara, mencoba sedikit memberi kecerahan pada Yoongi yang sejak masa trainee tidak pulang kerumah. Yoongi mengendikkan bahu.
"Aku tidak diterima di keluargaku, untuk apa aku pul—"
Trak–
Jimin tiba-tiba meletakkan sumpitnya. Ia menutup mulutnya dan berdiri. Sejak tadi, ia berusaha menelan paksa makanan di hadapannya. Meskipun ia lapar, tidak bisa dipungkiri bahwa Jimin sudah terlalu mual untuk sekedar melahap satu sendok makanan.
Jimin berlari, memasuki kamar mandi lalu memuntahkan semua makanannya. Ia mendengar gedoran pintu kamar mandi di sela-sela ia memuntahkan isi perutnya.
"Jimin!"
Jimin membasuh wajahnya, menghela nafasnya sejenak. Pintu kamar mandi terus menerus di ketuk, membuatnya mendadak risih. Ia berjalan menuju pintu, kemudian membukanya dan mendapati Seokjin yang panik. Perutnya masih sakit, nafasnya tiba-tiba sesak. Menyebalkan sekali, membuat repot semua orang.
"Hei! Ada apa?"
"Aku pusing, hyung." Jimin berulang kali mengerjapkan matanya. Seokjin terus bertanya, membuat pening di kepalanya bertambah parah. Jimin menyandarkan tubuhnya pada tembok dan menekan pelipisnya, barulah Seokjin berhenti mengoceh setelah melihat adiknya cukup kesakitan."Tidurlah dulu di kamar, nanti aku akan membawakan obat."
Dada Jimin kembang kempis, ia semakin kesulitan untuk bernafas. Namun, Jimin tetap mengangguk, membuat Seokjin sedikit lebih lega. Seokjin berbalik, disusul dengan Jimin yang susah payah menegakkan badannya dan ikut berjalan di belakang Seokjin.
Masih beberapa langkah ia mencoba untuk berjalan dengan tertatih, pandangannya seketika mengabur lalu semuanya gelap.
To Be Continued.
———
Edited on 26.03.20
KAMU SEDANG MEMBACA
There For You ✔
FanfictionKita bertujuh, dan selamanya pun akan terus seperti itu. Sudah terbit.