3. New Life

797 61 15
                                    

Keesokan harinya, Zoya sudah berangkat sekolah pagi-pagi. Ia datang pagi karena ia tak ingin jadi pusat perhatian jika sekolah sudah ramai.

Karena sudah mengetahui seluk beluk sekolahnya, Zoya tidak kebingungan mencari ruang kepala sekolah.

"Excuse me, Sir,"  ucap Zoya.

"Are you Zoya Cassandra? New student from Indonesia, right?" tanya kepala sekolah itu.

"Yes, I am," jawab Zoya.

"Wait a minute. I will pass it on to your new class," ucapnya lagi.

Zoya menganggukan kepala dan menunggu di luar ruangan. Satu per satu, murid-murid berdatangan dan langsung memasuki kelasnya masing-masing.

Wait a minute. Bla... bla... bla... bullshit! Udah masuk, belum dianter juga. Langsung masuk aja deh, toh... aku juga sudah tau kelasnya dimana, batin Zoya.

Zoya pun melangkahkan kakinya menuju kelas 11.A, kelas barunya. Ia pun mengetuk pintu kelas itu dan masuk ke dalamnya.

Kemudian, ia memanipulasi pikiran guru yang berada di kelas itu untuk menyambut kehadirannya.

"Okey, kids... This is our new friend. Introduce yourself," ucap guru itu.

"My name is Zoya Cassandra from Indonesia. Any questions?" ucap Zoya.

Nampak beberapa anak mengangkat tangannya untuk bertanya. Zoya menunjuk salah satu dari mereka.

"My name is Jack. You come from Indonesia just like Anas. Are you a descendant of Zoya Alexis?" tanya Jack.

Darimana dia tahu aku keturunan Zoya Alexis? Aku harus berhati-hati, batin Zoya.

"Zoya Alexis? What is that? I never heard of it," jawab Zoya.

"Zoya Alexis is a mythical story whose story has offspring that have special abilities. Because you have the Zoya's name," jelasnya.

"Wow! What special skills? But, I don't have such special powers like your story. It's just my name Zoya, anyway it's just a myth, right?" sangkal Zoya.

"Hmm... okay. Thank you," ucapnya.

Fiuhhh... aku pikir dia benar-benar mengetahui diriku. Rupanya dia tahu hanya karena cerita mitos, batin Zoya.

Setelah menjawab semua pertanyaan, barulah Zoya duduk di bangkunya.

"Hai! Ternyata kita sekelas, ya," ucap Anas.

Zoya hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian ia mengeluarkan alat tulisnya untuk mengikuti pembelajaran seperti biasa.

Dua jam berlalu, pelajaran telah usai. Murid-murid sudah diperbolehkan pulang. Tetapi, tidak dengan Zoya. Dia malah termenung di dalam kelas.

"Kenapa masih di sini?" tanya Anas.

"Aku sedang malas pulang," jawab Zoya malas.

"Kamu itu misterius," ucap Anas.

Misterius seperti apa? Kenapa aku tidak bisa membaca pikiran Anas? batin Zoya.

"Gaya bicaramu terlalu baku. Santai sajalah, jangan terlalu formal kata-katamu," lanjut Anas.

Zoya hanya menganggukkan kepala. Inilah Zoya, ia tak suka jika terlalu banyak bicara. Menurutnya, itu buang-buang waktu.

"Aku pulang duluan, ya." Zoya kemudian pergi.

Tiba di rumah, Zoya ternyata sudah ditunggu oleh Arik.

"Kenapa baru pulang? Bukannya jam sekolah hanya dua jam?" tanya Arik curiga.

"Aku tidak nyaman di sini, Kak. Tidak ada yang butuh bantuanku, aku tak berguna di sini," jawab Zoya lesu.

Arik pun memegang wajah adiknya itu dengan kedua tangannya.

"Ada saatnya kamu dibutuhkan, tapi bukan sekarang. Bersabarlah," ucap Arik.

Zoya mengangguk. Setidaknya, ucapan Arik tadi sedikit menenangkan hati Zoya.

"Oh ya, ayo kita ke daerah seberang. Aku merasakan ada bencana yang akan datang," ajak Arik.

"Baiklah," jawab Zoya bersemangat.

Mereka berdua pun keluar rumah, tak lupa dengan penyamaran mereka. Tiba di sana, mereka berkeliling mengamati setiap sudut daerah itu.

"Arah jam sepuluh akan terjadi tanah longsor," bisik Arik.

"Daerah itu? Nggak mungkin," jawab Zoya tak percaya.

Namun, apa yang dikatakan Arik benar. Tak sampai lima menit, tanah longsor pun terjadi. Zoya dan Arik segera bertindak.

"AAAAA!!!!!"

"Soil Shelter!" ucap Zoya.

Seketika itu juga, pergerakan tanah longsor terhenti. Zoya berlari secepat kilat untuk mengevakuasi korban, begitu juga dengan Arik.

Tak lama kemudian, tanah pelindung pun ambruk. Beruntung, Zoya dapat menyelamatkan warga dengan cekatan.

"Thanks hero, you saved my life," ucap salah seorang korban itu.

"It's just my job to save the world. But, I'm not a hero. So, don't call me hero," jawab Zoya lalu pergi bersama Arik.

"Yang kau lakukan itu luar biasa! Sejak kapan kamu mempunyai kemampuan berlari cepat?" tanya Arik.

"Entahlah. Aku hanya bermain-main dengan pikiranku," jawab Zoya.

Arik dan Zoya pun melanjutkan perjalanan mereka kembali. Tiba-tiba, dari arah berlawanan nampak Anas sedang berlari menghampiri mereka.

"Zoya!" panggilnya.

Arik yang melihat Anas memanggil Zoya pun berbisik pada adiknya, "Siapa dia?".

"Teman," jawab Zoya singkat.

Anas pun telah berdiri tepat di hadapan mereka.

"Beruntung kita bertemu di sini. Kamu dengar berita tidak? Terjadi tanah longsor yang katanya ada seorang pahlawan yang membantu para korban," cerita Anas.

Arik mengerutkan keningnya curiga pada Anas.

Berhati-hatilah dengan orang ini. Aku belum menganalisanya, batin Arik.

Zoya memahami pikiran Arik. Ia pun bersikap biasa saja pada Anas.

"Lalu? Apa hubungannya denganku?" tanya Zoya.

"Hm... nggak ada sih. Aku cuma kasih tahu aja. Oh ya, rumahmu dimana?" tanya Anas.

"Kenapa?" tanya Zoya curiga.

"Aku hanya ingin main ke rumahmu," jawab Anas.

Apa yang dia inginkan dariku? Begitu penasarannya dengan kehidupanku, batin Zoya.

"Rumah kami masih pindah-pindah," sahut Arik.

"Ya. Nanti jika kami sudah punya rumah tetap, akan kuhubungi," ucap Zoya menambahi lalu pergi.

Dasar! Seenaknya aja pergi ninggalin, batin Anas kesal.

Zoya dan Arik pun tiba di rumah. Mereka segera menuju basecamp mereka untuk berhubungan dengan Robin.

Zoya dan Arik duduk berhadapan, lalu muncul sebuah hologram di tengah-tengah mereka.

"Kenapa kalian menghubungiku?" tanya Robin.

"Kak Robin tahu sesuatu tentang Anas?" tanya Zoya.

"Teman barumu? Yang pertama kali menemuimu saat kamu mendatangi sekolah barumu? Aku tak tahu," ucap Robin.

"Kalau kau tak tahu, kenapa kau mengetahui kejadian itu?" tanya Arik.

"Karena aku punya kamera pelacak untuk melacak kegiatan kalian. Tetapi, aku tak bisa menganalisa orang tersebut," jawab Robin.

"Kak Robin sama Kak Arik tak mampu menganalisanya, dan aku tak mampu membaca pikirannya, siapa dia sebenarnya?" gumam Zoya.



to be continued....

Zoya Alexis [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang